WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya : BASTIAN TITO
EPISODE : RAJA RENCONG DARI UTARA
***********
DISAMPING BUKIT
KARANG YANG curam itu terletak sebuah
bangunan batu yang dikelilingi tembok
setinggi sepuluh tombak. Diluar tembok
berderet-deret barisan pohon kelapa yang
daunnya melambai-lambai ditiup angin laut.
Bangunan yang terletak didekat pantai ini
terdiri dari sebuah rumah besar yang pada
kedua ujungnya terdapat sebuah bangunan
bertingkat berbentuk menara.
Bangunan ini adalah sebuah pesantren yang
dipimpin oleh seorang Kyai bernama
Suhudilah. Karena itulah pesantren ini
dinamakan Pesantren Suhudilah.
Disamping ilmu agama Kyai Suhudilah juga
mengajarkan ilmu silat dan ilmu kesaktian
kepada murid muridnya. Karena Kyai
Suhudilah lama sekali bermukim di Turki,
maka jurus jurus ilmu silatnya banyak
dipengaruhi oleh jurus jurus silat Turki.
Dengan sendirinya ilmu silat tersebut
disamping aneh juga hebat sekali. Pada masa
itu nama Pesantren Suhudilah telah terkenal
didelapan penjuru angin Pulau Andalas
bahkan juga sampai sampai ketanah Jawa.
Saat itu telah rembang petang. Satu dua jam
dimuka sang surya segera akan tenggelam,
kembali masuk keperaduannya dan baru akan
muncul lagi esok pagi. Dibawah menara timur
kelihatan dua orang berjubah. Keduanya sama
sama tua dan sama sama berjanggut putih.
Mereka sedang asyik bermain dam. Yang
seorang menyodorkan buah damnya kedepan
membuat satu perangkap yang tak bisa
dihindarkan oleh lawannya.
"Celaka!" kata laki laki tua yang kena dijebak
sambil menepuk keningnya. Buah dam yang
disodorkan lawannya mau tak mau harus
dimakannya dan akibatnya dia akan
kehilangan empat biji dam sekaligus!
Lawannya tertawa mengekeh sambil
mengelus-elus janggutnya yang putih.
"Mana bisa kau mau mengalahkan aku lagi",
katanya, "tadi kuberi kau menang hanya untuk
memberi semangat saja. Ayo makanlah
"Tak ada jalan lain" kata sijanggut putih yang
terjebak.
Diulurkannya tangan kanannya. Jari telunjuk
dan ibu jari hendak memindahkan buah dam.
Tapi aneh! Buah dam yang kecil dan terbuat
dari kayu itu tak bergerak sedikitpun!
Dicobanya sekali lagi mengangkat buah itu,
tapi tak sanggup! Buah dam itu laksana
sebuah benda yang sangat berat!
"Heh, kenapa? Ayo jalan!"
"Buah dam ini … . tak bisa bergerak! Tak bisa
kuangkat"
Kawan laki laki itu menyangka dia ber-olok
olok. Dan mengulurkan tangan kanan
menyentuh buah dam!
Terkejutlah dia.! Memang betul! buah dam itu
tak sanggup digeser, apalagi diangkat. Diam?
dia kerah kan setengah bagian tenaga dalam
dan mencoba lagi mengangkat buah dam!
Tetap seperti sedia kala ketika dicobanya
mengangkat buah buah dam yang lain, benda
benda itupun ternyata tak bisa terangkat! Laki
laki ini memandang berkeliling.
"Aneh desisnya. Dan dikerahkannya kini
seluruh tenaga dalamnya. Tangannya tergetar
hebat.
Keringat dingin memercik dikeningnya dan
dadanya terasa sakit!
"Agaknya ada seseorang berilmu tinggi tengah
mempermainkan kita "
"Tapi siapa ?". Keduanya memandang
berkeliling. Suasana sunyi sepi, jangankan
manusia, seekor lalatpun tak engkaukelihatan!
Laki laki itu kerahkan lagi tenaga dalamnya.
Tiba tiba papan dam mencelat menta! ke
udara! buah buah nya berhamburan! Kedua
Laki laki tua berjanggut putih tersentak kaget
dan berdiri cepat sewaktu kesunyian dirobek
oleh gelak tertawa yang hebat, menggetarkan
liang telinga dan memukul-mukul dada serta
menyendatkan jaian darah ditubuh mereka!
Sesaat kemudian entah dari mana datangnya
tahu tahu sesosok tubuh sudah berdiri dua
tombak dihadapan mereka. Orang yang
datang ini berpakaian ungu berdestar tinggi
dan juga berwarna ungu! Pada bagian muka
destar ini terdapat lukisan dua buah rencong
kuning yang saling bersilangan! Manusia ini
bertampang ganas. Dibavvah hidungnya
melintang kumis tebal. Bajunya tidak
terkancing, mungkin disengaja demikian untuk
memperlihatkan dadanya yang bidang dan
berbulu! Pada kedua tangan dan kakinya
terdapat gelang akar bahar. Dan dari
mulutnya masih terdengar suara tertawanya
yang hebat!
Meskipun rasa geram menyelimuti hati kedua
orang tua itu namun mereka tak mau
bertindak gegabah.
Suara tertawa yang begitu hebat cukup
menjadi peringatan bagi keduanya bahwa
manusia berbaju ungu berdestar tinggi itu
memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Salah seorang dari penghuni Pesantren
Suhudilah ini menjura hormat dan
melayangkan senyum. Lalu menegur:
"Tamu dari manakah yang datang ini, tanpa
memberi tahu lebih dulu sehingga kami tidak
menyambut sepatutnya?"
Orang yang ditegur tak segera menjawab,
melainkan tertawa dengan lebih hebat hingga
tanah yang dipinjak oleh kedua orang tua
berjanggut putih terasa bergetar! Dan mereka
mulai merasa tidak enak.
Perbuatan sang tamu yang tadi secara diam
diam telah mengerahkan tenaga dalam
menahan buah buah dam yang tengah mereka
mainkan sesungguhnya sudah sangat
menyakitkan hati, apalagi setelah ditegur
hormat begitu rupa sang tamu masih bersikap
seenaknya dan penuh kecongkakan!
"Saudara, harap beritahukan siapa kau! Juga
maksud kedatanganmu kemari ….!" Sang tamu
bertolak pinggang.
"Apakah ini Pesantren Suhudilah?" tanyanya
dengan suara berat dan serak.
"Betul
"Kalau begitu lekas panggil Pemimpinmu dan
bawa kehadapanku!" memerintahkan sang
tamu.
"Ah, lebih dulu harap terangkan nama dan
maksud kedatanganmu, baru kami bisa
menjalani sebagai-mana mestinya".
Sang tamu pelototkan mata.
"Benar benar Kalian berdua masih belum tahu
berhadapan dengan siapa?!"
"Ya..ya kami belum tahu siapa sebenarnya
saudara?".
Laki laki berpakaian ungu menyeringai.
"Aku adalah manusia yang bakal menguasai
seluruh pulau besar ini, dari utara keselatan,
dari barat sampai ke timur! Apa kalian masih
belum mendengar gelar Raja Rencong dari
Utara?!"
"Ah" kedua orang tua berpakaian putih sama
sama menjura mesti hati mereka terkejut dan
tergetar hebat sewaktu sang tamu kenalkan
gelarnya. "Nama itu sudah seringkali kami
dengar. Tapi karena kami orang pesantrenan
jarang mengurus soal soal diluaran harap
dimaafkan kalau tadi kami tidak tahu engkau
tengah berhadapan dengan siapa.
Sementara itu yang seorang diam diam
memberi peringatan dengan ilmu
menyusupkan suara: "Hati hati dan
waspadalah. Manusia ini adalah bangsa iblis
terkutuk yang kekejamannya tiada tara!"
"Raja Rencong Dari Utara, sekarang harap
terangkan maksud kedatanganmu kemari "
"Kalian tidak layak bertanya!" sentak Raja
Rencong Dari Utara. "Lekas panggil pemimpin
kalian!"
"Menyesal sekali! Sebelum kami tahu angin
apa gerangan yang membawa Raja Rencong
kemari, tak bisa kami memenuhi
permintaanmu. Lagi pula pemimpin kami
sedang keluar ".
"Kurang ajar! Kau berani dusta?!"
"Kami orang agama mana berani berdusta?
Kyai Suhudilah pergi sejak pagi tadi"Aku tidak
percaya! Aku akan geledah seluruh pesantren
ini!". Raja Rencong melangkahkan kaki
menuju kepintu dikaki menara tapi kedua
orang tua berpakaian putih menghalangi.
"Harap kau menghormati aturan kami. Tak
seorangpun boleh masuk tanpa mendapat izin
. . . !"
"Kurang ajar! Terhadap Raja Rencong Dari
Utara tak berlaku segala macam aturan!
Masakan untuk masuk kebangunan sarang
tikus ini saja perlu minta izin? Persetan!"
Tapi kedua orang tua itu kembali
menghalangi langkah Raja Rencong. Maka
marahlah Raja Rencong dan dorongkan
tangan kanannya! Gerakannya acuh tak acuh
dan kelihatannya lemah lemah saja! Tapi tahu
tahu suatu angin pukulan yang dahsyat sudah
menghantam, kedua orang dihadapannya!
Karena tak menyangka akan diserang
mendadak begitu rupa kedua orang tua
berjubah putih itu tak sanggup menangkis
atau berkelit. Tak ampun lagi tubuh mereka
dilanda angin pukulan Raja Rencong Dari
Utara. Keduanya mencelat mental sampai
beberapa tombak. Yang satu begitu terhampar
ditanah tak berkutik lagi. Yang seorang
lainnya masih mencoba bangun terhuyung-
huyung. Tubuhnya terbungkuk ke depan,
dadanya sakit dan sewaktu dirasakannya
seperti mau batuk, yang keluar dari mulutnya
ternyata adalah muntahan darah kental
berbuku buku!
Laki ini kesaktiannya cum? dua tingkat di
bawah Kyai Suhudilah tapi Raja Rencong
merubuhkannya dalam satu kali pukulan saja!
Namun sebelum meregang nyawa dia masih
sempat berteriak memberi tanda bahaya!
Sesaat kemudian dua puluh orang anak murid
Pesantren Suhudilah sudah berada ditempat
itu.
Rata rata mereka memiliki kepandaian silat
yang tak bisa dianggap enteng, bahkan tiga
diantaranya adalah kakek kakek tua renta
yang tingkat kepandaiannya sama dengan laki
laki yang berteriak tadi sebelum sampai
ajalnya.
Ketiganya disamping berguru pada Suhudilah
juga merupakan tenaga pengajar murid murid
yang masih muda.
Melihat dua orang kawan mereka menggeletak
dikaki menara tanpa nyawa, semuanya
terkejut dan dengan segera mengurung Raja
Rencong Dari Utara.
Salah seorang dari mereka maju
menegur:"Tamu tak dikenal, alasan apakah
yang membuat kau menjatuhkan korban
ditempat suci ini?"
Raja Rencong memandang berkeliling dengan
pandangan merendahkan semua orang itu.
"Mana pemimpinmu?!" tanya Raja Rencong.
"engkau Jawab dulu pertanyaanku, saudara
tamu . . .".
"Heh apakah kau dan kawan kawanmu hendak
menyusul yang dua orang itu?!" belalak Raja
Rencong.
Dengan tenang orang tua tadi menjawab:
"Musuh tidak dicari, kalaupun datang mana
mungkin kami berpangku tangan? Malang tak
dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.
kawan kawan mari tangkap pembunuh ini! .
Serempak dengan itu dua puluh orang segera
melompat kemuka.
Serangan serangan bersiuran laksana hujan!
Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa.
Kedua tangannya dipukulkan kemuka
menyongsong serangan.
Dua gelombang angin menderu. Lima orang
disebelah kiri dan lima orang disebelah kanan
menjerit lalu tergelimpang rubuh! Delapan
diantaranya tiada berkutik lagi. Yang dua
menggerang kesakitan muntah muntah darah!
Kejut para tua Pesantren Suhudilah bukan
alang kepalang! Segera mereka menghunus
pedang panjang berkeluk dan menyerbu
kembali!! Dengan senjata ditangan maka
meski jumlah mereka kini tinggal sepuluh
orang tapi daya serang mereka jauh lebih
hebat Dan berbahaya dari pada pertama kali
tadi!
Raja Rencong Dari Utara diserang demikian
rupa masih cengar-cengir tertawa se-akan
akan serangan itu adalah satu permainan
yang menyenangkannya!
"Manusia manusia tak berharga berani
melawan Raja Rencong Dari Utara terimalah
mampus!"
Mendengar seruan itu, mengetahui bahwa
manusia yang tengah mereka gempur adalah
Raja Rencong Dari Utara, tercekatlah hati
orang orang Pesantren Suhudilah!
Untuk sesaat lamanya mereka tak jadi
teruskan serangan. Namun salah seorang dari
mereka berseru :
"Engkau saudara saudaraku, kalau betul
bangsat ini Raja Rencong Dari Utara mari kita
berebut pahala membunuhnya! Kita balaskan
sakit hati saudara saudara kita dan tokoh
tokoh silat yang telah dimusnahkannya!"
Mendengar ini keberanian yang tadi menciut
kini berkobar kembali dan kesepuluh orang itu
dengan serentak teruskan serangan mereka
secara lebih hebat lagi! Sepuluh pedang
menderu. Tiga menusuk, empat membabat dan
tiga lainnya membacok dari atas kebawah!
Dapat dibayangkan bagaimana tubuh Raja
Rencong akan tersatai dan terkutung-kutung
dilanda serangan sepuluh pedang itu!
Raja Rencong membentak garang. Tanah
bergetar!
Tubuhnya lenyap dalam satu gerakan yang
luar biasa cepatnya. Kemudian terdengar satu
suara keluhan yang disusul dengan suara
"trang trang .trang" sampai beberapa kali!
Jeritan terdengar susul menyusul. Tiga batang
pedang mental keudara, lima buah tangan
terbabat putus!
Apakah yang sesungguhnya telah terjadi?!
Pada waktu sepuluh pedang berkiblat. Raja
Rencong dengan jurus silat yang luar biasa
cepat dan hebatnya, menyelinap diantara
tusukan, bacokan dan babatan pedang. Kaki
kanan menghantam kesamping menendang
seorang penyerang yang paling dekat dan
berlaku lengah! Begitu tendangan mendarat
begitu Raja Rencong rampas pedang ditangan
laki laki itu dan pergunakan senjata itu untuk
menangkis serangan sembilan pedang lainnya
dalam satu jurus ilmu pedang yang teramat
lihay! Tiga buah pedang ditangan tua tua
Pesantren Suhudilah yang berkepandaian
tinggi mental sedang lima orang lainnya
menjerit keras karena tangan masing masing
terbabat buntung! Meski tahu
bahwa Raja Rencong bukanlah tandingan
mereka engkautapi ketiga orang tua itu
bukanlah manusia manusia pengecut. Lebih
baik mati daripada lari atau menyerah!
Setelah saling memberi syarat ketiganya
menyerang lagi dari kiri kanan dan depan!
Raja Rencong melintangkan pedang yang
berlumuran darah dimuka dada. Sengaja
ditunggunya sampai tiga serangan lawan
berada dekat sekali ketubuhnya baru dia
menggerakkan' tangan kanan
menyelundupkan pedangnya dalam tiga
tusukan berantai yang cepat laksana kilat dan
sukar diduga!
Ketiga tua Pesantren itu terhuyung
bermandikan darah.
Yang seorang segera roboh tak berkutik lagi
karena tusukan pedang Raja Rencong tepat
menembus jantungnya. Yang dua lagi
terhuyung huyung nanar, perut robek usus
menjela jela dan akhirnya roboh pula
menyusul kawan kawannya!, Raja Rencong
tertawa gelak gelak sambil bertolak tangan
kiri kepinggang. Tiba tiba Raja Rencong Dari
Utara hentikan tertawanya. Satu suara
laksana ngiangan nyamuk menyelusup
ditelinganya:
"Demi Tuhan! Pesantren yang begini suci
telah jadi korban keganasan! Bangunan suci
hendak dimusuhi.
Padahal disini tidak terdapat harta berharga
emas berbungkah! Sungguh diluar
perikemanusiaan!".
Belum lagi Raja Rencong sempat berpaling
tahu tahu sesosok tubuh berjubah putih
melompat turun dari jendela menara sebelah
barat! Gerakan orang ini enteng seringan
kapas!
ORANG BERJUBAH PUTIH INI berbadan sangat
pendek hingga jubahnya menjelajela ditanah.
Dibahu kanannya terselempang sehelai
selendang putih berumbai-umbai. Sorbannya
besar sekali. Melihat kepada keadaan
tubuhnya yang masih tegap itu orang akan
menaksir dia baru berusia sekitar setengah
abad. Tapi sesungguhnya dia telah hidup
tujuh puluh tahun lebih diatas dunia ini!
"Kau Kyai Suhudilah?!" bentak Raja Rencong
Dari Utara. Orang pendek berjubah putih tidak
menjawab.
Diputarnya kepalanya memandang mayat
mayat yang bergelimpangan hanya seorang
yang masih hidup yaitu yang pedangnya tadi
dirampas Raja Rencong, namun keadaannya
juga tak ada harapan karena tendangan Raja
Rencong telah mematahkan tulang
pinggangnya!
Paras laki laki pendek itu mula mula tenang
sekali.
Namun melihat mayat yang demikian
banyaknya tak dapat iamenyembunyikan
gelora darahnya. Wajahnya yang tertutup
kumis dan janggut putih itu kelihatan kelam
membesi!
"Demi Tuhan", katanya seakan-akan pada
dirinya sendiri, "dosa apakah yang telah kami
buat hingga menerima cobaan yang begini
besar?!".
Sejak pertanyaannya tadi tidak dijawab, Raja
Rencong merasa dianggap remeh dan menjadi
marah sekali. Dan mendengar ucapan sijubah
putih Raja Rencongpun berkata dengan suara
lantang : "Manusia katai tolol! Ini bukan
cobaan! orang orang itulah yang sengaja
mencari mati sendiri karena keliwat berani
melawan Raja Rencong Dari Utara!"
"Alasan yang tidak beralasan!" jawab sijubah
putih masih tanpa memandang pada Raja
Rencong.
"Nyawa manusia bukan milik manusia!
Kenapa ada manusia yang berani berbuat se-
wenang wenang begini rupa?!"
"Katai! Jangan bicara ngelantur terus terusan
Katakan kau Kyai Suhudilah apa bukan?!"
"Ada apakah kau mencari Kyai itu?!"
"Tak perlu bertanya! Kalau kau bukan Kyai
Suhudilah lekas katakan dimana dia berada "
"Apakah ada dendam kesumat lama yang kau
bawa datang kemari? Kyai Suhudilah tak ada
disini!
Aku wakilnya! Kalau ada keperluan katakan
saja nanti kusampaikan!"
Raja Rencong Dari Utara menimang sejenak.
Dia percaya kalau orang dihadapannya tidak
berdusta bahwa Kyai Suhudilah tak ada di
Pesantren saat itu.
"Sebagai wakil di Pesantren ini, disamping
harus menyampaikan pesanku pada Kyai
Suhudilah kurasa ada baiknya kau
mengetahui maksud kedatanganku kemari!
Katakan pada Suhudilah bahwa pada tanggal
satu bulan dimuka dia harus datang ke Bukit
Toba membawa lima puluh keping uang emas
sebagai tanda tunduk padaku dan masuk
kedalam sebuah partai besar yaitu Partai
Topan Utara yang bakal kudirikan dan
kuresmikan! Katakan juga padanya kalau dia
berani menolak, lebih baik bunuh diri saja!"
Paras Laki laki berjubah putih itu tambah
kelam membesi.
"Kalau aku boleh bertanya, hak apakah yang
membuat kau memaksa orang untuk tunduk
dan tnaiuk kedalam partai yang hendak kau
dirikan?!" Raja Rencong Dari Utara tertawa
tawar.
"Itu akan kuterangkan nanti pada hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara Dan
jangan lupa, adalah juga menjadi
kewajibanmu untuk mematuhi pesanku tadi
dan datang ke Bukit Toba!" Kini sijubah
putihlah yang tertawa rawan.
"Hendak mendirikan partai dengan main
paksa? Hendak mendirikan partai dengan
menempuh jalan berlumuran darah? Sungguh
keji!"
"Jadi kau menolak untuk tunduk dan
datang?!" tanya Raja Rencong. Nada suaranya
membayangkan ancaman.
"Aku Kyai Hurajang sebagai wakil pemimpin
pesantren Suhudilah berhak menolak
permintaanmu yang secara memaksa itu,
apalagi mengingat apa yang telah kau
lakukan disini! Pembicaraan tentang segala
macam partai, tentang segala macam tanggal
dan tahun, tentang segala macam peresmian
kita tutup Sampai disini! Sekarang yang patut
dibicarakan ialah tentang pertanggung
jawabmu atas dua puluh korban yang
berhamparan itu!"
Raja Rencong Dari Utara meneliti paras Kyai
Hujarang sejenak lalu tertawa gelak gelak.
"Kukira dengan melihat dua puluh mayat
didekatmu Kukira hidungmu akan menjadi
satu. Peringatan Bagimu untuk tidak bicara
apalagi bertindak gegabah! Tapi dasar
manusia tidak tahu tingginya Gunung Leuser
tak tahu dalamnya danauToba! Dikasih
anggur malah meminta racun".
Kyai Hujarang menghela nafas dalam "
Betapapun tingginya gunung lebih bagus
tingginya budi. Betapapun dalamnya Danau
lebih baik dalamnya jalan Pikiran dan
kemanusiaan. Terserahlah kalau disitu
menganggap ini suatu penantangan
Bagaimanapun aku tak dapat menerima
permintaanmu! Sekarang ulurkan tangan
kananmu yang telah menebar maut disini!"
"Kalau kuulurkan tangan, kau mau berbuat
apakah?!" tanya Raja Rencong Dari Utara
ingin tahu.
"Siapa yang membunuh hukumannya harus
dibunuh!
Tapi aku masih memberi ampun padamu
cukup hanya dengan memotong tangan
kananmu sebatas siku!"
Kembali Raja Rencong Dari Utara tertawa
gelak gelak.
"Kyai tak tahu diuntung!" dampratnya, "jika
kau sanggup menahan seranganku sampai
lima jurus aku bersumpah untuk bunuh diri
dihadapanmu!"
"Ajaran agamaku mengatakan balaslah
kebaikan dengan kebaikan, tapi balaslah
kejahatan dengan keadilan! Akan
kulaksanakan keadilan namun sengaja kau
minta hukuman yang lebih berat! Ah … .
mungkin sudah takdir aku harus turun tangan
menyelamatkan dunia dari angkara murka
yang kau timbulkan!"
"Sudah jangan ngelantur! Terima jurus yang
pertama ini!" bentak Raja Rencong Dari Utara.
Tangan kanannya dipukulkan kemuka! Satu
angin dahsyat menderu dengan kekuatan
setengah tenaga dalam!
Melihat datangnya serangan ini Kyai Hurajang
salurkan tiga perempat tenaga dalamnya
kelengan jubah lalu kebutkan lengan jubah
itu! Selarik angin putih menyambar. Tapi
betapa terkejutnya Kyai Hurajang sewaktu
tenaga dalam mereka saling bentrokan,
tubuhnya terjajar kebelakang samai dua
tombak!
Nyatalah tenaga dalam lawan jauh lebih
hebat! Dan sang Kyai sama sekali tidak tahu
kalau Raja Rencong baru cuma mengandalkan
setengah bagian saja dari tenaga dalamnya!
Melihat sekali hantam saja lawan sudah
huyung begitu rupa dengan tertawa Raja
Rencong lipat gandakan tenaga dalamnya!
Jika saja Kyai Hurajang tidak engkaulekas
melompat pastilah tubuhnya akan kena
disapu dan terlempar jauh!
Menyadari tenaga dalam lawan lebih hebat
maka Kyai Hurajang begitu melompat diudara
segera menyambar selendang berumbai-
umbai yang terselempang dibahunya! Dan
serentak turun ketanah kembali selendang itu
dikebutkannya kearah lawan!
Raja Rencong terkejut sekali sewaktu
merasakan bagaimana kebutan selendang
berumbai-umbai itu mendatangkan angin
keras yang dingin menyembilu tulang tulang
sekujur badannya! Tubuhnya tergontai-gontai.
Tapi cepat dia menguasai diri dan membuka
jurus kedua dengan satu serangan yang luar
biasa cepatnya!
Kyai Hurajang putar selendangnya sekeliling
tubuh melindungi diri dari gempuran dua
tendangan dan dua jotosan lawan! Laksana
disapu topan layaknya serangan Raja
Rencong menemui kegagalan total!
Tergetar juga hati Raja Rencong. Tidak
disangkanya selendang lawan mempunyai
kehebatan demikian rupa! Tidak menunggu
lebih lama dia segera pentang tangan kanan
dan kembangkan kelima jari.
"Aku mau lihat apakah kau sanggup menerima
pukulan ilmu kuku api ini?" hardiknya. Kelima
jari tangan dijentikkan kemuka. Dari kuku
kuku jari tangan itu menderulah lima larik
sinar merah!
Kyai Hurajang kerahkan seluruh tenaga dalam
dan menangkis dengan selendangnya!
"Wuss!"
Kyai Hurajang berseru kaget dan lepaskan
selendangnya yang dalam kejap itu telah
berubah menjadi kepulan api dilanda pukulan
kuku api yang dilepaskan Raja Rencong!
Muka Kyai ini berubah pucat laksana kertas!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
"Apakah cuma itu satu satunya senjata yang
kau andalkan hingga kau demikian
pucatnya?!" ujar Raja Rencong mengejek!
"Aku masih belum kalah" kata Kyai Hurajang.
"Dalam Dua jurus mendatang jangan harap
kau bisa lepas dari tanganku!"
Kyai Hurajang rangkapkan kedua tangan
dimuka dada, mata meram dan mulut komat
kamit Sesaat kemudian wajahnya berubah
menjadi biru.
"Haha … . ilmu siluman apakah yang hendak
kau keluarkan Kyai?!" ejek Raja Rencong Dari
Utara.
Kyai Hurajang usapkan telapak tangannya
kemuka.
Warna biru diwajahnya lenyap dan sebagai
gantinya kini kedua tangannya sampai
pergelangan berubah menjadi biru legam dan
bersinar!
"Bersiaplah untuk menerima kematian!" desis
Kyai Hurajang lalu tutup ucapannya dengan
hantamkan kedua tangannya kemuka! Dua
larik sinar biru menderu kearah Raja Rencong
Dari Utara! Inilah ilmu pukulan kelabang biru
yang pernah dituntut Kyai Hurajang dari
seorang sakti di Pulau Jawa!
Jangankan manusia, batu karang yang
bagaimanapun atosnya akan hancur lebur
dilanda dua larik sinar biru itu. Jika
dipukulkan kepohon besar, maka pohon itu
akan menciut mati detik itu juga akibat racun
dahsyat yang terkandung dalam larikan sinar
biru itu!
Raja Rencong Dari Utara juga sudah pernah
mendengar tentang ilmu pukulan kelabang
biru dan sudah maklum akan kehebatannya.
Karenanya begitu lawan lepaskan pukulan
tersebut tak ayal lagi dia segera gerakkan
tangan kanan kepinggang! Sekejap kemudian
sewaktu dua larik sinar biru itu akan
melandanya, selarik sinar kuning yang terang
berkelebat kedepan dan terdengarlah satu
letusan yang keras sekali sewaktu kedua sinar
itu saling beradu diudara!
Kyai Hurajang terjajar kebelakang, tersandar
kekaki menara. Dadanya sakit, nafasnya sesak
sedang parasnya pucat tiada berdarah. Dilain
pihak kelihatan kedua kaki Raja Rencong Dari
Utara melesak ketanah sedalam satu setengah
dim. Tangan kanannya yang memegang
sebilah Rencong Emas masih diacungkan ke
udara! senjata inilah tadi yang telah
mengeluarkan sinar kuning dan bertubrukan
dengan sinar biru pukulan Kyai Hurajang!
Perlahan-lahan Raja Rencong turunkan
tangan kanannya dan masukkan Rencong
Emas itu kebalik baju ungunya. Dan
memandang kemuka. Kyai Hurajang telah
melosoh ketanah. Ketika kepalanya terkulai
kesamping, nyawanyapun lepaslah!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
Dari dalam saku pakaiannya dikeluarkannya
sebuah benda dan dilemparkannya kearah
kepala Kyai Hurajang!
Benda itu menancap tepat dikening sang Kyai
dan ternyata adalah sebuah bendera kecil
berbentuk segitiga berwarna ungu, pada
tengah tengahnya terdapat gambar dua buah
rencong kuning saling bersilangan.
Pada tiang bendera kecil terikat segulung
kertas!
Raja 'Rencong terus juga mengumbar
tertawanya.
Setelah memandang berkeliling akhirnya
ditinggalkannya tempat itu!
PADA MASA ITU DIBAGIAN UTARA Pulau
Andalas terdapat satu gerombolan rampok
yang sangat ganas dan ditakuti didelapan
penjuru angin. Gerombolan rampok ini terdiri
dari lima orang yang dipimpin oleh seorang
yang bergelar Setan Cambuk. Empat orang
anak buahnya masing masing Setan Pedang,
Setan Pisau, Setan Rencong dan Setan Gada.
Kelimanya ahli dan lihay memainkan senjata
yang sesuai dengan gelar yang mereka pakai!
Dimana- mana mereka muncul pasti timbul
keonaran bahkan tak jarang pula mereka
menculik perempuan perempuan untuk dirusak
kehormatannya lalu dibunuh! Kelima rampok
rampok ganas yang berkepandaian tinggi itu
menamakan kelompok mereka dengan nama
"Gerombolan Setan Merah" :
Telah beberapa orang tokoh silat diutara
Pulau Andalas turun tangan untuk membasmi
Gerombolan Setan Merah! Tapi tokoh tokoh
silat yang bermaksud suci itu terpaksa
korbankan jiwa mereka sendiri karena tidak
sanggup menghadapi kelima manusia jahat
itu. Lagi pula untuk mencari sarang mereka
bukan hal yang mudah! Konon kabarnya
Gerombolan Setan Merah itu bersarang disatu
rimba belantara yang sangat rapat tak
tertembuysinar matahari dan hampir tak
pernah dimasuki manusia, bahkan binatang
buaspun ngeri diam disana karena sekali
masuk kedalam rimba itu sukar untuk dapat
keluar lagi!
Dunia persilatan gempar ketika Gerombolan
Setan Merah bentrokan dengan seorang anak
murid kias satu dari partai silat Bintang
Utara. Hal ini terjadi belum lama berselang.
Anak murid Partai Bintang Utara yang
berkepandaian tinggi itu mula mula berhasil
melukai salah seorang anggota Gerombolan
Setan engkauMerah yaitu yang bergelar Setan
Pisau, namun nasibnya sial. Gerombolan
Setan Merah berhasil menawannya hidup
hidup. Kepalanya dipenggal dan dikirimkan
kepada Ketua Partai Bintang Utara. Pecahlah
permusuhan dan ketika Gerombolan.Setan
Merah datang mengamuk kepusat kediaman
Partai Bintang Utara, tak satupun yang
mereka biarkan hidup! Ketua dan Wakil Ketua
Partai terbunuh! Seluruh anak murid Partai
menemui ajal dan tempat kediaman Partai
Bintang Utara mereka musnahkan sama rata
dengan tanah!
Sejak itu nama Gerombolan Setan Merah
semakin ditakuti orang diseluruh pelosok
utara Pulau Andalas.
Jangankan berhadapan, mendengar
namanyapun orang sudah tercekat dan ngeri!
Pada suatu malam yang gelap gulita tiada
berbulan dan tiada berbintang, dipuncak
sebuah bukit kelihatanlah sesosok bayangan
hitam berlari sangat cepatnya.
Demikian cepatnya hingga beberapa detik
kemudian bayangan itu sudah lenyap dari
puncak bukit dan kini kelihatan dengan
sebatnya lari menuruni lereng bukit sebelah
tenggara menuju kesebuah lembah berbatu-
batu.
Dipertengahan lembah, diatas sebuah batu
besar bayangan ini berhenti dan memandang
berkeliling.
Pandangannya tertuju pada rimba belantara
hitam pekat ditelan kegelapan yang terletak di
ujung lembah. Ketika dia berniat hendak
menggerakkan kedua kakinya melanjutkan
perjalanan menuju kerimba belantara itu
mendadak telinganya menangkap suara kaki
kaki manusia yang tengah berlari dikejauhan.
Menurut taksirannya lebih dari tiga orang.
Dengan cepat orang ini menyelinap kebalik
batu besar dan bersembunyi.
Hampir setengah peminum teh kemudian, dari
arah timur kelihatan lima titik hitam yang lari
dengan engkaucepat memasuki lembah.
Ternyata lima titik hitam ini adalah lima
sosok tubuh manusia yang berpakaian merah,
berikat kepala merah, berambut gondrong
merah bahkan muka merekapun dicat dengan
warna merah! Dan kelimanya bukan lain
daripada Gerombolan Setan Merah yang saat
ini tengah kembali kesarangnya didalam
rimba belantara. Dua orang diantara mereka
membawa sebuah buntalan. Dipertenganan
lembah, tak berapa jauh dari batu besar
dimana orang tadi bersembunyi, salah
seorang dari kelimanya yaitu Setan Cambuk
hentikan lari dan memandang berkeliling.
"Ada apa?" tanya Setan Rencong. Dia dan
kawan kawannya memandang pula berkeliling.
Sebagai pemimpin.
Setan Cambuk adalah paling tinggi ilmunya.
Dia menjawab : "Aku mendapat firasat ada
seseorang yang tengah mengintai gerak gerik
kita saat ini!"
"Ah, itu hanya perasaanmu saja, Setan
Cambuk!"
kata Setan Gada sambil usut usut dagunya.
"Siapa manusianya yang berani berada
ditempat ini? Bangsa iblis jadi jadianpun tak
punya nyali berada disekitar daerah kita ini!"
Setan Cambuk masih kurang enak
perasaannya.
Dia memandang lagi berkeliling sampai
sepasang matanya membentur batu besar
yang terletak tiga tombak jauhnya. Tangan
kanannya bergerak mengeluarkan senjatanya
yaitu sebuah cambuk berwarna merah! Sekali
tangan itu menggerakkan hulu cambuk maka
terdengarlah suara menggelegar dan byurr!
Batu besar ditengah lembah hancur lebur
berkeping-keping!
"Nah kau lihat sendiri Setan Cambuk!" kata
Setan Gada. "Jika ada bangsa manusia yang
bersembunyi dan mengintai kita dibalik batu
itu tentu sudah mencelat hancur lebur
tubuhnya! Ayo kita lanjutkan perjalanan!"
Sewaktu Gerombolan Setan Merah itu lenyap
didalam rimba belantara, sesosok tubuh yang
bertiarap hampir sama rata didekat batu besar
yang tadi dihancurkan oleh Setan Cambuk,
dengan cepat bangkit!
Meskipun batu dimana dia bersembunyi itu
dihancurleburkan oleh cambuk namun
keadaan malam yang gelap gulita ditambah
dengan rumput rumput liar yang tinggi masih
sanggup menyembunyikannya hingga tidak
terlihat oleh Setan Cambuk dan kawan
kawannya.
"Kurang ajar!" maki orang ini. "Sebentar lagi
kalian akan rasakan hadiahku Setan
setanMerah!". Habis berkata begitu orang ini
segera berkelebat kearah lenyapnya
Gerombolan Setan Merah.
Kira kira setengah jam memasuki rimba
belantara yang gelap gulita itu dia
menghentikan larinya dan berjalan dengan
perlahan penuh waspada. Sepasang matanya
demikian tajamnya hingga meski disekitarnya
berada dalam kepekatan gelap gulita tapi dia
masih sanggup melihat jelas sejarak lima
tombak berkeliling!
Kurang dari sepeminum teh orang ini
menghentikan langkahnya. Didepannya berdiri
sebuah pohon yang luar biasa besarnya
laksana raksasa hitam yang berdiri dengan
megah dimalam buta! Ketika mendongak
keatas, tertahan oleh cabang cabang pohon
yang besar besar kelihatanlah sebuah pondok
diatas pohon itu.
Mulai dari lantai dan dinding sampai keatap
pondok ini terbuat dari rotan yang sebesar-
besar pergelangan kaki berwarna kuning
mengkilap. Rotan rotan itu dibuat demikian
licinnya hingga jangankan manusia biasa,
seekor semutpun pasti akan terpeleset dan
jatuh bila engkau menginjaknya.
Pintu pondok diatas pohon besar itu kelihatan
tertutup. Namun dari celah celah dinding, atap
dan lantai kelihatan menyeruak sinar lampul
Setelah meneliti suasana sekitarnya orang
yang berada dibawah pohon lalu melompat
keatas pohon dan sesaat kemudian tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun tahu tahu dia
telah berada diatap pondok rotan. Seperti
telah dijelaskan rotan itu sangat licin sekali
hingga jangankan manusia biasa, seekor
semutpun akan terpeleset jika merayap
diatasnya. Tapi melihat kepada kenyataan
bagaimana orang itu sanggup berdiri diatas
atap pondok bahkan tanpa suara sama sekali
maka jelaslah dia seorang yang berilmu
sangat tinggi!
Melalui celah celah atap rotan orang itu
mengintip kedalam pondok. Lima orang
berpakaian merah, berambut merah dan
berwajah merah duduk mengelilingi meja
bukan lain dari. Gerombolan Setan Merah.
Mereka sibuk menghitung kepingan kepingan
uang emas dan barang barang perhiasan hasil
rampokan mereka malam itu.
Tengah asyik menghitung-hitung itu Tiba tiba
dengan ilmu menyusupkan suara Setan
Cambuk berkata :
"Kalian bersiaplah! Ada seseorang diatas
atap!"
Keempat orang itu terkejut dan segera
bersiap.
Setan Cambuk mendongak keatas dan berseru
lantang : "Tamu lancang! Kau telah berani
datang dan mengintai! Lekas turun serahkan
diri!"
Dari atas atap terdengar suara tertawa
mengekeh! Tiba tiba beberapa buah rotan
diatas atap menguit dan terbuka lebar.
Sesosok tubuh berpakaian gelap melompat
turun.
Serentak dengan itu Setan Cambuk kiblatkan
senjatanya kearah sipendatartg! Setan Pisau
tak ketinggalan. Sekali tangannya bergerak
maka lima buah pisau melesat terbang! Lima
buah pisau menancap dipakaian orang yang
turun dan disaat itu pula ujung cambuk
melanda membuat sasarannya hancur lebur!
Tapi alangkah terkejutnya kelima orang itu
melihat apa yang terjadi!
Ternyata yang mereka serang bukanlah sosok
tubuh seseorang melainkan cuma sehelai
pakaian dan celana panjang yang saling
dikaitkan satu sama lain!
"Kurang ajar! Siapa yang berani
mempermainkan Gerombolan Setan Merah?!"
Terdengar lagi suara mengekeh diatas atap.
Sebuah rotan terkuit dan sebuah benda
melayang kebawah!
Karena takut akan tertiup lagi, kelima
manusia berwajah merah itu tak mau
menyerang! Tapi ketika benda yang melayang
itu menancap diatas meja dihadapan mereka
maka kembali kelimanya terkejut! Benda itu
ternyata adalah sebuah bendera kecil
berbentuk segi tiga dengan gambar dua buah
rencong bersilangan dibagian tengahnya!
"Raja Rencong Dari Utara!" seru Setan Pisau!
Setan Cambuk meskipun berada disarang
sendiri dan lengkap bersama kawan kawannya
namun melihat bendera kecil itu dan
mengetahui siapa adanya tamu diatas atap
menjadi tercekat lalu lambaikan tangannya
dan sekaligus pelita diempat sudut pondokpun
padamlah! Suasana gelap gulita kini dan
diatas atap terdengar suara tawa bergelak.
"Gerombolan Setan Merah! Beginikah cara
kalian menyambut kedatangan tamu?!"
Didalam kegelapan Gerombolan Setan Merah
sudah cabut senjata masing masing. Juga
dari dalam kegelapan itu terdengar suara
jawaban Setan Cambuk.
"Raja Rencong! Angin apakah gerangan yang
membawa kau datang ketempat kami?! Jika
angin baik dipersilahkan turun dengan
hormat! Jika angin engkauburuk yang
membawa penyakit sebaiknya lekas
tinggalkan tempat ini!"
Terdengar suara tertawa gelak gelak dari
orang diatas atap yang memang Raja
Rencong Dari Utara adanya.
Dari celah celah rotan atap kelihatan melesat
empat buah benda bercahaya seperti kunang
kunang yang masing masing menuju keempat
sudut pondok dimana terletak pelita.
Sesaat kemudian keempat pelita itupun
menyalalah kembali! Lima manusia bermuka
merah terkejut bukan main namun mereka
menyembunyikan rasa kagum masing masing.
"Lekas katakan maksud kedatanganmu!" seru
Setan Cambuk pula.
"Ah, aku sudah masuk kedalam pondokmu,
sungguh keterlaluan kalau kalian tuan rumah
sama sekali tidak melihatnya!"
Gerombolan Setan Merah terkejut dan
serempak berpaling kebelakang. Astaga! Mata
mereka terbeliak besar. Tamu yang mereka
sangkakan masih diatas atap tahu tahu
sudah masuk kedalam pondok dan berada
dibelakang mereka!
SETAN PEDANG ADALAH YANG PALING lekas
naik darah diantara kelima Setan Merah.
Melihat orang berani mempermainkan dirinya
dan kawan kawan serta masuk kedalam
pondok dengan petatang-peteteng begitu rupa
marahlah dia dan segera menghunus pedang.
"Raja Rencong. Kau anggap kami ini apakah
hingga tak memandang mata sedikitpun
terhadap kami?!" bentak Setan Pedang. Setan
Gada menepuk bahu kerabatnya itu dan
berbisik : "Jangan kesusu bertindak gegabah.
Bangsat ini sangat lihay".
Sementara itu Setan Cambuk maju selangkah
dan berkata : "Harap segera beri tahu maksud
kedatanganmu, Raja Rencong!".
Raja Rencong Dari Utara menyeringai dan
rangkapkan tangan dimuka dada.
"Kedatanganku kesini adalah membawa angin
baik dan juga angin buruk!"
Setan Cambuk kerenyitkan kening!
"Kami tak mengerti. Harap dijelaskan biar
terang!"
Kembali Raja Rencong menyeringai dan
membuka mulut : "Pertama jika kalian berlima
sedia tunduk padaku dan masuk kedalam
Partai Topan Utara yang bakal kuresmikan
pada tanggal 1 bulan dimuka maka aku
datang kesini membawa angin baik. Untuk itu
kalian harus menyerahkan masing masing
lima puluh keping uang mas dan pada hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara
kalian harus datang ke Bukit Toba!" Kelima
Setan Merah saling berpandangan.
"Dan kalau kami menolak?" menyeletuk Setan
Rencong.
"Berarti kalian sengaja menghendaki angin
buruk!" jawab Raja Rencong Dari Utara. "Dan
kalian terpaksa kumusnahkan dari atas bumi
ini!".
Kesunyian menyeling beberapa saat lamanya.
"Bagaimana? Angin yang manakah yang
kalian pilih?" terdengar Raja Rencong
bertanya.
Setan Cambuk rangkapkan tangan dimuka
dada dan menjawab : "Soal mendirikan partai
adalah urusanmu.
Mengapa kami yang tak ada sangkut pautnya
hendak dilibatkan?!"
"Kau tak layak bertanyat" bentak Raja
Rencong Dari Utara.
"Kalau begitu kau juga tidak layak memaksa!"
balas membentak Setan Pedang penuh
berangasan.
Raja Rencong memandang lekat lekat pada
Setan Pedang lalu tertawa sedingin salju
dipuncak gunung.
"Memang maksudku mendirikan Partai Topan
Utara itu banyak mendapat tantangan! Tapi
semua yang menantang telah tinggal nama
belaka Agaknya hari ini aku berhadapan pula
dengan manusia manusia keras kepala yang
ingin tinggalkan nama percuma dimuka bumi
ini!"
"Jangan mimpi disiang bolong sobat!" tukas
Setan Pedang. "Kami bukan bangsa kacoak
yang bisa dipaksa, kami bukan bangsa kroco
yang bisa diperbudak siapapun! Sekalipun
Raja Dari Akherat!".
Meski hatinya sepanas bara dan mukanya
kelam memerah namun Raja Rencong Dari
Utara masih saja tertawa seenaknya.
"Setan Cambuk! Kau sebagai pemimpin dari
Gerombolan Setan Merah harap segera beri
jawaban.
Mau masuk partaiku atau musnah?!"
engkau"Raja Rencong!" menyahuti Setan
Cambuk.
"Didunia ini masing masing manusia berhak
hidup menempuh jalannya sendiri sendiri!
Mau malang, mau melintang itu adalah
urusan dan kepentingannya sendiri!
Maksudmu untuk mendirikan Partai Topan
Utara itu tentu saja baik. Tapi untuk masuk
kedalamnya harap kau suka memberikan
kelonggaran barang satu dua minggu agar
kami pertimbangkan dan pikirkan!"
"Aku datang malam ini dan harus dapat
jawaban malam ini juga!" kata Raja Rencong
tegas.
Mendidihlah amarah Setan Cambuk.
"Barangkali kau sudah jemu hidup Raja
Rencong?!"
"Kurasa demikian" menimpali Setan Pedang.
"Dari Raja Rencong diatas dunia dia hendak
minta jadi Raja Neraka dialam akhirat!"
Raja Rencong Dari Utara menyeringai. Dia
memandang tak berkesip pada Setan Cambuk
dan berkata : "Sekali lagi aku minta
jawabanmu yang tegas. Jika menolak kalian
tak akan melihat matahari besok hari!"
Setan Cambuk buka kedua tangannya yang
sejak tadi dirangkapkan dimuka dada. Dengan
tertawa getir dia berkata : "Meski namamu
ditakuti dimana-mana tapi nama Setan Merah
telah lebih dulu tersohor di delapan penjuru
angin! Adalah tidak sepantasnya kalau Setan
Merah musti patuh pada Raja Rencong!"
"Jawabanmu sudah cukup jelas! Betul Betul
kau dan kambrat kambratmu sudah jemu
hidup!"
"Kami berlima kau seorang diri! Sekalipun kau
punya lima kepala sepuluh tangan dan kaki,
mana mungkin bisa menang?!" ejek Setan
Gada.
"Sebaliknya sekalipun kalian dua kali lebih
banyak dan ini jangan harap akan lolos dari
lobang jarum kematian!"
"Bangsat rendah! Minggatlah ke neraka!"
bentak Setan Pedang. Tak terlihat kapan dia
mencabut pedangnya dan tahu tahu senjata
itu sudah berkiblat didepan hidung Raja
Rencong Dari Utara!
"Keparat!" damprat Raja Rencong. Sesaat
sebelum pedang menyambar mukanya lima
jari tangannya menjentik! Lima sinar merah
kekuningar menderu dan tubuh Setan Pedang
mencelat kedinding pondok dalam keadaan
hangus, roboh kelantai tanpa bisa berkutik
lagi! Bau daging terpanggang memenuhi
pondok itu!
Kejut Setan Cambuk dan tiga Setan Merah
lainnya bukan alang kepalang! Setan Pedang
adalah jago nomer dua sesudah Setan
Cambuk. Bagaimana dia bisa dibikin konyol
dalam satu gembrakan begitu saja?!
Setan Cambuk tak menunggu lebih lama.
Begitu juga tiga kawannya. Serentak mereka
cabut senjata masing masing dan menerjang
kedepan! Pertempuran hebat segera
berkecamuk! Bertempur dalam jarak dekat
begitu rupa menyukarkan bagi Setan Cambuk
untuk mempergunakan senjatanya. Setelah
melipat tiga lebih, dulu cambuknya baru dia
menerjang membantu kawan kawannya.
Tiga jurus berlalu dengan cepat. Menyangka
dalam tiga jurus itu dia dan kawan kawannya
segera akan dapat membereskan lawan
sebaliknya Setan Cambuk mengeluh dalam
hati karena kenyataannya dia berempatlah
yang kena didesak!
Tiba tiba Setan Cambuk bersuit memberi
tanda.
Setan Pisau , Setan Rencong dan Setan Gada
melompat pondok. Dan disaat itu terdengar
suara menggelegar!
Cambuk ditangan Setan Cambuk melesat
menghantam ke arah muka Raja Rencong.
Dikejap yang sama lima buah pisau menderu
dilemparkan Setan Pisau! Raja Rencong
membentak keras hingga pondok rotan itu
tergetar hebat! Kelihatan sekilas tangannya
yang sebelah kiri bergerak kemudian tubuhnya
lenyap.
Sekejap kemudian terdengar suara bergedebuk
yang disusul suara pekik setinggi langit dan
yang terakhir suara seruan tertahan!
Apa yang terjadi demikian cepatnya hingga
tak sempat seorangpun dari keempat Setan
Merah itu dapat melihat dengan jelas. Ketika
semua itu telah terjadi barulah mereka sadar
dan terkesiap!
Sewaktu diserang oleh cambuk dan lima buah
pisau. Raja Rencong jatuhkan dirinya kelantai
sambil mempergunakan tangan kiri
menyambut bagian belakang dari ujung
cambuk! Bukan saja Raja Rencong berhasil
menyambut dan menangkap ujung cambuk
Setan Cambuk tapi sekaligus begitu jatuhkan
diri dia melewatkan lima pisau yang terbang
kearahnya dan bergulingan ketempat Setan
Pisau yang telah melepaskan kelima pisau
itu. Saking cepatnya gerakan itu Setan Pisau
sendiri tak tahu kalau dirinya diserang.
Dan Tiba tiba saja satu jotosan yang ratusan
kati beratnya telah melanda dadanya! Tulang
dadanya hancur! Darah membusah
dimulutnya. Tubuhnya rebah kelantai!
Dilain kejap Raja Rencong melompat kekiri
dan membuat tiga kali putaran. Maka tahu
tahu Setan Cambuk merasakan sekujur
tubuhnya telah terikat erat oleh cambuknya
sendiri hingga untuk beberapa saat lamanya
dia tak bisa bergerak barang sedikitpun!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh!
Suara tawanya lenyap ditelan deru dua
serangan dari samping yaitu serangan yang
dilancarkan Setan Rencong dan Setan Gada!
Serangan ini hebat dan ganas sekali karena
dilancarkan dengan penuh amarah serta
segala kelihayan yang ada! Dan hasil dari
serangan itu adalah lebih hebat lagi!
Sekejap senjata kedua Setan Merah itu akan
menemui sasarannya maka kelihatanlah
kiblatan sinar kuning yang menyilaukan.
Rencong dan gada ditangan kedua kawan
Setan Cambuk itu terlepas mental.
Keduanya terhuyung-huyung dengan
memegangi dada yang berlumuran darah
tertusuk Rencong Emas ditangan Raja
Rencong Dari Utara. Sesaat kemudian mereka
merasa sekujur tubuh mereka panas dingin,
jalan darah seperti terbalik dan kepala
laksana mau pecah. Sewaktu lutut masing
masing menjadi goyah keduanya
bergelimpangan rebah, berkelojotan sejenak
lalu tak bergerak lagi alias mati!
Raja Rencong Dari Utara tertawa mengekeh.
Sekali dia meniup Rencong Emas maka
lenyaplah noda darah pada ujung senjata itu.
Sambil memasukkan senjata sakti itu
kesarungnya yang tersisip dipinggang Raja
Rencong berpaling pada Setan Cambuk yang
saat itu telah melupakan untuk membebaskan
dirinya dari libatan cambuk karena terkesiap
melihat bagaimana keempat anak buahnya
satu demi satu menemui ajal ditangan Raja
Rencong!
"Bagaimana?! Apakah kau masih punya nyali
untuk menghadapi ku?!" tanya Raja Rencong.
Paras Setan Cambuk yang tadi sepucat kertas
kini menjadi kelam merah. Sekali dia berontak
maka lepaslah ikatan cambuk disekujur
tubuhnya!
"Masih mau melawan?!" bentak Raja Rencong
seraya siapkan ilmu pukulan kuku api
ditangan kanannya. Meski darahnya mendidih,
meski amarah bergejolak membakar hatinya
namun pada dasarnya Setan Cambuk memang
sudah tak punya nyali untuk menempur Raja
Rencong. Dia sudah saksikan sendiri
kehebatan Raja Rencong! Sudah saksikan pula
kematian kawan kawannya. Berlima dia tak
sanggup mengalahkan Raja Rencong, apalagi
dengan seorang diri.
"Aku mengaku kalah", desis Setan Cambuk
seraya melemparkan senjatanya.
"Mengaku kalah berarti tunduk kepadaku!"
"Aku tunduk!" kata Setan Cambuk dengan hati
penasaran.
"Dan harus bersumpah untuk masuk kedalam
Partai Topan Utara!"
"Aku bersumpah!" dan Setan Cambuk
mengangkat tangan kanannya sebagaimana
laku seorang yang tengah disumpah. Tapi
Tiba tiba tangannya itu secepat kilat
dipukulkan kemuka.
"Wutt!"
Selarik sinar hitam menderu kearah Raja
Rencong. Kejut dan amarah Raja Rencong
bukan main!
"Keparat berani menipuku!" hardik Raja
Rencong.
"Bangsat! Mampuslah!" teriak Setan Cambuk
seraya hantamkan tangan kanannya sekali
lagi!
Tapi yang sekali ini Raja Rencong Dari Utara
tidak memberi hati lagi. Lima jari tangan
kanannya menjentik. Lima sinar merah
kekuningan menderu dan terdengarlah pekik
pemimpin Gerombolan Setan Merah itu!
Riwayatnya tamat! Tubuhnya hangus
kehitaman menghampar bau daging yang
terpanggang!
PUNCAK BUKIT TOBA MERUPAKAN selimutan
hutan belantara yang amat rapat karena
jarang diinjak dan didatangi manusia.
Delapan penjuru kaki bukit berhubungan
dengan pantai yang setiap saat disirami
pecahan dan buih ombak sehingga dengan
kata lain bukit besar itu adalah sebuah pulau
yang terletak di tengah danau yang sangat
luas.
Dalam tiupan angin siang yang sepoi sepoi
basah, diatas air danau kelihatan meluncur
sebuah perahu yang ditumpangi oleh.tiga
orang berjubah dan bersorban putih!
Ketiganya tidak memegang sebuah
pendayungpun, tapi hebatnya, dengan
mempergunakan telapak telapak tangan
sebagai pengganti pendayung, ketiganya
membuat perahu itu meluncur laksana naga
terbang diatas permukaan air danau hingga
dalam tempo yang singkat perahu merekapun
sudah mendarat dibagian timur pulau, dan
mereka melompai dalam gerakan gerakan
yang luar biasa ringannya! Sewaktu
melangkah diatas pasir pantai yang basah,
sama sekali kaki kaki mereka tidak
meninggalkan jejak barang sedi kitpun
Nyatalah ketiga orang ini manusia manusia
berke pandaian tinggi!
Salah seorang dari ketiganya yang agaknya
menjadi pemimpin rombongan memandang
berkeliling, lalu memberi isyarat pada kedua
kawannya dan sebentar kemudian ketiganya
sudah berlari laksana terbang menuju
kepuncak Bukit Toba. Semakin jauh keatas
bukit semakin susah perjalanan karena sangat
rapatnya pohon pohon dan semak beluar.
Ketiga orang ini tentu saja tidak mau rusak
pakaian mereka terkait ujung ranting dan
semak belukar. Karenanya merekaengkaupun
melanjutkan perjalanan dengan "berlari"
diatas pohon, melompat dari satu cabang
kecabang lain dan tanpa mengeluarkan suara
barang sedikitpun! Benar benar amat
mengagumkan!
Beberapa lama kemudian ketiganya sampai
dipuncak Bukit Toba. Yang terdepan berhenti
dicabang paling atas dari sebuah pohon yang
besar dan luar biasa tingginya. kawan
kawannya kemudian berdiri disisi kiri kanan
dan mereka sama memandang kedepan.
Didepan sana, dikelilingi oleh pohon pohon
besar tinggi terdapat sebuah bangunan
berbentuk istana.
Tapi bangunan ini sudah sangat tua sekali
dan tidak mendapat rawatan sebagaimana
mustinya hingga keadaannya amat
menyeramkan!
Seluruh bangunan diselimuti debu tebal.
Hampir disetiap sudut kelihatan jaring laba
laba bahkan juga tampak sarang sarang
burung dan kelelawar! Atap bagian depan
miring kekiri. Diatas genting tumbuh pohon
pohon kecil, lumut menyelimut dimana-mana.
"Inikah tempatnya?!" tanya salah seorang laki
laki tua diatas pohon.
"Kelihatannya seperti tak pernah didatangi
manusia.
Mungkin kau salah ".
Laki laki yang berdiri ditengah memandang
berkeliling sebentar lalu menjawab :
"Kemanapun mata ditujukan hanya itu satu
satunya bangunan yang kelihatan dipuncak
bukit ini!"
"Tapi sungguh tak ".
"Diam! Ada orang datang!" kata orang tua
yang ditengah. Sesaat kemudian baru dua
orang tua lainnya mendengar suara
bergemerisik. Ini sudah cukup menjadi
pertanda bagaimanapun tingginya ilmu kedua
orang yang belakangan ini tapi masih berada
dibawah engkauorang tua yang pertama.
Ketiganya cepat memandang berkeliling. Baru
saja memutar leher Tiba tiba mengumandang
suara bentakan yang sangat keras!
"Tiga tua renta diatas pohon, apakah datang
ada membawa kain kafan untuk pembungkus
jenazah kalian masing masing kelak?!"
Ketiga orang tua diatas pohon terkejut bukan
alang kepalang. Terkejut bukan karena keras
lantangnya suara bentakan itu yang hingga
saat itu masih mengumandang keseluruh
pelosok bukit, juga bukan karena bentakan
yang demikian menganggap rendah bahwa
mereka akan menemui ajal! Yang mengejutkan
mereka ialah karena suara bentakan itu jelas
sekali adalah suara perempuan!
Dan belum habis keterkejutan ketiganya suara
bentakan itu mengumandang kembali lebih
keras dan kali ini bernada memerintah:
"Manusia manusia berjubah putih! Lekas
turun!"
Pertama sekali suara bentakan itu terdengar
datangnya dari arah barat, diantara pohon
pohon besar yang rapat. Yang kedua kali tadi
bentakan itu datangnya dari arah bangunan
tua! Maka ketiga orang tua berjubah putih
itupun tanpa melupakan kewaspadaan segera
melompat turun kepelataran batu yang
terdapat didepan bangunan.
Namun tiada terkirakan kejut dan peranjat
mereka sewaktu orang yang tadi membentak
bukan muncul dari dalam bangunan tua
melainkan dari balik pohon besar diatas mana
mereka tadi berdiri! Nyatalah betapa hebat
dan lihaynya ilmu memindahkan luara orang
itu! Dan yang lebih membuat ketiga orang tua
bersorban itu lebih kagum ialah orang yang
muncul itu adalah seorang perempuan
berpakaian ungu. Rambutnya panjanq hitam
tergerai sampai Kepunggung. Parasnya
ditutup dengan sehelai kerudung yang juga
berwarna ungu. Mendengar kepada suaranya
yang tajam menyorot perempuan ini pastilah
bersifat keras dan galak! Ketiga orang tua tak
dapat menduga berapa kira kira usia
perempuan berkerudung ini. Dan dalam berdiri
terpisah sejauh beberapa tombak itu
ketiganya dapat mencium bau harum yang
keluar dari tubuh dan pakaian perempuan
berkerudung!
"Dengan siapakah kami berhadapan?!" tanya
orang tua yang bertindak sebagai pemimpin
rombongan.
Dari balik kerudung ungu terdengar suara
mendengus.
"Kalian pendatang pendatang yang tidak tahu
diri dan lancang berani datang kemari yang
musti terangkan diri!"
Orang tua itu batuk batuk dan sunggingkan
senyum.
"Jangan tertawa macam monyet kurang
ingatan!" bentak perempuan-berkerudung!
"Kalau sekiranya kau mau membuka kerudung,
baru kami akan terangkan siapa kami dan
juga maksud kedatangan kami bertiga kesini!"
Terdengar suara gigi gigi berkeretakan!
"Tua bangka keparat! Sudah hampir mampus
masih berhati kotor ingin melihat paras
perempuan!
Apakah itu sifat orang beragama macam
kalian!"
Merahlah wajah ketiga orang berjubah putih,
apalagi yang tadi bicara. Dia berkata begitu
tadi dengan maksud untuk mengetahui
dengan siapa sesungguhnya dia berhadapan,
tapi sikerudung ungu salah, sangka dan
mendampratnya!
"Kami orang orang tua mana ada pikiran
untuk tergoda pada keindahan dunia ini!
Justru kedatangan kami kesini adalah untuk
menyelamatkan dunia ini dari segala macam
kekotoran!"
Perempuan berkerudung tertawa. Suara
tawanya cukup merdu tapi juga cukup
menyeramkan!
"Hebat sekali kalau begitu!", katanya dengan
nada mengejek. "Tapi kau kesasar datang
kesini, orang orang tua! Kau kesasar
mengantarkan jiwa! Tahukah kau
bahwa'setiap ada manusia luaran yang berani
menginjakkan kakinya dipulau ini berarti
mati?!
Sekarang lekas beri tahu nama kalian agar
setan setan penghuni pulau lebih cepat
mengenal calon calon kawannya!"
Penghinaan perempuan berkerudung itu sudah
melewati batas. Tapi ketiga orang tua
berjubah putih tetap berdiri dengan sabar
malah yang seorang menjawab :
"Aku Kyai Suhudilah dan dua orang kawanku
ini Kyai Selawah dan Kyai Tanjung Laboh "
"Hem jadi kau Kyai Suhudilah! Aku tahu
sudah apa maksud kedatanganmu bersama
dua kambratmu itu kesini. Pasti untuk
membalas dendam karena ayahku telah
menghancurkan Pesantrenmu beberapa waktu
yang lampau!".
"Jadi kami berhadapan dengan anak
perempuan Raja Rencong Dari Utara?!" ujar
Kyai Suhudilah.
"Sudah tahu kenapa tidak lekas lekas
berlutut?!" Kyai Suhudilah tertawa dingin.
"Menurut ajaran agama kami, satu satunya
kepada siapa manusia berlutut ialah Tuhan
bukan manusia, apalagi manusia macam kau,
anak seorang durjana biang penyebab
malapetaka dan bencana didelapan penjuru
angin!" Lekas panggil ayahmu!"
"Tua bangka sialan! Kau tidak layak
memerintahku!"
bentak perempuan berkerudung ungu.
"Jika demikian ", berkata Kyai Selawah,"harap
dimaafkan kalau kami mungkin terpaksa
memaksamu".
Anak Raja Rencong Dari Utara berpaling
kepada Kyai Selawah. "Mulutmu sombong,
tapi kau bicara masih punya perasaan. Kelak
kematianmu lebih mendingan dari pada
kawanmu yang satu ini!" dan dia menuding
pada Kyai Suhudilah. Dan setelah memandang
Kyai Suhudilah dengan sorot matanya,
perempuan itu berkata : "Kedatanganmu
kesini pasti untuk balas dendam pada ayahku!
Sebelum ayahku muncul kunasihatkan agar
kau cepat cepat saja bunuh diri!
Itu lebih baik bagimu, orang tua!".
Air muka Kyai Suhudilah kelihatan merah.
Bagaimanapun sabarnya seseorang, lambat
laun kesabarannya akan luntur juga.
"Perempuan, kesombongan dan kecongkakan
ayahmu rupanya sudah kau wariskan selagi
dia masih hidup! Kuharap kesombongan dan
kecongkakan itu segera kau buang bila
ayahmu meninggal !"
"Tua bangka bermulut besar! Kau berani
menghina aku dan ayah! Makan jariku ini!".
Perempuan berkerudung jentikkan lima jari
tangan kirinya sekaligus!
"Wuut!"
Lima sinar merah kekuningan menderu kearah
Kyai Suhudilah!
"Awas pukulan kuku api!" teriak Kyai
Suhudilah memperingatkan kedua kawannya.
Dia sendiri sambil menghindar kebutkan
lengan jubahnya sebelah kanan!
"Wuus!"
Kyai Suhudilah pucat pasi parasnya! Meski
kebutan lengan jubahnya berhasil
membuyarkan serangan maut itu namun tak
urung lengan jubahnya menjadi hangus hitam
dan hawa panas menjalar kekulit lengan!
Dengan cepat sang Kyai sobek ujung lengan
jubahnya.
Gadis berkerudung ungu tertawa gelak gelak.
"Kalau kepandaianmu cuma sedalam sungai
yang dangkal, betul betul hanya
mengantarkan jiwa datang kemari! Lebih baik
kalian bertiga bunuh diri!"
Kyai Suhudilah mendekam dalam hati, dan
berkata :"Kami bukan manusia manusia
bangsa pengecut yang bersedia melawan
seorang perempuan! Lekas panggil ayahmu!"
"Benar benar tidak tahu diri! Diberi
kesempatan bunuh diri malah tambah
menantang!". Bola bola mata sigadis
menyorot tajam dan sesaat kemudian
tubuhnya berkelebat dan tahu tahu sudah
membagi serangan pada ketiga Kyai dalam
satu jurus bernama "tiga ekor naga
menggempur sang surya"
Kembali ketiga Kyai dikejutkan oleh kehebatan
serangan ini! cepat cepat mereka menghindar
dan setelah aling memberi isyarat serentak
maju untuk meringkus anak gadis Raja
Rencong itu hidup hidup! Namun mereka
tertipu! Tidak semudah itu untuk menangkap
hidup hidup gadis yang sudah menguasai
lebih setengah bagian dari ilmu silat ajaran
ayahnya! Begitu ketiga Kyai serempak maju,
tubuh sigadis berkelebat dan lenyap! Lalu
terdengar suara lengkingan seperti lengkingan
burung raksasa. Lobang lobang telinga ketiga
Kyai terngiang sakit! Dan dalam pada itu satu
tebasan tepi telapak tangan menderu
sekaligus kearah kepala mereka!
Kyai Suhudilah dan kawan kawan terpaksa
bersurut undur untuk selamatkan kepala
masing masing! Mereka mengeluh, jika
anaknya demikian hebatnya tentu ayahnya
bukan lawan enteng meskipun mereka bertiga!
Kyai Suhudilah merenung cepat. Dia adalah
seorang yang bermata tajam dan setiap
bertempur selalu memperhatikan gerakan
gerakan yang dibuat lawan!
Meski baru satu gerakan namun dia telah
dapat melihat sifat sifat gerakan sigadis dan
tahu dimana letak kelemahan ilmu silat
lawan! Dengan cepat Kyai Suhudilah berkaca
dengan ilmu menyusupkan suara pada kedua
Kyai lainnya : "Kita serang dia dengan barisan
tiga malaekat lenyap kelangit!"
Kyai Salawah dan Kyai Tanjung Laboh
mengangguk tanda mengerti. Kyai Suhudilah
mengedipkan matanya dan ketiganyapun
kemudian menyerbu dari tiga jurusan. Kyai
Suhudilah dari depan, Kyai Selawah dari
samping kanan dan Kyai Tanjung Laboh dari
samping kiri!
"Ilmu silat picisan macam apa yang hendak
kalian obral di hadapanku?!" ejek anak gadis
Raja Rencong. Tubuhnya dibungkukkan sedikit
dan dengan mengandalkan tumit kaki kirinya,
laksana sebuah titiran dia berputar dengan
kaki kanan menderu ke arah ketiga
penyerangnya!
Yang sekali ini tidak mudah bagi gadis ber
kerudung ungu ini untuk memusnahkan
serangan ke tiga Kyai itu.
Karena begitu tubuhnya berputar dan
menghantamkan tendangan dalam bentuk
lingkaran, ketiga lawannya berkelebat cepat,
lenyap dari pemandangannya dan tahu tahu
sudah menyerang lagi dari jurusan yang lain
yaitu Kyai Suhudilah dari belakang. Kyai
Selawah dari depan sedang Kyai yang satu
lagi Dari samping kanan. Tiga buah totokan
menderu ke Arah tiga jalan darah si gadis!
Gadis itu kertakkan geraham tanda penasaran
Kedua kakinya menjejak tanah. Didahului oleh
satu lengkingan keras dia melompat ke atas.
Kaki kiri dihantamkan kedepan menendang
lengan Kyai Selawah.
Kaki kanan ditendangkan saperti kuda
menendang kearah Kyai Suhudilah yang
menyerang dari belakang sedang satu pukulan
tangan kosong yang mendatangkan angin
keras dihantamkan kebatok kepala Kyai
Tanjung Laboh yang menotok dari samping!
Karena tubuh sigadis berada diudara dan
lebih tinggi dari ketiga lawannya maka meski
bagaimanapun hebatnya serangan para Kyai
namun serangan. balasan dari sigadis tak
dapat tidak akan berhasil mencelakakan
mereka lebih dulu!
Anak gadis Raja Rencong menyeringai dibalik
kerudungnya sewaktu melhat ketiga
penyerangnya menarik pulang tangan masing
masing. Segera dia hendak susulkah dengan
tiga serangan berantai yang menurutnya tidak
dapat tidak pasti akan mengirim mereka
kepintu kematian! Dengan gelak mengejek
maka dia segera lancarkan tiga serangan
berantai itu!
Tapi hatinya menciut!
Parasnya yang, tersembunyi dibalik kerudung
berubah total! Peluh dingin mengucur
dikeningnya sewaktu entah bagaimana ketiga
calon korbannya itu lenyap dari pemandangan
dan tahu tahu tiga pusat jalan darahnya
terasa dingin! Sadarlah sigadis bahwa ketiga
lawannya sebelum sempat dia menyerang
telah lebih dulu mengirimkan totokan totokan
dari jurusan lain yang tak diduganya! Meski
bagaimanapun kehebatan dan kecepatannya
untuk mengelak atau menangkis tapi kini
sudah kasip! Yang bisa dilakukannya cumalah
memaki dan merutuk dalam hati!!
engkauSigadis mengeluh tinggi sewaktu
totokan yang pertama melanda jalan darah
dipunggungnya. Kedua tangannya dengan
serta merta lumpuh. Tubuhnya terhuyung-
huyung kemuka. Dalam sedetik lagi dua
totokan segera pula akan mendarat susul
menyusul di bagian lain tubuhnya!
Dalam keadaan yang demikian kritisnya bagi
sigadis Tiba tiba mengumandanglah suara
bentakan yang kerasnya laksana gelegar
gunung meletus!
"Pandansuri! Siapa yang berani berlaku
kurang ajar terhadapmu?!"
Satu gelombang angin yang luar biasa
dahsyatnya menderu, membuat ketiga Kyai
terhuyung lima langkah dari kalangan
pertempuran sedang gelombang angin itu
sekaligus melepaskan totokan ditubuh sigadis
yang ternyata bernama Pandansuri!
MENDENGAR SUARA BENTAKAN ITU dan
merasa totokan pada punggungnya lepas
Pandansuri menjadi lega. Sebaliknya ketiga
Kyai terkejut bukan main! Mereka adalah
orang orang cabang atas dalam ilmu silat,
tapi sekali terpa saja ketiganya telah
"dilemparkan" keluar sejauh lima langkah dari
kalangan pertempuran! Mereka sama
palingkan kepala dengan cepat!
Seorang laki laki berbadan tinggi tegap berdiri
bertolak pinggang dibawah atap bangunan
tua! Pakaiannya dan juga destarnya yang
tinggi berwarna ungu.
Tampangnya yang angker itu dihias dengan
kumis hitam melintang. Bajunya yang sengaja
tidak dikancingkan memperlihatkan dada
yang penuh otot dan berbulu!
"Apakah kami berhadapan dengan Raja
Rencong dari Utara?!" tanya Kyai Suhudilah.
Pelipis laki laki itu menggembung. "Sialan!
Ditanya malah menanya! Jawab! Apa kalian
tidak malu mengeroyok seorang perempuan?!"
"Malu atau tidak malu bukan itu soalnya",
jawab Kyai Suhudilah. "Kami datang mencari
Raja Rencong! Dan anak gadisnya hendak
membunuh kami bertiga! Apakah salah kalau
kami tak bisa berpangku tangan ?!"
Laki laki berkumis melintang tertawa sambil
usap usap dadanya yang berbulu.
"Baru menghadapi anaknya kalian sudah
kewalahan!
Bagaimana kalian punya nyali untuk datang
kemari dan mencariku ?!"
"Ayah! Perlu apa bicara panjang lebar dengan
Tua bungka ini! Dia telah menghina kita! Biar
kau engkausaksikan bagaimana daku memberi
pelajaran caranya mati pada mereka!".
Pandansuri lantas cabut sebilah rencong
perak dari balik pakaiannya. Senjata ini
berkilauan ditimpa sinar matahari dan adalah
sebuah senjata mustika. Tanpa berbaling
pada anaknya Raja Rencong berkata :
"Pandan, kau masuklah! Siapkan Arena Topan
Utara!".
Meskipun hatinya penasaran sekali diperintah
demikian, dengan banting banting kaki
Pandansuri akhirnya masuk kedalam
bangunan tua yang berbentuk seperti
bangunan tempat kediaman hantu itu!
"Raja Rencong Dari Utara!" kata Kyai
Suhudilah.
"Banyak hal pertanggungan jawab yang
hendak kuminta padamu !".
"Begitu?! Silahkan masuk ketempatku! Kita
bicara di Arena Topan Utara!".
"Cukup disini saja", sahut Kyai Suhudilah.
Raja Rencong menyeringai. "Walau
bagaimanapun aku masih punya peradatan
dalam menerima kunjungan tamu! Sekalipun
tamu tamu itu datang sengaja untuk mencari
mampus!". Habis berkata begitu Raja Rencong
memutar tubuh dan masuk kedalam bangunan
tua. Mau tak mau ketiga Kyai terpaksa
mengikuti dari belakang!
Bangunan itu ternyata panjang sekali. Ketiga
Kyai melangkah dibelakang Raja Rencong
terpisah sejauh sepuluh langkah. Mereka
senantiasa berlaku waspada karena kalau
bangunan tua itu betul betul menjadi sarang
Raja Rencong Dari Utara bukan mustahil
dilengkapi dengan segala macam alat rahasia
yang berbahaya.
Dan bukan tidak mustahil pula Raja Rencong
tengah hendak menjebak mereka bertiga!
"kawan kawan, bagaimana kalau kita serang
dan ringkus dia hidup hidup selagi
membelakangi kita ini?!" bisik Kyai Selawah.
Kyai Suhudilah merenung sejenak lalu
menggeleng pelahan. "Itu tindakan pengecut",
katanya.
"Kalau kita menang tak akan terpuji, kalah
malah memalukan!"
"Tapi terhadap manusia biang malapetaka
macam yang satu ini kurasa tak perlu
memakai segala macam ukuran baik dan
buruk lagi!", bisik Kyai Tanjung Laboh.
"Walau bagaimanapun kita tak bisa bertindak
begitu", menyahut Kyai Suhudilah.
Ketiganya melangkah terus mengikuti Raja
Rencong.
Mereka menuruni sebuah tangga batu. Tangga
Itu sebenarnya terbuat dari batu mar-mar
yang putih bersih. Tapi karena tak pernah
dirawat dan dibersihkan tangga itu telah
menjadi hitam diselimuti lapisan debu
setinggi beberapa mili! Raja Rencong
menuruni anak tangga dengan sikap acuh tak
acuh. Ketika Kyai Suhudilah dan kawan
kawan memandang kebawah, pada lapisan
debu yang menutupi anak anak tangga tak
kelihatan sedikit jejakpun! Sebaliknya ketika
mereka memandang kebelakang, keanak-anak
tangga yang tadi mereka lewati kentaralah
jejak jejak kaki mereka, meskipun tidak
membayang jelas! Dan ketiga Kyai ini sama
sama menggigit bibir.
"Kuatkan hati kalian!" bisik Kyai Suhudilah
memberi semangat. "Betapapun kejahatan itu
tak bisa bertahan lama! Kalaupun kita harus
pasrahkan jiwa ditempat ini, kita mati dalam
berjuang! Mati syahid!"
Di bagian bawah bangunan tua itu terdapat
sebuah ruang batu yang amat luas yang kira-
kira dapat menampung lima ratus orang di
keempat tepinya.
Ruangan batu ini berbeda sekali dengan
seluruh keadaan bangunan yang telah dilihat
oleh ketiga Kiai. Keadaannya luar biasa
bersihnya hingga bayangan-bayangan tubuh
orang yang berada di ruangan itu akan
kelihatan samarsamar
di lantai dan dinding serta atap. Ruangan itu
berbentuk empat persegi. Di bagian tengahnya
terdapat pelataran yang agak tinggi,
berbentuk lingkaran. Inilah Arena Topan.
Utara!
Di tengah Arena terdapat sebuah meja kayu
jati yang indah berukir-ukir dikelilingi empat
buah kursi. Satu dari keempat kursi ini lebih
bagus dan besar dari tiga lainnya.
Di atas meja terdapat empat buah piala
perak. Raja Rencong naik ke atas Arena dan
duduk di kursi besar, memandang pada ketiga
tamunya dan berkata :"Silahkan mengambil
tempat duduk !"
Ketiga Kiai duduk di masing-masing kursi.
Kewaspadaan mereka semakin dipertebal. Tak
seorang lainpun yang kelihatan.
"Sebelum kita bicara silahkan minum arak
dalam piala!" Raja Rencong lalu mendahului
meneguk arak dalam piala di hadapanny.a.
Ketika dia meletakkan piala yang kosong itu
di atas meja kembali matanya membeliak:
."Kenapa kalian tidak mau minum?".
"Terima kasih! Agama kami tidak
memperkenankan meneguk minuman keras
macam begini", sahut Kiai Suhudilah.
"Agamamu-agamamu! Di sini kalian harus
mengikuti aturanku dan menghormati diriku!
Lekas minum!".
"Terima kasih. Lebih baik ".
"Apakah kau kira aku hendak meracuni
kalian?!" sentak Raja Rencong mulai
beringasan.
"Kami datang ke sini bukan untuk minum-
minum" membuka mulut Kiai Tanjung Laboh.
"Tapi untuk bicara! Untuk meminta
pertanggungan jawabmu .. Raja Rencong
menyeringai. Lalu matanya yang garang
menyapu paras ketiga Kiai di hadapannya.
Dan dari mulutnya mendesis suara pertanyaan
:"Bicara hal apa dan pertanggungan jawab
apa?!" "Kurasa kau sudah cukup maklumi"
jawab Kiai Suhudilah. "Tapi aku tak keberatan
untuk mengatakannya blak-blakan padamu.
Selama belasan tahun daerah utara ini aman
tenteram! Namun sejak kau muncul maka di
mana-mana timbul malapetaka, dlmana-
mana timbul keonaran! Kalau cuma
malapetaka dan keonaran biasa itu bukan
apa-apa tapi kau juga
sekaligus mempunyai cita-cita untuk
mendirikan sebuah Partai yang bertujuan
jahat sematamata!" Sampai di situ Raja
Rencong menukas.
"Apakah menjadi hak orang lain untuk tidak
tenang dengan cita-cita seseorang ?!"
"Memang bukan hak orang lain! Tapi kalau
cita-cita itu hendak dicapai dengan
mengorbankan nyawa manusia yang tak mau
tunduk dan ikut dalam Partaimu, dengan jalan
membunuh puluhan manusia tanpa
kemanusiaan, maka itu adalah hak setiap
Orang untuk turun tangani Di samping itu aku
pribadi Ingin meminta pertanggungan
jawabmu atas kematian Wakil serta duapuluh
orang penghuni Pesantren Suhudilah!"
Raja Rencong Dari Utara memuntir-muntir
kumis kumisnya. Dalam pada itu Kiai Tanjung
Laboh berkata pula: "Aku dan Kiai Selawah
merasa mempunyai tanggung jawab untuk
mengamankan dan menenteramkan daerah
utara yang telah dilanda malapetaka besar
itu! Karena itulah kami berdua datang
menyertai Kiai Suhudilah !".
"Jika begitu katakan saja cara bagaimana
kalian bertiga hendak turun tangan terhadap
Raja Rencong Dari Utara!", kata Raja Rencong.
"Atas apa yang kau telah buat didunia luar
dan di Pesantrenku, aku dan kawan kawan
berhak memisahkan batang lehermu dengan
badan! Namun sebagai orang beragama kami
masih mau memberikan ampunan dengan
jalan hanya memotong kedua tanganmu
sebatas siku !"'
Raja Rencong Dari Utara kerenyitkan kening,
mendelikkan mata lalu tertawa gelak gelak
hingga keempat dinding ruangan itu bergetar!
Tangan kirinya mengusap-usap dadanya yang
berbulu. Kyai Suhudilah keluarkan sebatang
golok besar yang tajam luar biasa.
Sehelai rambut yang dimelintangkan diatas
mata golok lalu ditiup pelahan pasti akan
putus!
"Terima kasih..terima kasih! Sungguh kalian
bertiga manusia manusia agama yang baik
budi dan punya pertimbangan yang adil!" kata
Raja Rencong.
Lalu sambungnya : "Karena kalian bertiga
mau mengampuni jiwaku, maka akupun rela
pula untuk tidak mencabut nyawa kalian
meskipun aku mempunyai aturan bahwa siapa
yang berani datang kepulau ini pasti akan
kubunuh! Karenanya kalian bertiga lekas lekas
saja bunuh diri! Bagaimana cara terserah
masing masing kalian! Tentang jenazah kalian
tak perlu dikhawatirkan!
Danau yang mengitari pulau ini cukup layak
menjadi kubur kalian!"
"Raja Rencong", ujar. Kyai Suhudilah.
"Kejahatanmu akan kami balas dengan
keadilan! Itu sudah lebih dari layak! apakah
kau masih hendak berkeras kepala mengikuti
kesesatannya setan?!"
Raja Rencong Dari Utara berdiri dari kursinya
sambil tertawa sedingin es.
"Diberi kesempatan untuk bunuh diri, kalian
tidak mau melakukan! Terpaksa tanganku
yang bertindak.
Perlahan lahan Raja Rencong angkat tangan
kanannya. Lima jari yang dikembang kukunya
kelihatan berubah merah kekuningan!
"Wuut!"
Lima larik sinar merah kekuningan yang
panasnya bukan olah-olah menggempur ke
arah tiga Kiai.
Baiknya para Kiai ini sudah bersiap sedia
sehingga begitu serangan ilmu kuku api
dilancarkan maka ketiganya sudah melewat
dari kursi masing-masing!
Yang menjadi korban ialah tiga kursi bekas
tempat mereka duduk. Ketiga kursi itu serta
merta menjadi hitam hangus mengebul!
Meski hati tergetar hebat melihat kehebatan
kesaktian lawan namun ketiga Kiai sudah
bertekad bulat untuk berkorban jiwa demi
kemusnahan manusia biang malapetaka!
Serentak turun ketiganya Ialah mencabut
senjata dan menyerang dengan hebat!
Kiai Suhudilah menyerang dengan sebuah
tasbih Kumala Hijau, sedang tangan kiri
memutar golok Datar yang tadi hendak
dipakai untuk memotong kedua lengan Raja
Recong. Kiai Selawah menggempur dengan
sebilah pedang biru sedang Kiai yang ketiga
yakni Kiai Tandjung Laboh menghantam
dengan sebuah kebutan yang berbentuk
seperti sapu kecil Raja Rencong Dari Utara
berdiri di tempatnya dengan sikap acuh tak
acuh meski topan serangan melandanya. Yang
hebat ialah jangankan tubuhnya, rambut atau
pakaiannyapun tidak berkibar dilanda angin
serangan para Kiai! Sesaat tiga ujung senjata
akan '.'mencium" dirinya, Raja Rencong Dari
Utara gerakan tangan kanannya! Pedang,
Tasbih Kumala Hijau dan Kebutan Sakti
terpental kembali laksana menghantam benda
karet yang atos!
Berobahlan paras ketiga Kiai! Raja Rencong
Dari Utara tertawa mengejek.
Tiba-tiba sekali tangan kanannya bergerak
dan dari mulutnya yang tadi tertawa keluar
seman :"Makan jotosan selaksa palu godam
ini !"
Meski sebelumnya berseru demikian rupa yang
sekaligus memberi peringatan pada calon
korbannya namun ketiga Kiai tak dapat
melihat gerakan tangan lawan dan yang lebih
hebat lagi mereka tak tahu siapa di antara
mereka yang menjadi sasaran, demikianlah
saking cepatnya geraan serangan Raja
Rencong Dari Utara.
Lalu terdengarlah suara :"Ngek!"
Tubuh Kiai Selawah tertekuk ke muka sebentar
lalu mencelat mental keluar Arena,
menggeletak di lantai batu dengan perut
pecah !
Kiai Suhudilah dan Kiai Tanjung Lor tertegun
terkesiap beberapa ketika lamanya!
"Kenapa termangu?! Kalian tokh.akan
menerima nasib macam dia pula ?!" ujar Raja
Rencong pula. Kedua Kiai kertakan rahang.
Pelipis-pelipis keduanya menggembung tanda
mereka tak dapat lagi mengendalikan amarah
yang meluap! Kiai Suhudilah engkau
menyerang lebih dahulu dengan jurus silat
Turki yang aneh gerakannya.
"Hemm silat picisan dari negeri orang yang
ditontonkan di depanku!" ejek Raca Rencong.
"Sanggupkan ilmu silat Turki menerima
pukulanku yang ini ?!"
Dengan jari-jari tangan mengembang, Raja
Rencong Dari Utara dorongkan tangan
kanannya ke arah Kiai Suhudilah! Bacokan
golok besar dan hantaman Tasbih Kumala
Hijau tertahan dan mental. Bersamaan dengan
itu satu gelombang angin yang luar biasa
hebatnya menerpa tubuh Kiai Suhudilah! Kiai
ini mengeluh dan mental ke luar Arena. Begitu
terhantar di lantai batu tak berkutik lagi
karena meski di luar.
tubuhnya tak kelihatan rusak namun di dalam
dua balas urat-urat yang paling penting telah
putus!
Itulah kehebatan ilmu pukulan "topan pemutus
urat"!
Semangat Kyai Tanjung Laboh seperti terbang
menyaksikan kematian kedua, kawannya itu!
Mukanya pucat tiada berdarah. Dan Tiba tiba
Raja Rencong berpaling padanya dengan
seringai maut bermain dibibir.
"Sesudah melihat tontonan ngeri itu apakah
kau masih punya nyali? Bukankah lebih baik
bunuh diri saja agar kau bisa mampus dengan
enak?!"
"Demi Tuhan! Lebih baik mati dengan senjata
ditangan dari pada melakukan kepengecutan"
jawab Kyai Tanjung Laboh. Seluruh tenaga
dalamnya telah dialirkan keujung kebutan dan
sekali dia menggerakkan senjata itu maka
sepuluh jalan darah ditubuh Raja Rencong
diancam bahaya maut!
Anehnya Raja Rencong cuma ganda tertawa
yang membuat darah Kyai Tanjung Laboh
tambah meluapluap!
Sekejap lagi sambaran ujung kebutan akan
melanda jalan jalan darah ditubuh lawannya
Tiba tiba tangannya terasa kesemutan dan
kebutannya terpental lepas dari tangan!
Meski menyadari sepenuhnya bahwa Raja
Rencong bukan lawannya namun dengan
kalap Kyai Tanjung Laboh yang berhati jantan
itu menyambar pedang Kyai Selawah yang
tadi terjatuh dan dengan senjata itu dia
menggempur habis habisan! Hujan serangan
menelikung tubuh Raja Rencong yang sama
sekali tidak bergerak ditempatnya malah
menanggapi serangan itu dengan tertawa-
tawa!
Kyai Tanjung Laboh penasaran dan juga
heran kenapa pedangnya sama sekali tak
berhasil menyentuh bagian tubuh manapun
dari lawannya! Tengah dia pergigih serangan
Tiba tiba Raja Rencong berseru :"Tiga jurus
kau mencak mencak sudah keliwat cukup!
Lihat jotosan, awas kepalamu!"
Meski sudah diperingatkan demikian rupa
namun sewaktu pukulan "selaksa palu godam"
menyerang kepalanya Kyai Tanjung Laboh tak
sanggup berkelit.
Dicobanya membabat lengan lawan dengan
pedang. Tapi sudah tidak keburu! Kyai yang
terakhir ini terbadai dilantai dengan kepala
pecah, darah muncrat dan otak berhamburan!
DIATAS SEBUAH BATU DALAM SEBUAH GOA
seorang laki-laki tua berjanggut dan berambut
putih duduk bersila meramkan mata tengah
bersemedi.
Sejak tengah malam tadi dia bersemedi dan
sampai matahari terbit di ufuk timur masih
juga dia belum bergerak dari tempatnya.
Menjelang tengah hari, jadi sesudah dua belas
jam lamanya duduk bersemedi perlahan-lahan
baru dia membuka kedua matanya.
Aneh dan juga menyeramkan! Ternyata kedua
matanya berwarna putih keseluruhannya! Tapi
dia tidak buta!
Kakek ini menghela nafas dalam. Air mukanya
keruh tanda ada sesuatu yang dipikirkannya
dan apa yang dipikirkannya itu menimbulkan
kesusahan dalam dirinya. Di dunia persilatan
orang tua ini berjuluk Datuk Mata Putih.
Umurnya hampir mencapai tujuh puluh lima
tahun. Tubuhnya kurus hanya tinggal kulit
pembalut tulang. Namun kekuatannya tidak
kalah dengan orang-orang yang berumur
setengah abad dan menilik bagaimana batu
tempat dia duduk bersemedi mencekung
dalam, nyatalah bahwa orang tua ini memiliki
tenaga dalam yang sangat tinggi!.
Setelah menghela nafas dalam sekali lagi dia
berdiri dan melangkah ke mulut goa. Di luar
goa pemandangan indah sekali. Betapa
bahagianya menikmati keindahan alam
ciptaan Yang Kuasa itu.
Namun jauh di luar keindahan itu, hampir
disegala penjuru Jagat raya bertebaran noda-
noda hitam yang merusak keindahan! Noda-
noda hitam itu ialah kejahatan, kecurangan,
kekejian dan segala macam kemaksiatan!
Dan yang membuat orang tua ini untuk ketiga
kalinya menghela nafas panjang dan" dalam
ialah karena seorang di antara manusia-
manusia yang melakukan kejahatan dan
kekejian itu adalah muridnya sendiri!
Telah tiga bulan ini didengarnya tentang
perilaku muridnya itu di luaran. Dan ini
membuat dia terkejut serta merasa menyesal
telah mempunyai murid seperti itu! Apakah
yang bisa dibuatnya selain meninggalkan
pertapaan, mencari murid yang sesat itu lalu
menghukumnya? Diam-diam dia merasakan
penyesalan tambah mendalam bila dia ingat
karena kepercayaan penuh terhadap sang
murid, sebelum dilepas dari pertapaan dia
telah menyerahkan Rencong Emas, sebuah
senjata sakti luar biasa yang merupakan satu
dari beberapa buah senjata mustika dunia
persilatan!
Beberapa saat kemudian orang tua itupun
berlalu meninggalkan pertapaan! Ilmu larinya
hebat sekali hingga dalam waktu yang singkat
sosok tubuhnya sudah lenyap di kejauhan !
Bersamaan dengan lenyapnya sang surya di
ufuk tenggelamnya, sesosok tubuh berkelebat
dan berdiri di bawah atap bangunan tua yag
terletak di Bukit Toba. Tanpa memandang
berkeliling, tanpa bimbang ragu sedikitpun,
orang ini melangkah cepat memasuki
bangunan tua. Dalam tempo yang singkat dia
sudah berada di Arena Topan Utara yang
terletak dibagian bawah bangunan tua!
Segala sesuatunya diruangan luas itu berada
dalam keadaan bersih. Namun orang yang
memasuki ruangan tersebut tahu bahwa baru
engkauseminggu yang lalu tiga orang Kyai
telah menemui kematiannya ditempat itu!
Orang itu menggerakkan bibirnya sedikit.
Maka menggemalah suaranya yang keras
lantang menggetarkan seantero bangunan dan
ruangan.
"Hang Kumbara aku datang!".
Belum habis kumandang gema suara itu, dari
sebuah pintu didinding kanan muncullah
seorang berpakaian ungu. Begitu melihat
siorang tua, laki laki berpakaian ungu ini
berseru : "Guru!". Dia melangkah cepat
kehadapan siorang tua dan menjura dalam
penuh hormat.
"Sungguh satu kegembiraan bisa bertemu
dengan guru. Mohon dimaafkan kalau- murid
sudah lama tak menyambangi guru hingga
guru sendiri yang sampai berkunjung kesini!".
Orang tua itu atau bukan lain dari pada Datuk
Mata Putih meneliti paras muridnya sejenak
lalu tertawa rawan.
"Kudengar kau sudah mendapat nama besar
diluaran", kata Datuk Mata Putih.
"Ah, hanya nama dan gelar yang tak berarti
guru. Marilah kita bicara dikamarku", kata laki
laki berpakaian ungu yaitu Raja Rencong Dari
Utara.
"Pandansuri ada disini?".
"Sudah sejak sepuluh hari dia meninggalkan
Pulau ".
"Kalau begitu biar kita bicara disini saja".
"Baik guru. Tapi perkenankan murid
menyuguhkan minuman lebih dahulu ".
"Tak usah", sahut Datuk Mata Putih.
"Agaknya ada sesuatu hal penting yang amat
mendesak hendak guru bicarakan", kata Raja
Rencong Dari Utara.
"Hang Kumbara", Datuk Mata Putih menyebut
nama asli Raja Rencong, "kurasa kau sudah
bisa menduga maksud kedatanganku".
"Ah, murid yang bodoh ini mana mungkin bisa
menduga, guru".
"Kedatanganku sehubungan dengan apa apa
yang kudengar di luaran tentang kau " Apakah
itu betul?!"
"Apakah yang guru dengar diluaran tentang
diriku itu?"
Datuk Mata Putih merasa kurang senang
bicara bersilat lidah begitu. Maka diapun
berkata secara blak-blakan.
"Kulepas kau dari pertapaan beberapa waktu
yang lalu hanya dengan dua maksud! Pertama
untuk mencari pembunuh ayahmu dan kedua
untuk berbuat kebaikan diatas dunia ini! Tapi
apa yang kau perbuat kemudiannya? Demi
cita cita besarmu kau membunuh belasan
manusia, mendatangkan malapetaka dimana
mana. Nyatalah kau telah sesat dan aku
sangat menyesal akan hal ini. Kuharap kau
menyerahkan kembali Rencong Emas yang
dulu kuberikan dan ikut aku kepertapaan
untuk dikurung dalam goa selama sepuluh
tahun !" Sepasang bola mata Raja Rencong
Dari Utara membelalak.
"Guru apakah sesat namanya jika murid
bercita-cita hendak mendirikan sebuah Partai
di daerah Utara ini?".
'Tidak. Asal saja kau menempuh cara cara
yang wajar!"
"Murid telah mencobanya. Tapi tokoh tokoh
silat didaerah sini terlalu keras kepala dan
tidak memandang sebelah matapun terhadap
murid…."
"Kalau mereka tak mau masuk Partaimu, kau
tidak layak memaksa, aalagi kalau sampai
membunuh orang-orang yang tak berdosa
itu!".
"Tapi harap guru maklum kenapa murid
bertindak sampai demikian jauh".
"Terangkan alasanmu!" ujar Datuk Mata Putih
pula.
"Murid merasa mempunyai dendam terhadap
orang-orang dunia persilatan. Karena kalau
tidak ada orang-orang pandai itu maka tak
akan ayah menemui kematian dalam cara
yang mengerikan! Dipenggal lehernya dan
kepalanya ditancapkan di atas sebilah tombak
di tengah-tengah pasar!"
"Aku tahu hal itu. Dan kau telah berhasil
mencari serta membunuh manusia yang telah
menewaskan ayahmu! Lantas kenapa kau
menjadi tersesat?!"
"Murid tidak merasa tersesat, guru! Orang-
orang dunia persilatanlah yang telah sesat
dan menyebabkan kebencian murid tiada
batas lagi ternadap mereka!
Sesudah menamatkan riwayat pembunuh
ayah, .beberapa orang tokoh silat mencari
murid hendak balas dendam! Dendam!
Seakan-akan adalah dosa besar bagi murid
karena membunuh orang yang telah
membunuh ayah! Mereka tak berhasil mencari
murid! Dan guru tahu apa yang dibuat orang-
orang berkepandaian tinggi itu?! Ibu dibunuh,
adik-adikku dipancung satu demi satu! Dua
orang adik perempuanku diperkosa lalu
ditinggalkan begitu saja sampai mereka
bunuh diri! Dan orang-orang pandai itu belum
puas rupanya! Sampai-sampai calon
istrikupun mereka rusak kehormatannya dan
dibunuh! Ketika salah seorang dari mereka
berhasil murid pecahkan kepalanya, seluruh
keluarga calon istriku ditumpas!
engkauKekejaman dan kebiadaban manakah
yang lebih terkutuk dari itu?! Kata mereka,
mereka adalah orang-orang pandai, tokoh-
tokoh silat utama ! Tapi kebejatan yang
mereka lakukan! Salahkan kalau murid
menanam rasa kebencian terhadap
orangorang pandai itu?! Sesatkah kalau murid
membunuh belasan manysia yang
bertanggung jawab atas kematian ibu, adik-
adikku, calon istriku dan seluruh
keluarganya ?"
"Orang-orang yang bertanggung jawab atas
semua itu jumlahnya hanya sepersepuluh saja
dari jumlah manusia yang telah kau bunuh!
Apa pertanggungan jawab atau alasanmu
atas yang sembilan persepuluh lainnya? Yang
kau bunuh tanpa pangkal sebab atau
kesalahan atau dosa apapun juga ?!"
"Sudah murid katakan bahwa murid bertekad
untuk melenyapkan orang-.orang pandai di
dunia ini!
Karena justru merekalah yang menjadi
pangkal sebab segala kejahatan!"
"Sungguh picik jalan pikiranmu! Beberapa
belas orang yang bersalah dan punya dosa
tapi ratusan manusia yang kau jadikan
korban! Aku tak dapat menerima alasanmu!
Lekas serahkan Rencong Emas dan kau ikut
aku kembali kepertapaan!".
Hang Kumbara atau Raja Rencong Dari Utara
terkejut. Untuk beberapa ketika lamanya guru
dan murid saling pandang memandang;
Sekelumit senyum kemudian tersungging di
bibir Hang Kumbara.
"Apakah ini suatu perintah, guru?" tanyanya.
"Lebih dari perintah" jawab Datuk Mata Putih
tegas. Senyum itupun lenyaplah dari bibir
Raja Rencong.
"Mohon dimaafkan. Kali ini murid tak dapat
mengabulkan permintaan, tak dapat
mematuhi perintah guru ".
"Kau sudah tahu hukuman bagi seorang murid
yang membangkang?!" tanya Datuk Mata
Putih.
Sepasang matanya yang putih memandang
tajamtajam menyorot ke mata muridnya. Jika
bukan Raja Rencong pastilah seseorang akan
merasa bergidik dipandang begitu rupa oleh
Datuk Mata Putih.
"Guru, harap kau mengerti kedudukan murid
saat ini. Dalam waktu singkat murid hendak
meresmikan berdirinya Partai Topan Utara
dimana murid menjadi Ketuanya".
"Aku tidak perduli apa urusanmu, apa
kedudukanmu!
Sekali aku bilang serahkan Rencong Emas dan
Ikut kepertapaan maka kau harus patuh!"
Air muka Raja Rencong Dari Utara berubah
total. Perubahan ini segera dimengerti oleh
Datuk Mata Putih? Dan tanya orang tua ini :
"Kau hendak melawan terhadap gurumu
sendiri ?!".
"Sungguh aneh kehidupan ini!" kata Raja
Rencong tanpa memandang pada gurunya.
"Tiap tiap manusia terlalu mengurus
kepentingan dirinya sendiri tanpa mau
memperhatikan kepentingan orang barang
sedikitpun!
Karena kau memaksa sedang murid tak dapat
mematuhi maka cukup pembicaraan sampai
disini guru!". Raja Rencong Dari Utara
menjura dan hendak berlalu dari hadapan
Datuk Mata Putih.
" Aku menyesal mempunyai murid sesat
macammu ini Hang Kumbara!" ujar Datuk
Mata Putih.
"Dan murid juga menyesal menghadapi
kehidupan macam begini!", kata Raja Rencong
pula, lalu sambungnya : "biarlah penyesalan
itu sama sama kita bawa mati bila sudah tiba
saatnya!".
"Mungkin memang begitu caranya memupus
penyesalan" menyahuti Datuk Mata Putih.
"Tapi bagiku penyesalan itu hanya bisa
ditebus dengan menjatuhkan hukuman tegas
terhadapmu!"
Raja Rencong Dari Utara menghentikan
langkahnya dan memutar tubuh. Pandangan
matanya tak berkesip.
"Hukuman tegas macam apakah, guru?!"
"Mulai detik ini putus hubungan kita sebagai
guru dan murid ".
"Kalau begitu silahkan kau angkat kaki dari
tempatku!" belalang Raja Rencong Dari Utara.
Paras Datuk Mata Putih kelam kemerahan.
Dadanya bergejolak dan darahnya seperti
mendidih karena marah.
"Aku akan angkat kaki Hang Kumbara!" sahut
Datuk Mata Putih. "Tapi setelah lebih dulu
memecahkan batok kepalamu!"
Raja Rencong Dari Utara rangkapkan kedua
tangan dimuka dada lalu tertawa gelak gelak.
Arena Topan Utara bergetar dan diam diam
Datuk Mata Putih terkejut.
Suara tertawa yang hebat itu berarti hebatnya
pula tenaga dalam Hang Kumbara. Rupanya
Hang Kumbara sudah maju tenaga dalamnya
dari sejak dia meninggalkan pertapaan tempo
hari.
"Kalau seorang guru hendak membunuh murid
sendiri ditutup dengan topeng alasan sebagai
kewajiban!
Tetapi kalau seorang murid membuat
kesalahan dikatakan murid sesat! Biarlah kau
menamakan aku murid sesat karena dalam
kesesatan itu kau sendiri sudah kesasar untuk
mengantar nyawa kesini Datuk Mata
Putih!"Datuk Mata Putih serasa mau pecah
kepala dan dadanya dilanda amarah! Sekali
tubuhnya berkelebat maka diapun lenyap dan
dua jari tangannya tahu tahu sudah mendarat
di dada Raja Rencong Dari Utara, melontarkan
satu totokan yang luar biasa cepat dan lihay!
Tapi kejut Datuk Mata Putih bukan olah ketika
melihat Hang Kumbara masih berdiri
ditempatnya, cuma terhuyung-huyung
sebentar dan sambil tertawa mengejek! Sama
sekali tidak menjadi kaku tegang akibat
totokan yang dilancarkan tadi! Kalau tidak
manusia ini memiliki tenaga dalam yang
tinggi mana mungkin dia sanggup menutup
jalan darahnya melawan tenaga totokan yang
besar itu?!
Hanya dalam beberapa bulan saja turun dari
pertapaan Hang Kumbara telah demikian jauh
maju ilmu kepandaiannya! Tak mungkin hal
ini terjadi kalau dia tidak berguru pada
seorang sakti lainnya! Maka sewaktu
menyerang kedua kalinya, tak ayal agi Datuk
mata Putih mengeluarkan jurus terhebat yang
dimilikinya yaitu yang bernama : "Dua ekor
naga keluar dari goa".
Jurus ini sengaja dikeluarkannya karena dia
bermaksud untuk meringkus Hang Kumbara
detik itu juga. Kedua tangan terpentang lebar
lebar kemudian berkelebat dalam bentuk
silang, satu memukul kearah perut dan satu
lagi menjambak kearah rambut. Kaki kanan
ditendangkan kemuka untuk menghantam
tulang kering lawan. Seseorang yang kena
dipreteli Oleh jurus yang hebat ini pasti
tubuhnya bagian bawah akan terlontar
kebelakang sedang rambut terjambak dan otot
otot perut menderita sakit yang luar biasa.
Dalam keadaan begitu akan mudah untuk
meringkus lawan!
Namun untuk kedua kalinya Datuk Mata Putih
dibikin kaget. Kaget bukan saja karena Hang
Kumbara sanggup mengelakkan serangannya
itu tapi begitu mengelak begitu Hang
Kumbara menyerangnya dengan jurus yang
sama, malah jurus "dua ekor naga keluar dari
goa" yang dilancarkan oleh Hang Kumbara
jauh lebih dahsyat dan mendatangkan angin
laksana topan prahara! Ini adalah satu hal
yang tak pernah diduga oleh Datuk Mata
Putih. Dengan segera sang Datuk keluarkan
sehelai selendang putih yang merupakan
senjata yang diandalkannya. Sekali kebutkan
selendang itu maka musnahlah serangan Raja
Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara sudah tahu dan
makum akan kehebatan senjata ditangan
bekas gurunya.
Meski senjata itu tidak sehebat Rencong Emas
namun tak bisa dibuat main main! Sekali
kepala kena terpukul pasti akan rangkah!
Karenanya Raja Rencong Dari Utarapun segera
mencabut Rencong Emas dari pinggangnya.
Sinar kuning menerangi Arena Topan Utara!
"Datuk Mata Putih" kata Raja Rencong dengan
seringai bermain dimulutnya. "Seandainya ini
kau yang membuat! Hari ini kau sendiri akan
menjadi korbannya! Betapa kau akan mampus
penuh penyesalan karena telah membuat
Rencong Emas ini!".
Ucapan itu membuat Datuk Mata Putih
tambah mendidih amarahnya. Dengan cepat
dan menyerang kembali. Selendang putih
berkelebat kearah dada Raja Rencong
kemudian bergerak laksana mematuk
ketenggorokan dan sewaktu Raja Rencong
mengelak, ujung selendang dengan cepat
meliuk melibat Raja Rencong ditangan Raja
Rencong Dari Utara!
Raja Rencong Dari Utara ganda tertawa.
Bagaimanapun hebatnya selendang putih itu
tak akan dapat menandingi Rencong Emas
yang sakti. Karenanya begitu selendang
hendak melibat senjatanya. Raja Rencong
babatkan senjata itu dengan cepat, siap untuk
merobeknya!
Datuk Mata Putih juga sudah maklum apa
yang terlintas dipikiran Hang Kumbara. Pada
saat Rencong Emas membabat, saat itu pula
dia menggerakkan lengan kanannya. Ujung
selendang laksana seekor ular menyelusup
kebawah lalu naik lagi keatas dan
menghantam Raja Rencong Dari Utara dengan
amat kerasnya!
Raja Rencong terbanting kebelakang sampai
lima langkah. Dadanya sakit bukan main.
Nafasnya sesak, wajahnya merah karena
menahan sakit dan amarah. Bagaimanapun
hebatnya akibat pukulan ujung selendang tapi
tidaklah sehebat yang diduga Datuk Mata
Putih. Jangankan tubuh manusia, batang
pohon besarpun akan hancur patah dilanda
pukulan selendang itu! Tapi Hang Kumbara
boleh dikatakan tidak mengalami sesuatu
apapun! Tentu saja ini membuat Datuk Mata
Putih jadi penasaran. Selagi Hang Kumbara
mengatur jalan nafas serta darah dan
mengerahkan tenaga dalamnya kebagian dada
yang sakit maka Datuk Mata Putih telah
menyerangnya dengan jurus yang mematikan!
Dengan mengandalkan kegesitan ilmu
mengentengkan tubuh, Hang Kumbara
berkelebat kian kemari dan dalam tempo yang
singkat murid dan guru itu sudah bertempur
sepuluh jurus!
Sinar putih dari selendang ditangan Datuk
Mata Putih bergulung-gulung sedang sinar
kuning Rencong Emas ditangan Hang
Kumbara mencurah laksana hujan dan kedua
senjata itu saling mengeluarkan engkauangin
yang teramat hebat!
Kalau dalam sepuluh jurus itu Hang Kumbara
mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang
dipelajarinya dari Datuk Mata Putih dan dapat
bertahan dengan gigih, maka dalam jurus
jurus berikutnya didahului oleh satu bentakan
menggelegar Hang Kumbara merobah
permainan silatnya yang jurus jurusnya serba
asing dan aneh bagi Datuk Mata Putih.
Demikian hebatnya jurus jurus ini hingga
dalam tempo yang singkat sang Datukpun
sudah terdesak hebat! Bagaimanapun
sebatnya kebutan selendang saktinya,
bagaimanapun rapatnya pertahanan namun
Datuk Mata Putih tiada sanggup
membebaskan diri dari telikungan senjata
lawan, apalagi untuk balas menyerang!
Dalam jurus kedelapan belas terdengar
keluhan Datuk Mata Putih! Ujung Rencong
Emas merobek pakaiannya dan melukai
jidatnya! Meski luka itu tidak berapa dalam
namun karena Rencong Emas bukan senjata
sembarangan maka bekas luka mendatangkan
hawa panas yang mengalir kesekujur tubuh
dan mempengaruhi gerakan gerakannya. Dia
mulai gugup dalam posisi bertahannya.
Tusukan kedua menggores pelipisnya! Darah
mengucur menutup mata kanannya!
Datuk Mata Putih semakin kepepet. Dalam
keadaan putus asa orang tua itu menyerbu
dengan kalap. Selendang menderu, tangan kiri
menghantamkan pukulan tangan kosong yang
mendatangkan angin ratusan kali beratnya
sedang kaki kanan bergerak dalam satu
tendangan kearah selangkangan Raja Rencong
Dari Utara! Ini betul betul satu -serangan
yang mematikan.
Jika saja lawan yang diserang tingkat
kepandaiannya berada disebelah bawah
pastilah dia akan konyol! Namun keadaan
Datuk Mata Putih yang menyerang dengan
kalap itu adalah satu hal yang sia sia!
Meski tendangannya berhasil juga
menghantamkan pinggul kiri Raja Rencong
namun orang tua ini terpaksa menerima satu
tikaman yang keras didada kirinya, tepat pada
jantungnya! Tak ampun lagi begitu 'Rencong
Emas dicabut begitu Datuk Mata Putih
terkapar dilantai. Kedua matanya yang putih
berputarputar sebentar, kakinya bergerak-
gerak. Tapi kemudian tak satu bagian
tubuhnyapun yang bisa berkutik lagi! Betapa
mengenaskannya seorang guru menemui
kematian ditangan muridnya sendiri dan
ditusuk dengan senjata ciptaannya sendiri!
DILERENG GUNUNG SINABUNG ADA sebuah
bangunan kecil yang atapnya berbentuk
puncak mesjid. Itulah tempat kediaman
Panglima Sampono, seorang laki-laki berumur
enam puluh tahun yang dianggap gagah
perkasa dan sakti oleh penduduk disebelah
timur daratan Pulau Andalas. Adapun
Panglima Sampono ini dulunya adalah
seorang pendatang dari selatan yang telah
berjasa besar dalam mengusir pasukan asing
yang mendarat dipantai Pulau Andalas
sebelah timur, yang bermaksud hendak
merampas beberapa daerah subur dan kaya
raya. Sampono kemudian diangkat oleh Sultan
Deli menjadi kepala Balatentara dan diberikan
pangkat Panglima. Pada umur lima puluh
tahun dia mengundurkan diri namun demikian
sampai saat itu semua orang dan Sultan
sendiri masih menyebutnya sebagai Panglima.
Sejak mengundurkan diri Panglima Sampono
berdiam dilereng Gunung Sinabuhg,
mempertekun diri dalam urusan akhirat serta
memperdalam ilmu silat dan kesaktiannya.
Bila terjadi huru hara dikesultanan Deli,
Sultan mengirimkan utusan untuk minta
bantuan Panglima Sampono menumpas huru
hara itu Panglima Sampono tidak jarang pula
turun dari Gunung Sinabung secara diam
diam dan menghancurkan manusia manusia
jahat seperti perampok, bajak laut dan lain
sebagainya.
Didalam bangunan kecil yang atapnya
berbentuk puncak mesjid itu duduklah
Panglima Sampono bersama tiga orang
tamunva. Ketiganya datang dengan maksud
yang sama dan ketiganya adalah tokoh tokoh
dunia persilatan yang cukup terkenal, ditakuti
oleh kaum hitam dibagian Utara Pulau
Andalas. Yang pertama ialah Datuk Nan
Sabatang, seorang tokoh silat berbadan tinggi
besar, berkumis melintang. Tamu kedua
Lembu Ampel, tokoh silat berasal dari tanah
Jawa tapi telah sejak dua tahun menetap di
Pulau Andalas. Antara Lembu Ampel dan
Datuk Nan Sabatang terjalin hubungan erat
karena adik kandung Datuk Nan Sabatang
kawin dengan Lembu Ampel.
Kemudian orang yang ketiga berasal dari
Malaka, bernama Sebrang Lor. Seperti telah
diterangkan diatas kedatangan ketiga orang
itu ketempat Panglima Sampono membawa
maksud yang sama yaitu yang ada sangkut
pautnya dengan meraja-lelanya perbuatan
sewenang wenang yang dilakukan oleh Raja
Rencong Dari Utara.
Berkata Sebrang Lor : "Petualangan Raja
Rencong sudah sampai pula ke Malaka.
Empat tokoh silat di Malaka dibunuh dengan
kejam ketika mereka menolak untuk tunduk
dan masuk kedalam Partai Topan Utara.
Entah berapa belas orang lainnya yang juga
telah dibunuh oleh Raja Rencong, diantaranya
enam orang adalah teman temanku sendiri.
Juga Raja Rencong pernah melarikan dua
orang gadis dan kedua gadis itu tak diketahui
nasibnya sampai sekarang, apa masih hidup
atau sudah mati !. Boleh dikatakan
pertolongan Tuhanlah yang masih
menyelamatkanku sewaktu aku dan beberapa
orang kawan bertempur dengan Raja Rencong.
kawan kawanku mati semua, aku sempat
menyelamatkan diri. Tapi beberapa hari
kemudian kudengar keluargaku ditumpas oleh
manusia laknat itu!".
Sebrang Lor menghentikan penuturannya
sebentar untuk menghela nafas dalam dan
menenangkan hati serta darahnya yang
bergejolak, lalu baru ia meneruskan :"Meski
mungkin ilmu silatku masih terlalu rendah
untuk menghadap Raja Rencong, namun
dendam kesumat tak bisa kupendam lebih
lama. Itulah sebabnya aku menyeberang
kesini mencari beberapa kawan untuk
bersama-sama membalas dendam sakit hati.
Ternyata kejahatan Raja Rencong di Pulau
Andalas sebelah Utara ini lebih hebat dan
bejad lagi! Namun demikian aku bersyukur
karena telah berhasil menemui Datuk Nan
Sabatang serta Lembu Ampel. Dan hari ini
berhadapan pula dengan Panglima Sampono!
Demi kebenaran dan demi ketenteraman hidup
dunia persilatan kiranya Panglima Sampono
tidak keberatan ikut bersama-sama kami
menumpas biang malapetaka itu!".
Panglima Sampono merenung sejenak lalu
menjawab : "Memang kejahatan dan ke-
sewenang wenangan Raja Rencong Dari Utara
sudah sejak beberapa bulan ini kudengar
sudah melewati takaran. Tak bisa didiamkan
lebih lama. Bahkan mungkin saudara Sebrang
Lor tidak percaya kalau kuterangkan bahwa
Raja Rencong Dari Utara sudah demikian
gilanya sehingga gurunya sendiripun
dibunuh!'.
Sebrang Lor terkejut, demikian pula Datuk Nan
Sabatang serta Lembu Ampel.
"Gurunya yang mana, Panglima?" tanya
Lembu Ampel. "Kabarnya dia tidak cuma
punya seorang guru!"
"Guru yang pertama. Yang bernama Datuk
Mata Putih!", sahut Panglima Sampono pula.
Terbelalaklah mata Seberang Lor.
"Datuk Mata Putih ilmu silatnya tinggi dan
sakti sekali!", kata Seberang Lor pula dan
diam diam dia membathin bahwa mungkin
kalau berhadapan dengan orang tua itu dia
cuma sanggup bertahan sampai dua puluh
jurus!
"Tapi kita jangan lupa" menyahut Lembu
Ampel.
"Disamping Datuk Mata Putih, Raja Rencong
juga telah berguru dengan seorang sakti
lainnya yang sampai saat ini tidak diketahui
siapa adanya".
Seberang Lor mengangguk-anggukkan
kepalanya. Dia memandang berkeliling lalu
berkata : "Nyatalah manusia itu tinggi
kesaktiannya. Disamping sakti juga bernati
luar biasa jahatnya. Namun aku yakin,
berempat kita pasti dapat menyingkirkannya
dari bumi Tuhan ini!"
"Bukan aku mematahkan semangat kalian",
berkata Panglima Sampono, "bukan pula
hendak merendahkan ketinggian ilmu silat dan
tenaga dalam saudara saudara bertiga.
Kemudian bukan pula hendak berpangku
tangan, namun sekalipun kita berempat, belum
tentu dapat dengan mudah menghadapi Raja
Rencong Dari Utara. Ketinggian ilmunya sukar
dijajaki!
Yang paling berbahaya ialah senjatanya
sebilah Rencong Emas dan ilmu pukulan yang
bernama ilmu pukulan kuku api!"
Semua orang berdiam diri beberapa lamanya.
"Lalu apa daya kita?" bertanya Datuk Nan
Sabatang.
Metjnang diantara mereka Panglima Sampono
paling dihormati karena ilmunya yang tinggi
dan pangkat yang pernah dijabatnya. Ketiga
orang itu mengharapkan jawaban sang
Panglima.
"Untuk menghadapi Raja Rencong, tak bisa
tidak harus mempergunakan akal. Menurut
pengetahuanku Raja Rencong Dari Utara
mempunyai seorang anak perempuan yang
sudah gadis remaja. Gadis ini senang
mengelana seorang diri. Meski dia mendapat
pelajaran ilmu silat dan ilmu kesaktian
langsung dari Raja Rencong, tapi ilmunya
belum berapa tinggi. Kita cari gadis itu dan
menawannya hidup hidup. Lalu kirimkan
seorang utusan atau surat pada Raja Rencong
dan suruh dia menyerah! Sementara itu kita
berusaha pula menemui beberapa .orang
tokoh silat lainnya untuk menambah
kekuatan. Meski anaknya kita tawan tapi
manusia macam Raja Rencong bukan
mustahil mau mengorbankan keselamatan
anaknya agar dapat membasmi kita!"
Semua orang menyetujui akal Panglima
Sampono.
Setelah dirundingkan lebih masak maka
rencanapun diaturlah. Satu hari kemudian
keempat orang itu turun dari lereng Gunung
Sinabung.
Sinar matahari yang tadi panas terik kini
memudar kilauannya. Langit yang tadi cerah
kini mendung tertutup awan hitam yang
berarak dari jurusan utara ditiup angin keras.
Agaknya tak lama lagi akan segera turun
hujan lebat. Dikaki bukit yang sebelumnya
diselimuti kemendungan dan kesunyian itu
lapat lapat terdengar suara derap kaki kuda
datang dari jurusan timur. Makin lama makin
keras. Dari pengkolan jalan kemudian
muncullah seorang penunggang kuda
berwarna coklat. Kuda ini agaknya bukan
kuda biasa.
Disamping tubuhnya yang besar tinggi,
larinyapun laksana anak panah lepas dari
busurnya. Dalam waktu yang singkat binatang
dan penunggangnya sudah meninggalkan
pengkolan tadi sejauh dua puluh tombak!
Kini kuda dan penunggangnya siap memasuki
lagi sebuah pengkolan tajam. Meski pengkolan
itu demikian patahnya namun sipenunggang
tidak berusaha untuk memperlambat lari kuda
coklat. Debu dan pasir beterbangan. Sesaat
lagi kuda bersama penunggangnya itu hendak
memasuki pengkplan tajam mendadak laksana
melihat setan, kuda coklat meringkik keras
dan mengangkat kedua kaki depannya keatas
tinggi tinggi, Sepasang kakinya yang sebelah
belakang kaku tak bisa bergerak laksana dua
buah patok yang ditancapkan kedalam tanah.
Sipenunggang yang hampir saja hendak
dilemparkan dari punggung binatang itu
terkejut bukan main dan cepat cepat
melompat turun. Dia memandang kedepan
lalu memandang berkeliling. Tak satu makhluk
hiduppun yang tampak. Orang ini kemudian
berlutut untuk memeriksa kedua kaki kuda
tunggangannya.
Untuk kedua kalinya dia menjadi kaget
sewaktu mendapati sepasang kaki kuda
disebelah belakang itu berada dalam keadaan
kaku tegang akibat totokan totokan hebat!
Ditanah tak jauh dari kaki kaki kuda kelihatan
dua buah jambu klutuk. Pasti benda inilah
yang telah dipakai untuk menotok kaki kaki
kuda tersebut. Dengan pemas orang itu
melepaskan kedua totokan itu lalu berdiri,
memandang berkeliling dan membentak.
"Bangsat rendah yang berani kurang ajar
lekas unjukkan diri!"
Suara bentakan itu melengking keras
menggetarkan seantero kaki bukit dan itu
adalah suara bentakan orang perempuan! Dan
memang penunggang kuda coklat berpakaian
ungu itu, meski parasnya ditutup dengan
sehelai kerudung, namun dari potongan tubuh
serta rambut panjang yang menjenguk
dikuduknya akan sangat mudah dikentarai
bahwa dia adalah seorang perempuan!
Tiba tiba dari sebuah tebing yang terletak
dipengkolan tajam yang tingginya kira kira
delapan tombak berkelebat dua sosok tubuh
manusia. Belum lagi kedua orang ini
menjejakkan kaki masing masing ditanah, dari
jurusan lain berkelebat lagi dua bayangan
manusia dan sesaat kemudian empat orang
laki laki telah berada disitu dalam posisi
mengurung sibaju ungu ditengah-tengah!
Sibaju ungu mendengus marah dibalik
kerudungnya.
"Siapa kalian?!" bentaknya.
Salah seorang dari keempat manusia itu maju
selangkah dan berkata : "Jawab dulu apakah
kau anaknya Raja Rencong Dari Utara itu atau
bukan?!"
Sepasang alis dibalik kerudung mengerenyit
dan dua bola mata yang tajam memandang
meneliti keempat laki laki dihadapannya.
"Apa maksud apa kalian terhadap anak
perempuan Raja Rencong?!"
"Jawab dulu pertanyaanku tadi!"
"Keparat!" Aku memang Pandansuri, anak
Raja Rencong Dari Utara!" jawab perempuan
itu dengan garang. Lalu bentaknya: "Kalian
berempat mau apa?!".
"Ah kawan kawan akhirnya berhasil juga kita
menemui gadis ini", kata laki laki tadi yang
bukan lain Seberang Lor adanya. "Ketahuilah
kami berempat sudah sejak lama mencarimu
untuk diculik! Sebenarnya mungkin kau tidak
punya salah apa apa. Tapi akibat dosa dosa
bapakmu, terpaksa kau kami culik!"
"Kalau begitu kalian adalah bangsat bangsat
pengecut yang tak berani berhadapan
langsung dengan bapakku!"
tukas Pandansuri. "Kalian mau menculik aku
silahkan! Tidak semudah itu untuk menculik
anak Raja Rencong Dari Utara!". Seberang Lor
dan ketiga kawan kawannya yaitu Panglima
Sampono, Lembu Ampel dan Datuk Nan
Sabatang saling memberi tanda lalu menyerbu
dari empat jurusan menyerang kesatu sasaran
yaitu Pandansuri!"
Dengan keluarkan tertawa mengejek
Pandansuri jejakkan sepasang kakinya
ketanah dan sekejap kemudian tubuhnya yang
ramping itu melesat keatas tinggi lima
tombak! Dari atas dia gerakkan kesepuluh
jari2 tangannya sekaligus. Maka sepuluh
larikan llnar kuning kemerahan mencurah
kearah Panglima Sampono dan kawan
kawan!'
PUKULAN KUKU API!" SERU PANGLIMA
Sampono. "Lekas menyingkir!"
Keempat tokoh silat itu sebenarnya bisa balas
menghantam langsung keatas namun mereka
belum mengetahui sampai dimana ketinggian
tenaga dalam lawan. Hingga kalau mereka tak
menyingkir dan tenaga dalam lawan lebih
tinggi sedikit saja dari mereka pastilah
mereka akan celaka! Keempatnya melompat
kebelakang sejauh tujuh langkah lalu
sekaligus menghantamkan tangan kanan
keatas! Empat gelombang
angin keras laksana angin punting beliung
menerpa satu jengkal diatas kepala
Pandansuri. Panglima Sampono dan kawan
kawan sengaja menyerang bagian satu jengkal
diatas kepala sigadis karena mereka hendak
memaksa gadis itu turun ketanah kembali
untuk kemudian diringkus hidup hidup!
Pandansuri memang tak ada jalan lain,
terpaksa melayang turun kebawah. Tapi dia
tidak bodoh dan sudah maklum maksud ke
empat lawannya. Maka begitu melayang turun
untuk kedua kalinya dia menebar pukulan
Kuku Api yang dahsyat itu kearah keempat
lawannya! Kalau tadi Panglima Sampono
melompat kebelakang untuk menghindari
pukulan maut yang membuat tanah berlobang
besar dan hangus itu, maka kini keempatnya
melompat kemuka dan serentak dengan itu
masing masing mereka lalu melompat keatas.
Datuk Nan Sabatang serta Seberang Lor
melancarkan dua buah totokan sedang
Panglima Sampono dan Lembu Ampel ulurkan
sepasang tangan mereka untuk meringkus
Pandansuri hidup hidup!
Pandansuri tidak menyangka kalau keempat
lawan akan berani menyelusup kemuka
dibawah deru sinar serangannya. Pada saat
pukulan kuku api itu melanda tanah, membuat
tanah terbongkar dan hangus hitam maka dia
lebih tak menduga lagi karena saat itu cepat
sekali tahu tahu keempat lawannya sudah
berada dekat sekali disampingnya
melancarkan dua totokan dan dua serangan
meringkus! Padahal posisinya saat itu dalam
keadaan yang tak menguntungkan!
Sebagai seorang yang menerima langsung
pelajaran dari Raja Rencong tentu saja tingkat
kepandaian Pandansuri meski tak bisa
disejajarkan dengan ayahnya tapi telah
mencapai tingkat tinggi. Tahu dirinya sudah
kepepet namun gadis ini tak kehilangan akal.
mengelak mungkin kasip dan mungkin salah
satu dari serangan lawan akan berhasil juga
bersarang ditubuhnya. Kalaupun dia kena
dihantam dia harus pula dapat balas
menghantam sekurang-kurangnya seorang
dari keempat lawannya. Maka tak ayal lagi
Pandansuri kembangkan kedua telapak
tangannya lalu tubuhnya berputar laksana
titiran, tangannya menyambar seperti baling
baling dari angin laksana topan menderu
menerpa keempat tokoh silat! Itulah
pukulan"selaksa palu godam" 'yang
dilancarkan dalam jurus yang bernama
"titiran dewa menjulang langit"!
Panglima Sampono dan kawan kawan tiada
menduga kalau sigadis akan balas menyerang
kalap begitu rupa.
Lembu Ampel, Datuk Nan Sabatang dan
Seberang Lor yang ragu ragu untuk
mengadakan bentrokan pukulan segera
menarik pulang serangan mereka. Sebaliknya
Panglima Sampono yang merasa sudah
kepalang tanggung lipat gandakan tenaga
dalamnya dan mem babat lengan Pandansuri!
Bentrokan lengan tak dapat dihindarkan lagi.
"Buk"!
Dua lengan beradu mengeluarkan suara keras.
Panglima Sampono merasa tangannya sakit
bukan main dan tubuhnya terjajar kebelakang
sampai lima langkah. Sebaliknya Pandansuri
mengeluh dalam hati menahan sakit sedang
tubuhnya mental sampai enam langkah! Kini
maklumlah Panglima Sampono dan kawan
kawan. Tingkat tenaga dalam sigadis
nyatanya hanya sedikit saja berada
dihawahnya! Karena ketiga orang lainnya itu
hanya satu tingkat saja lebih rendah tenaga
dalamnya dari Panglima Sampono maka
ketiganya menjadi bernyali besar dan ber-
sama sama dengan sang panglima mereka
kembali menggempur Pandansuri!
Pertempuran empat lawan satu berkecamuk
dengan hebatnya. Berkali-kali Pandansuri
merobah jurus jurus ilmu silatnya. Setiap
gerakannya cepat dan aneh serta mempunyai
lima sampai delapan pecahan yang hebat.
Namun sampai jurus keduapuluh tetap saja
gadis ini tak dapat menguasai jalannya
pertempuran malah jurus demi jurus
selanjutnya dia mulai terdesak. Hanya
kegesitan dan ilmu meringankan tubuhnya
yang lebih tjnggi tingkatnya dari keempat
lawannya itulah yang menyelamatkan
Pandansuri dari dilanda hantaman pukulan
lawan!
Namun sampai berapa lamakah Pandan suri
akan dapat bertahan? Sampai berapa jurus
dimuka dia bisa mengandalkan kegesitan dan
ilmu meringankan tubuhnya? Satu ketika,
cepat atau lambat pasti salah satu lawannya
kan berhasil menghajarnya dan celaka lah
dia!
Pada jurus ketiga puluh dua, qadis ini tak
sanggup lagi bertahan. Dia segera terdesak
total. Sebelum kasip Pandansuri
menggerakkan tangannya kepinggang Sesaat
kemudian mencurahlah sinar putih yang
mendatangkan angin dingin menggidikkan,
membuat keempat tokoh silat tersuruk dan
terkejut.
Ketika memandang kedepan ternyata sigadis
telah mencabut sebilah rencong perak.
Saat itu udara semakin mendung. Awam
hitam tebal menutupi hampir seluruh langit
disekitar kaki bukit sedang angin bertiup
makin besar. Hujan rintik rintik telah mulai
turun.
"manusia manusia keparat! Batas
kesabaranku sudah lewat! Mulai detik ini
jangan harap kalian bisa lolos dari lobang
jarum kematian!"
Ucapan Pandansuri itu disusul oleh gelegar
guntur yang menggetarkan bumi! Dan dalam
kejap itu maka turunlah hujan yang bukan
alang kepalang lebatnya! Didahului lengkingan
yang tak kalah hebatnya oleh suara guntur.
Pandansuri melompat kemuka, menebar
empat serangan sekaligus dalam jurus yang
dinamakan "empat ekor naga menggempur
sang surya"!
Bagi Panglima Sampono dan kawan kawan,
jurus yang bernama "empat ekor naga
menggempur sang surya"
itu tidak mengkhawatirkan mereka. Yang
membuat mereka harus berhati-hati ialah
senjata ditangan sigadis.
Dari sinar- dan hawa yang keluar dari rencong
perak itu nyata bahwa senjata itu adalah
sebuah senjata mustika yang tak bisa dibuat
main. Maka Panglima Sampono segera
keluarkan pula senjatanya yaitu sebuah
tombak pendek yang ujungnya bercagak dua.
Datuk Nan Sabatang menghunus sebilah keris
berwarna biru. Seberang Lor mencabut pedang
berkeluk sedang Lembu Ampel meloloskan
sebuah rantai berduri!
Dibawah hujan lebat yang sekali-sekali
diseling oleh suara guntur dan sabungan kilat
maka kelima engkauorang itu bertempur
dengan hebat! Panglima Sampono dan kawan
kawan meski serangan serangan mereka
kelihatan hebat namun keempatnya tidak
berniat untuk mencelakai Pandansuri,
sebaliknya mendesak sampai akhirnya mereka
punya kesempatan untuk meringkus si gadis
hidup hidup!
Dilain pihak Pandansuri yang diam diam
mengetahui maksud lawan lawannya itu dan
yang tadi bertempur dengan segala
kehebatannya yang ada maka kini semakin
memperderas serangannya hingga cukup
menyukarkan juga bagi Panglima Sampono
dan kawan kawan untuk melaksanakan niat
mereka. Tapi itu tidak berjalan lama.
Setelah berulang kali dibawah hujan lebat itu
terjadi bentrokan senjata maka dalam satu
gerakan yang gesit lihay Panglima Sampono
berhasil menyusupkan tombak bercagaknya
kebadan rencong yang ditangan Pandansuri.
Gadis ini cepat cepat menarik tangannya tapi
terlambat. Cagak dari tombak besi ditangan
Panglima Sampono berputar lebih cepat dan
terlepaslah rencong perak itu dari tangan
Pandansuri.
Panglima Sampono menyabut senjata itu
dengan tangan kiri!
Penuh kalap Pandansuri menyentikkan lima
jari tangannya ke arah Panglima Sampono,
melancarkan pukulan kuku api! Tapi dari
samping menabas pedang berkeluk Seberang
Lor. Mau tak mau anak Raja Rencong Dari
Utara itu batalkan serangannya kecuali kalau
dia, mau kehilangan lima jari tangan
kanannya itu!
"Sebaiknya kau menyerah saja!" kata
Seberang Lor "Niscaya kami akan perlakukan
kau secara baik baik!"
"Keparat! Lebih baik mampus dari pada
menyerah!" bentak Pandansuri! Dia melompat
kearah sebatang cabang sebesar lengan yang
panjangnya kurang dari satu meter dan terus
menyerbu Panglima Sampono dan kawan
kawannya. Dengan cabang pohon yang penuh
dengan ranting ranting itu, Pandansuri
menyerang dalam jurus "raja naga
mengamuk"!
"Dara tolol!" gerutu Panglima Sampono. Dia
memberi isyarat pada ketiga kawan kawannya
dan serentak keempat orang itu menyerbu
kembali. Dan dibawah hujan lebih itu
dilanjutkanlah pertempuran empat lawan satu
yang hebat itu. Pada waktu langit disekitar
bukit tertutup awan gelap dan udara menjadi
mendung, dikaki bukit sebelah timur seorang,
pemuda berjalan seenaknya. Tampaknya dia
cuma lenggang kangkung biasa saja namun
luar biasa dalam tempo yang singkat dia
sudah meninggalkan kaki bukit sebelah timur
itu dan mencapai sebuah jalan buruk.
Angin bertiup keras melambai-lambaikan
pakaian putih serta rambutnya yang
gondrong. Mendongak keatas langit pemuda
itu berkata dalam hati : "Celaka!
Kalau hujan turun aku bisa basah kuyup!".
Sambil "berjalan" cepat itu dia memandang
kian kemari mencari-cari tempat yang baik
untuk kelak berteduh bila hujan turun.
Lapat2 jauh dimuka sana telinganya yang
tajam mendengar suara ringkikan kuda. Cuma
ringkikan kuda, pikir pemuda ini dan dia terus
juga lenggang kangkung seenaknya, debu dan
pasir jalanan beterbangan dibelakangnya.
Semakin jauh menempuh jalan itu telinganya
kembali menangkap suara didepan sana. Kali
ini bukan suara ringkikan kuda lagi tapi suara
bentakan bentakan. Sipemuda mempercepat
"jalannya".
Hampir sepeminum teh jelas sudah baginya
bahwa ditempat atau diarah yang ditujunya
itu tengah terjadi pertempuran karena
telinganya menangkap suara beradunya
senjata. Ketika dia sampai dekat sebuah
tikungan tajam meskipun dia sudah menduga
tadi bahwa disitu terjadi pertempuran, tapi
adalah tidak disangkanya sama sekali kalau
yang bertempur itu adalah seorang
perempuan berpakaian dan berkerudung ungu
melawan empat orang laki laki!
Melihat kepada potongan tubuh serta
kegesitannya sipemuda segera bisa
memastikan bahwa perempuan itu masih
muda. Meski muda tapi dengan gerakannya
yang gesit serta ilmu meringankan tubuhnya
yang tinggi sigadis masih dapat mengimbangi
serangan keempat lawannya!
Gadis berpakaian ungu itu memegang sebilah
rencong perak sedang lawan lawannya yang
mengeroyok bersenjatakan tombak pendek
bercagak dua, pedang, keris dan rantai
berduri. Sewaktu melihat pertempuan ini yang
bukan saja tidak seimbang tapi juga karena
empat laki laki melawan seorang dara muda,
maka memakilah sipemuda berambut
gondrong. Hati kesatrianya bergejolak untuk
segera turun tangan membantu sigadis.
Namun setelah memperhatikan sejenak dan
melihat kenyataan bahwa gadis berkerudung
ungu itu dengan rencong mustikanya dapat
mengimbangi kehebatan ilmu silat empat
orang lawannya yang tangguh itu, maka
sipemuda membatalkan niatnya dan
melompat kesebuah tebing untuk menikmati
jalannya pertempuran yang seru itu!
Jurus demi jurus berlalu penuh ketegangan. Si
pemuda rambut gondrong diatas tebing
melihat bagaimana dara berbaju ungu mulai
terdesak oleh tekanan tekanan serangan
keempat lawannya. Sementara itu hujan
rintik2 mulai turun dan kemudian berganti
dengan hujan lebat. Kilat sambar menyambar
sedang guntur gelegar-menggelegar!
Sipemuda diatas tebing kalau tadi dia cemas
akan kehujanan kali ini sama sekali tidak
memperdulikan hujan yang mengguyurnya
hingga basah kuyup dari rambut sampai ke
kepala!
Si pemuda mengatupkan mulutnya rapat rapat
ketika dalam satu jurus yang berkecamuk
hebat salah seorang pengeroyok yaitu yang
bersenjatakan tombak besi pendek bercagak
dua berhasil menjepit dan memutar senjata
sigadis hingga rencong perak itu terlepas
mental dan dirampas!
Sigadis agaknya marah sekali melihat
senjatanya berhasil dirampas lawan lalu
menjentikkan kelima jarinya kemuka. Lima
sinar merah kekuningan menderu.
Tapi sang dara terpaksa menarik pulang
tangannya karena salah seorang lawan
menebas dengan pedang!
"Ilmu pukulan gadis itu kelihatannya hebat
sekali!"
berkata sipemuda diatas tebing dalam
hatinya.
Dibawahnya sementara itu terdengar suara
bentakan salah seorang
pengeroyok:"Sebaiknya kau menyerah saja!
Niscaya kami akan memperlakukan kau
secara baik baik!"
Sigadis terdengar memaki lalu laksana seekor
burung walet melompat keudara, mematahkan
sebuah cabang pohon dan melayang turun
kembali menyerbu keempat lawannya!
"Gadis hebat!" kata pemuda diatas tebing.
"Nyali besar, kepandaian tinggi sayang
parasnya ditutup!"
Dibawah hujan lebat itu pertempuran
berkeamuk kembali. Namun bagaimanapun
hebatnya sigadis memainkan cabang pohon
itu sebagai senjatanya, lambat laun, jurus
demi jurus cabang kayu itupun gundul
daunnya dan semakin pendek akibat tebasan
tebasan senjata keempat lawannyal Disatu
gebrakan yang tegang, laki laki yang
memegang rantai berduri berhasil
menghancurkan cabang pohon ditangan
sigadis hingga untuk kedua kalinya kini sang
dara bertangan kosong!
"Apakah kau masih belum mau menyerah cara
baik baik?!" sipemuda diatas tebing
mendengar laki laki yang bersenjatakan
tombak pendek bertanya pada sigadis.
"Lebih baik mampus dari menyerah pada tikus
tikus macam kalian!" semprot sigadis lalu
menggerakkan kedua tangannya. Sepuluh larik
sinar merah kekuningan menderu dibawah
lebatnya hujan! Keempat pengeroyok
melompat mundur lalu secepat kilat menyerbu
kembali! Dan kali ini sang gadis tak punya
daya lagi untuk bertahan! Dalam satu jurus
yang penuh ketegangan kaki sang dara
terpeleset. Tubuhnya terbanting kekiri!
Pemuda rambut gondrong diatas tebing
memencongkan hidungnya lalu garuk garuk
kepala. Laksana anak panah lepas dari
busurnya dia melesat turun.
Suara bentakannya mengalahkan deru hujan
lebat:"Manusia manusia edan! Masakan
beraninya mengeroyok seorang perempuan!
sungguh tidak bermalu!"
Keempat orang itu terkejut. Belum habis kejut
mereka tahu tahu satu gelombang angin
menerpa dan tubuh mereka terbanting
kebelakang sampai lima enam langkah! Gadis
baju ungu tak menyia-nyiakan kesempatan
segera melompat keluar dari kalangan
pertempuran!
MARAH KEEMPAT ORANG ITU BUKAN alang
kepalang.
"Pemuda lancang!" maki Sebrang Lor. "Ada
urusan apa kau berani mencampuri persoalan
orang lain?!"
Sipemuda garuk garuk kepalanya yang basah
kuyup dan menjawab sambil senyum2
seenaknya :"Empat orang laki laki bersenjata
mengeroyok seorang perempuan bertangan
kosong, apakah itu bukan satu hal yang
memalukan?!"
"Apakah itu menjadi hakmu untuk ikut
campur?!"
"Lantas hak apakah yang membuat kalian
melakukan pengeroyokkan?!" balas bertanya
sipemuda.
Saking marahnya Sebrang Lor hendak buka
suara mengatakan sesuatu tapi Panglima
Sampono memberi isyarat. Panglima Sampono
kemudian berkata dengan nada tenang
:"Orang muda, barangkali kau ada hubungan
apa apa dengan gadis ini?!".
Sipemuda menggeleng. "Aku menolongnya
karena tidak suka melihat tindakan kalian
yang terlalu pengecut! Yang sama sekali tidak
memegang aturan dunia persilatan!"
Panglima Sampono tersenyum.
"Kuhargai hati satriamu, kuhormati nyali
jantanmu.
Tapi apakah kau tahu siapa gerangan adanya
gadis ini?!" ujar Panglima Sampono.
Sipemuda rambut gondrong angkat bahu.
Panglima Sampono hendak berkata tapi dari
samping datang sambaran sinar merah
kekuningan yang sekaligus juga menyerang
pada ketiga kawan kawannya. Dilain kejap
terdengar suara dara baju ungu.
"Begundal begundal keparat! Aku dan ayahku
pasti akan datang mencari kalian! Kalau
bertemu jangan harap kalian bakal hidup lebih
lama!". Sigadis kemudian melompat keatas
kuda coklat.
"Betina sialan! Kau kira bisa lari dari sini?!"
teriak Sebrang Lor marah sekali. Dia
melompat dan kiblatkan pedang berkeluknya.
Pandansuri untuk kesekian kalinya
melepaskan pukulan kuku api membuat tokoh
silat dari tanah Malaka itu terpaksa
menghindar kesamping. Dan sebelum yang
lain lainnya bisa turun tangan, Pandansuri
telah melesat pergi bersama kudanya!
Dengan sendirinya kemarahan total kini
tertuju pada pemuda tadi! Panglima Sampono
yang sebelumnya masih berlaku lunak kini
membentak garang :"Pemuda sedeng! Kalau
tidak karena kau gadis itu pasti tak akan
lolos!". Sang panglima menutup kata2nya
dengan melemparkan rencong perak milik
Pandansuri dengan tangan kirinya. Lemparan
itu bukan lemparan sembarangan! Senjata itu
sampai mengeluarkan suara mendesing saking
kencang dan kerasnya daya lemparan!
Dua jengkal dari ujung rencong akan
mendarat dikeningnya, Tiba tiba sipemuda
menggerakkan tangan kanan dan tahu tahu
rencong perak itu sudah dijepit di antara jari
tengah dan jari telunjuknya! Kejut Panglima
Sampono dan kawan kawan bukan alang
kepalang!
Kepandaian menjepit senjata yang
dilemparkannya selihay itu bukan kepandaian
sembarangan!
"Orang muda berilmu tinggi!" kata Panglima
Sampono pula. "Pameran yang kau lakukan
tadi cukup menarik! Biarlah aku main main
sebentar dengan kau!". Sipemuda tertawa
tawar.
"Apakah kau akan maju berempat dengan
kawan kawanmu itu?!".
Merahlah paras Panglima Sampono. Meski
maklum betapa lihaynya pemuda itu, lebih
lihay dari Pandansuri tapi untuk tidak
kehilangan muka dia menjawab : "Untuk
meringkus tikus sombong macammu ini
mengapa musti minta bantuan kawan kawan
ku?!" Ucapannya itu ditutup dengan satu
tusukan kilat tombak bercagak dua kearah
tenggorokan sipemuda!
Dengan gesit pemuda itu mengelak kesamping
lalu memukul kemuka dari jarak tiga langkah!
Panglima Sampono terkejut sekali sewaktu
begitu mengelak begitu tamannya talas
menyarang. Angin pukulan tawan terata keras
laksana sebuah batu besar yang dilemparkan
kearahnyal Itulah ilmu pukulan "Kunyuk
melempar buah. Dan pendekar muda mana
lagi yang memiliki pukulan itu kalau bukan
Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Seni
212 !
Dengan amat penasaran Panglima Sampono
membentak keras lalu kembali menyerang
dengan jurus jurus silatnya yang hebat dan
mengandung tipu tipu berbahaya! Tubuh Wiro
Sableng yang berkelebat terkurung oleh
gulungan sinar senjata ditangan sang
panglima. Lima jurus berlalu tanpa Panglima
Sampono bisa berbuat sesuatu apapun!
Memasuki jurus kesepuluh. Datuk Nan
Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor tak
dapat tinggal diam lebih lama.
.Ketiganya segera menyerbu kedalam
kalangan pertempuran membantu Panglima
Sampono! Namun sebelum ketiga orang itu
turun tangan melancarkan serangan. Pendekar
212 Wiro Sableng dengan mengandalkan ilmu
meringankan tubuhnya yang telah mencapai
tingkat tinggi melompat ke atas, sekejap
kemudian telah berdiri dicabang pohon yang
ada ditepi jalan!
"Sebelum meneruskan pertempuran brengsek
ini mari kita bicara baik baik dulu sobat
sobat!" kata Wiro dari atas pohon.
"Pemuda lancang! Sesudah kau meloloskan
perempuan itu kini kau hendak bicara baik
baik?! Makan ini!" damprat Sebrang Lor.
Tangan kanannya dihantamkan keatas.
Selarik angin dahsyat menyambar."Kraak"!
Cabang pohon dimana Pendekar 212 berdiri
patah pemuda itu sendiri sudah pindah
meloncat ke cabang yang lain! Dengan
sendirinya Sebrang Lor dan kawan kawannya
tambah penasaran! Serentak mereka sama
sama menghantamkan tangan keatas!
Terdengar suara berisik! Beberapa cabang
pohon patah dan ranting ranting serta daun
daun berhamburan kian kemari! Wiro memaki
dalam hati, dan melompat ke tebing
ditikungan jalan. Jarak antara pohon dan
tikungan jalan hampir mencapai sepuluh
tombak Tentu saja lompatan yang dibuat Wiro
membikin kagum keempat orang yang berada
dibawahnya Namun kekaguman itu segera
sirna oleh rasa marah yang menggejolak!
Tanpa tunggu lebih lama Panglima Sampono
segera melompat keatas tebing diikuti oleh
ketiga kawan kawannya. Diatas tebing
Pendekar 212 pintangkan kedua telapak
tangan dan memukul ke bawah.
Keempat orang yang telah melayang keatas
tebing amat terkejut ketika mendapatkan diri
mereka merasa ditekan dari atas oleh satu
tekanan dahsyat Bagaimanapun mereka
kerahkan tenaga dalam tetap saja tubuh
mereka tak bisa melesat keatas Keempat nya
terkatung-katung beberapa ketika lamanya.
"Kurang ajar! Dia lihay sekali!" gerutu Sebrang
Lor. Tokoh silat dari tanah Malaka ini
memberi isyarat pada kawan kawannya. Tiba
tiba keempatnya sama membentak keras dan
sama menghantamkan kedua tangan masing
masing kearah Pendekar 212. Delapan
gelombang angin menderu laksana topan
prahara! Empat buah serangan yang luar
biasa dan bukan alang kepalang hebatnya!
Diatas tebing Wiro Sableng kerahkan seluruh
tenaga dalamnya ketangan dan memukul
kebawah!
Bagaimana hebatnya gelegar guntur, hampir
seperti Itu pulalah hebatnya benturan delapan
angin pukulan dengan dua gelombang
pukulan dinding angin berhembus tindih
menindih yang dilepaskan Wiro Sableng!
Sebrang Lor, Datuk Nan Sabatang, Panglima
Sampono dan Lembu Ampel berpelantingan
kebawah.
Untung saja mereka sudah memiliki ilmu
meringankan tubuh yang tinggi serta tenaga
dalam yang sempurna hingga tidak mendapat
celaka dan tak sampai jatuh tunggang
langgang bergedebukan ditanah!
Sebaliknya diatas tebing Wiro Sableng
merasakan pula hebatnya serangan keempat
tokoh tokoh silat itu.
Tubuhnya terdorong keras lalu terhuyung-
huyung lima langkah kebelakang. Tidak
sampai disitu Tiba tiba lututnya terasa goyah
dan ujung tebing yang dipijaknya hancur
berantakan. Tubuhnya mencelat sampai dua
tombak dari atas tebing!
"Gendeng betul!" gerutu Wiro Sableng dalam
hati Setelah memeriksa dan mengetahui
tubuhnya dibagian dalam maupun bagian luar
tak ada yang terluka maka Pendekar ini
bersuit nyaring. Tubuhnya melayang kebawah
berkelebat dan lenyap dari pemandangan
Panglima Sampono dan kawan kawan.
Dilain kejap terdengar dua keluhan tertahan!
Sebrang Lor dan Lembu Ampel merasakan
tubuh mereka kejang kaku tak bisa bergerak.
Betapapun mereka mengerahkan tenaga
dalam namun tak sanggup membuka jalan
darah yang telah ditotok oleh Pendekar 212
Wiro Sableng. Kedua tokoh silat ini memaki
habis habisan!
Wiro Sableng malah tertawa cenqar cengir.
"Pemuda kurang ajar!" teriak Panglima
Sampono marah sekali, "tadi aku cuma berniat
untuk meringkusmu hidup hidup! Tapi mulai
detik ini terpaksa kepalamu kupecahkan!"
Habis berkata begitu Panglima Sampono
memukulkan tangan kiri ke depan lalu
menyusul serangan ini dengan satu tusukan
tajam tombak bercagak dua yang saat itu
sudah berada kembali dalam tangan
kanannya! Dikejap yang sama Datuk Nan
Sabatang menggembor dan berkelebat
kirimkan serangan dari samping kiri dengan
keris birunya!
Wiro Sableng ingat pada rencong perak milik
gadis baju ungu yang tadi diselipkan
dipinggang.
Segera pendekar ini mencabut senjata itu.
Maka :"Traang trang"!
Terdengar dua kali berturut-turut suara
beradu nya senjata. Bunga api memercik!
Datuk Nan Saba tang dan Panglima Sampono
terkejut besar, dengan muka pucat sama sama
melompat kebelakang dan memar dang
dengan mata membeliak pada tangan kanan
mereka yang kini kosong karena tangkisan
Wiro Sableng tadi telah memukul lepas
senjata masing masing!
Jelas bahwa pemuda berambut gondrong itu
memiliki tenaga dalam yang luar biasa
tingginya dan bukan tandingan mereka!
Namun sebagai tokoh tokoh silat yang sudah
mendapat nama besar dan memegang teguh
jiwa kesatria, mana mereka mau menyerah
begitu saja?! Lebih baik mati dari pada
menerima hinaan demikian rupa. Apalagi
ketika melihat bagaimana Wjro Sableng
tertawa gelak gelak dan mengejek!
Dengan tangan kosong Datuk Nan Sabatang
serta Panglima Sampono memasuki kalangan
pertempuran kembali! Serangan mereka hebat
sekali hingga air hujan yang bergenangan
dilobang-lobang jalanan muncrat
berhamburan!
"Sobat sobat! Kalian keliwat menurutkan
darah kemarahan!"
seru Wiro. "Orang mau ajak bicara baik baik
malah menyerang terus terusan!"
"Tutup mulutmu pemuda keparat!" bentak
Datuk Nan Sabatang.
"Jaga batok kepalamu!', teriak Panglima
Sampono.
Tinjunya menderu kekepala Pendekar 212.
Lalu terdengarlah suara keluhan!
Tubuh Panglima Sampono terbanting
kesamping sewaktu angin dahsyat menyambar
dadanya. Selagi dia berusaha mengimbangi
tubuh tahu tahu satu totokan mendarat
dibahunya dekat leher dan kejap itu juga sang
panglima berdiri dengan kaki mengangkang
ditanah tanpa bisa bergerak sedikitpun!
Datuk Nan Sabatang juga bernasib sial. Baru
saja serangannya bergerak setengah jalan
tahu tahu jari lawan sudah menyelusup
dibawah ketiaknya!
"Kurang ajar!" maki Datuk Nan Sabatang.
Tangan kirinya memukul kemuka. Tapi tak
ada artinya karena totokan yang dijatuhkan
Wiro tadi telah membuat sebagian tubuhnya
sebelah kanan menjadi kaku. Lucu sekali
keadaan Datuk ini. Tangan kirinya mencak
mencak dan kaki kiri dibanting-bantingkan
ketanah sedang mulut memaki-maki habis
habisan tapi seluruh tubuhnya bagian kanan
tak dapat digerakkan sama sekali, laksana
menjadi batu!
"Sekarang mungkin kita bisa bicara baik baik",
kata Wiro sambil tertawa dan memasukkan
rencong perak kebalik pinggang pakaiannya.
Setelah menyapu paras keempat orang itu
satu demi satu dengan sepasang matanya
maka Wiro melangkah kehadapan Panglima
Sampono dan berkata : "Bapak, tadi kau
bertanya apakah aku tahu siapa adanya
perempuan berkerudung itu … . ".
Panglima Sampono diam saja. Hatinya kesal
bukan main dan dadanya bergejolak menahan
amarah.
Kalau saja tubuhnya tidak ditotok pasti
pemuda itu sudah diserangnya kembali!
Sebaliknya sambil masih tertawa-tawa Wiro
berkata : "Aku memang tidak tahu siapa dia
adanya …"
"Kalau tidak kenal mengapa kau ikut campur
urusan orang?! Gadis itu lolos karena
kelancanganmu pemuda sialan!"
Wiro Sableng senyum senyum saja dimaki
pemuda sialan.
"Meski aku tidak tahu siapa dia, tapi melihat
kalian mengeroyoknya tentu saja aku tak bisa
berdiam diri. Apalagi dia bertangan kosong
sedang kalian berempat pakai senjata,
mendesak gadis itu! Bukankah sayang sekali
kalau gadis itu terpaksa mati muda?!"
Hampir saja Panglima Sampono hendak
meludahi muka pemuda itu saking gemasnya.
Dibukanya mulutnya :"Memang hati satriamu
hendak menolong gadis itu patut dihargakan!
Tadinya kukira dia gendakmu hingga kau
begitu kesusu turun tangan tanpa menyelidik
lebih dulu! Sekarang dia telah lolos. Dunia
persilatan akan sukar untuk diselamatkan!"
Wiro Sableng kerenyitkan kening.
"Harap kau suka menerangkan siapa adanya
gadis itu!" kata Wiro pula.
Panglima Sampono mendengus. "Kalau kau
mau tahu, gadis itu adalah Pandansuri! Anak
Raja Rencong Dari Utara!"
Sepasang mata Pendekar 212 terpentang lebar
dan memandang pada keempat orang
dihadapannya itu satu persatu.
"Anak gadisnya Raja Rencong Dari Utara?"
desis Wiro seraya garuk garuk rambutnya
yang basah kuyup oleh air hujan yang sampai
saat itu masih juga turun meskipun tidak
selebat semula. "Aku sendiri sebenarnya
memang tengah mencari-cari si Raja Rencong
itu!"
Keempat tokoh silat sama sama mendengus.
Pemuda edan!
Kami muak melihat lagakmu! Lekas lepaskan
totokan kami dan berlalu dari sini!"
Yang bicara adalah Sebrang Lor, Wiro
memandang pada Sebrang Lor sejenak sambil
berpikir pikir. Kemudian katanya : "Memang
aku turun tangan keliwat kesusu. Tidak
menyelidik lebih dulu! Kalau saja aku tahu
bahwa gadis itu adalah anaknya Raja
Rencong Dari Utara aku akan membantu
kalian meringkusnya hidup hidup ".
"Tak perlu bicara ngelantur!" tukas Sebrang
Lor gemas. "Semuanya sudah kasip! Gadis itu
sudah lolos!
Kau telah menghancurkan rencana yang kami
susun selama satu bulan! Benar benar kau
kurang ajar dan sialan sekali!".
"Dengar", kata Wiro, "kalau aku bertemu gadis
itu aku akan tawan dia dan menyerahkan
pada kalian. Tapi katakan dulu apa rencana
kalian"Kau tak ada sangkut paut dengan
kami! Karenanya tak perlu bertanya!" sahut
Panglima Sampono.
"Kalau begitu baiklah! Kuharap saja kalian
bisa melupakan kelancanganku tadi ". Wiro
membalikkan badannya hendak pergi.
"Hai tunggu dulu! Lepaskan dulu totokan
kami!" teriak Sebrang Lor dan Lembu Ampel
hampir bersamaan. Wiro tertawa.
"Sebenarnya aku memang bermaksud hendak
melepaskan totokan di tubuh kalian! Tapi
karena kalian memakiku terus-terusan
seenaknya, biarlah kalian jadi patung-patung
hidup sampai beberapa jam di muka!".
"Keparat!"
"Setan Alas!"
"..bedebah!"
"Edan kau!"
Begitulah maki-makian yang dilontarkan
keempat orang itu. Wiro tertawa gelak-gelak.
Sekali dia berkelebat, tubuhnya sudah melesat
sejauh sepuluh tombak. Di bawah hujan
rintik-rintik akhirnya Pendekar 212 lenyap dari
pemandangan keempat orang itu. * * * KEDAI
NASI ITU ADALAH KEDAI NASI yang paling
besar di seluruh daerah selatan.
Sebenarnya kurang pantas kalau disebut kedai
nasi; lebih tepat agaknya jika dikatakan
rumah makan. Karena di samping besar, juga
rumah makan itu terkenal kemana-mana.
Pemiliknya seorang laki-laki berbadan gemuk
pendek persis macam babi buntak. Kata
setengah orang konon kabarnya pemilik kedai
yang bernama Dang Lariku itu ada
memasukkan sejenis bumbu ke dalam
masakannya hingga apa saja yang dijualnya
di rumah makan itu terasa enak sekali.
Bumbu apa yang dimaksudkan Dang Lariku
itu tak seorangpun yang mengetahuinya.
Tentu saja Dang Lariku sendiri
merahasiakannya agar tidak ditiru oleh lain
orang.
Saat itu hari sudah petang, matahari hampir
tenggelam. Sore berebut dengan senja.
Keadaan di rumah makan Dang Lariku agak
sepi. Hanya ada satu dua orang yang duduk
bercengkrama sambil menikmati kopi pahit.
Dang Lariku baru saja menyalakan sebuah
lampu besar di ruangan tengah rumah makan
sewaktu didengarnya suara derap kaki kuda
yang kemudian berhenti tepat di hadapan
rumah makannya.
Dang lariku merasa gembira. Karena suara
derap kaki kuda yang berhenti di depan rumah
makannya Itu berarti datangnya seorang tamu
dan berarti uang dalam kasnya akan
bertambah pula Dia memandang ke pintu dan
tersenyum hendak Menyambut tamunya!
Namun begitu sang tamu masuk maka
berubahlah paras Dang Lariku dari jembira
menjadi pucat seperti kertas! Tamu yang
engkaumasuk seorang perempuan berpakaian
ungu.
Parasnya tak bisa dilihat karena tertutup
dengan kerudung biru! gerakannya melangkah
menggetarkan lantai rumah makan! Beberapa
orang yang tengah asyik mengisi perutnya
dalam rumah makan segera berdiri dan
dengan ketaKutan cepat-cepat angkat kaki
lewat pintu belakang!
Siapakah sesungguhnya tamu yang datang
ini?
Tentu pembaca sudah dapat menduga. Dia
bukan lain Pandansuri, anak Raja Rencong
Dari Utara.
Dan siapakah di daerah selatan yang tidak
kenal dengan gadis itu?! Pandansuri sudah
terkenal kekejamannya!
Menghajar seseorang yang terlalu berani
memandang kepadanya sampai setengah mati
bukan apa-apa bagi gadis itu! Membunuh
orang-orang yang berlaku kurang ajar sudah
menjadi kebiasaannya!
Bahkan belakangan ini dia laksana seekor
harimau lapar yang sengaja mencari
mangsanya!
Meski hatinya kecut berdebar dan parasnya
sepucat kertas namun dengan semanis dan
seramah mungkin Dang Lariku menyabut
tamunya, mempersilahkan duduk lalu berteriak
pada pelayan agar segera menyediakan
hidangan yang paling lezat serta tuak yang
paling harum! Sementara itu Pandansuri
duduk di sudut rumah makan, memandang
berkeliling dan tersenyum kecil sewaktu
menyaksikan bagaimana rumah makan itu
menjadi sunyi akibat kedatangannya! Tak
lama kemudian Dang Lariku sendiri yang
muncul membawakan hidangan dan minuman
ke meja Pandansuri. Seorang pelayan
membawakan sepiring besar buah-buahan.
"Sungguh satu kehormatan besar lagi bagiku
karena puteri Raja Rencong Dari Utara
kembali berkenan mampir di rumah makanku
yang buruk ini ", kata Dang Lariku pula.
Pandansuri tak menjawab. Diputarnya
kerudung mukanya sedikit hingga mulutnya
bisa menyantap hidangan dengan leluasa.
Gadis ini baru menghabiskan setengah bagian
dari hidangannya sewaktu sebuah kereta
berhenti dan tak lama kemudian dua orang
pemuda memasuki rumah makan. Melihat
kepada pakaiannya yang serba bagus dapat
diduga bahwa kedua pemuda ini adalah anak
bangsawan.
Sedang melihat kepada paras masing-masing
jelas mereka bersaudara, adik dan kakak.
Karena dalam rumah makan itu hanya
Pandan suri yang ada maka dengan
sendirinya gadis ini menjadi perhatian kedua
pemuda. Sambil mencari tempat duduk,
mereka tiada berhenti memandang
Pandansuri.
"Aneh", kata pemuda yang seorang. Namanya
djebat Seloka. "Baru kali ini kulihat ada orang
berkerudung begini. Bahkan tengah makanpun
dia tak mau membuka kain penutup wajahnya
itu ".
"Bukan aneh ', menyahuti pemuda yang
seorang Namanya Gandra Seloka dan dia
adalah adik Djebat Seloka. "Bukan aneh",
mengulang lagi Gandra Seloka,"tapi lucu!".
Kedua pemuda itu tertawa-tawa.
Dang Lariku yang sudah berada di dekat meja
kedua bangsawan menjadi cemas sekali!
Siapa yang berani mengganggu apalagi
menghina pasti akan dihajar babak belur
bahkan tidak jarang dibunuh Oleh Pandansuri.
tapi agaknya si gadis kali ini tidak mengambil
perduli. Mungkin juga tidak mendengar
ucapan-ucapan kedua orang itu karena dia
terus taja menyantap makanannya.
"Mungkin juga dia bangsa perampok", berkata
lagi Djebat Seloka. kawannya tertawa. "Kurasa
kurang tepat!" dia menyahuti. "Kalau
perampok seperti ini tentu semua orang akan
mau menyerahkan barang-barangnya, bahkan
dirinya sekaligus!".
Kembali kedua pemuda bangsawan itu
tertawa gelak-gelak Tawa mereka masih
belum berakhir tibatiba gadis berkerudung
menggebrak meja dan tahutahu dua buah
piring melesat ke arah kepala Gandra dan
Djebat Seloka!
Kedua pemuda ini kaget bukan main! Dengan
cepat mereka melesat dari kursi masing-
masing!
dua buah piring menghantam dinding rumah
makan hingga pecah berantakan sedang
isinya berhamburan di lantai! Dang Lariku
meramkan mata melihat hancurnya kedua
piring itu. Dan dia tahu bahwa sebentar lagi
bukan hanya kedua buah piring itu saja yang
menjadi kerugian baginya!
"Bagus! Kalian tikus-tikus busuk rupanya
punya ilmu juga huh?!" bentak Pandansuri.
Dia sudah berdiri di depan meja dengan kedua
tangan di pinggang sedang matanya menyorot
penuh amarah!
"Saudari kau galak sekali!" kata Gandra
Seloka dan kembali dia mulai cengar cengir.
Saudaranya menimpali.
"Bukalah kerudungmu itu agar kami bisa
melihat, betapa cantiknya paras mu kalau
sedang marah!".
"Keparat! Kalian minta mampus!" bentak
Pandansuri. Kursi di depannya ditendang
hingga hancur berantakan dan hancuran kursi
itu melesat ke arah dua bersaudara Seloka.
Tapi lagi-lagi keduanya bisa mengelak! Ini
membuat Pandansuri semakin meluap
amarahnya.
"Anjing anjing bermuka manusia! Kalian tahu
dengan siapa berhadapan? Aku Pandansuri
anak Raja Rencong Dari Utara!"
Kini rasa terkejut kedua pemuda itu bukan
rasa terkejut main-main lagi. Lutut mereka
menggigil sedang mata mereka membeliak,
mulut menganga.
Meski mereka menguasai ilmu silat yang
dapat diandalkan, tapi berhadapan dengan
anak Raja Rencong Dari Utara benar-benar
mereka tidak punya nyali, bukan tandingan
mereka!.
"Celaka kakak", bisik Djebat Seloka, "baiknya
kita segera saja angkat kaki dari sini!"
Gandra Seloka menganggukkan kepala. Lalu .
kedua pemuda ini cepat melompat ke pintu.
"Bedebah, mau kabur kemana?!" teriak
Pandansuri.
Tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu dia sudah
menghadang di ambang pintu! Kedua pemuda
laksana kain kafan pucat paras mereka.
Djebat seloka bicara tergagau-gagau:
"Saudarai ha… harap kau mau mememaafkan.
Ka… kami tidak mengira kalau kau.. .. adalah
anaknya Raja Rencong . .. !".
Di balik kerudungnya Pandansuri mendengus.
Dia melompat ke muka. Kedua tangan
terpentang lebar dan tahu-tahu kedua
pemuda bangsawan itu merasakan rambut
mereka diiambak lalu: praak!
Kedua kepala pemuda bersaudara itu diadu
satu sama lain oleh Pandansuri, hingga
mengeluarkan suara keras! Batok kepala
Djebat dan Gandra Seloka pecah. Darah dan
otak bermuncratan.
"Itu hadiah yang paling bagus buat kalian"
Kata Pandansuri seraya melepaskan
jambakannya.
Tubuh Djebat dan Gandra Seloka melingkar di
Lantai.
Dang Lariku si pemilik rumah makan ketika
menyaksikan bagaimana kepala kedua
pemuda itu pecah lantas saja roboh pingsan!
Para pelayan tak ada seorangpun yang berani
menjengukkan muka!
Seperti tak ada kejadian apa-apa Pandansuri
kembali ke mejanya lalu berteriak memanggil
pelayan.
Pelayan datang dengan tubuh menggigil
mukapucat.
"Hidangkan makanan baru buatku!" kata
Pandansuri.
"Ba …. baik yang mulya kata pelayan.
Sesaat kemudian Pandansuri sudah duduk
pula menyantap hidangannya.
Belum lagi waktu berjalan sampai lima menit
tiba-tiba di luar terdengar derap kaki kuda
banyak sekali dan suara seseorang memberi
aba-aba berhenti.
Pandansuri tidak mengambil perduli suara
berisik di luar rumah makan. Juga tidak
menoleh ketika seorang laki-laki bertubuh
tinggi besar, berkumis melintang serta
membawa sepasang pedang di pinggang,
diiringi oleh lima orang yang juga rata-rata
berbadan tegap memasuki rumah makan!
"Hai!"
Keenam orang itu sama-sama mengeluarkan
seruan dan menghentikan langkah diambang
pintu sewaktu mata mereka membentur dua
sosok tubuh yang menggeletak di lantai
rumah makan dengan kepala-kepala pecah!
"Apa yang terjadi di sini?!" ujar laki-laki
paling depan lalu dia memandang seputar
ruangan dan sewaktu matanya melihat
Pandansuri yang duduk di sudut kanan enak-
enak menyantap hidangan kembali laki-laki
ini berseru terkejut: "Hai! Dia adalah anaknya
Raja Rancong! Musuh besar yang kita cari-
cari! Kurung seluruh rumah makan ini!".
Kelima orang di samping laki-laki itu segera
memencar dan memberikan perintah beruntun
hingga dalam sekejap saja seluruh rumah
makan itu telah dikurung lebih oleh dua puluh
orang.
Siapakah laki-laki berkumis melintang serta
pengiring-pengiringnya itu? Dia adalah Dipa
Warsyah seorang perwira tinggi balatentara
Kesultanan Deli, yang tengah menjalankan
tugas Sultan Deli yaitu mencari dan
menangkap Raja Rencong Dari Utara baik
hidup atau mati! Karena Raja Rencong sudah
dikenal kehebatan dan kesaktiannya, meskipun
Dipa Warsyah bukan seorang yang
berkepandaian rendah namun perwira ini tidak
mau ambil risiko.
Dalam menjalankan tugas Sultan itu maka
Dipawarsyah membawa serta lima orang
tangan kanannya dan dua puluh orang
prajurit-prajurit yang terlatih baik!
Mendengar seruan Dipa Warsyah tadi,
Pandansuri berpaling sebentar lalu
meneruskan makannya dengan sikap yang
kelihatannya tetap acuh tak acuh, tapi diam-
diam gadis ini mempertinggi kewaspadaannya
karena dia tahu siapa adanya orang-orang
itu!
Melihat sikap ei gadis demikian rupa, sang
perwira merasa dongkol dan dianggap sepele.
"Anak Raja Rencong! Kau berhadapan dengan
perwira Kesultanan Deli…!".
Sebelum Dipa Warsyah meneruskan bicaranya,
Pandansuri sudah berpaling dan memotong:
"Apa urusanmu, perwira? Apa mau mengemis
ketika orang sedang makan? Hanya
pengemis-pengemislah yang suka mengusik
orang makan!"
Merahlah paras Dipa Warsyah.
Dia berpaling pada kelima bawahannya yang
berkepandaian tinggi dan memerintah: "Atas
nama Sultan Deli tangkap gadis itu!".
Kelima orang yang diperintah segera bergerak.
"Tunggu dulu!" seru Pandansuri dengan suara
keras dan sambil mencampakkan tulang ayam
yang di tangan kanannya ke lantai papan
hingga tulang ayam itu menancap di lantai!.
"Atas alasan apa Sultan kalian menyuruh
tangkap aku?!" bentak Pandansuri lantang.
Dipa Warsyah menjawab: "Sebenarnya
ayahmu yang kami cari! Tapi menangkap
anaknyapun cukup berharga!".
"Pandansuri tertawa gelak-gelak. Suara
tertawa itu merdu sekali namun kemerduan itu
dibayangi oleh sesuatu yang mengerikan. Dia
memandang pada kelima bawahan Dipa
Warsyah. "Kalian mau menangkap aku?
Majulah!".
Mengandalkan jumlah yang banyak serta
kepandaian mereka yang tinggi maka tanpa
cabut senjata kelima anak buah Dipa Warsyah
melompat ke muka. Lima pukulan dan lima
totokan menderu bersirebut cepat! Sekejap
kemudian mengumandanglah lima pekikan di
dalam rumah makan itu!
KEDUA MATA DIPA WARSYAH membelalak
besar seperti mau melompat dari rongganya
sewaktu menyaksikan bagaimana kelima
bawahannya jatuh bergedebukan di lantai
dalam keadaan tubuh hangus dihantam
pukulan kuku api yang dilancarkan oleh
Pandansuri.
"Gadis jahanam! Jaga batang lehermu!"
Tubuhnya melompat ke muka dan hampir tak
kelihatan kapan dia mencabut sepasang
pedangnya, tahu-tahu dua sinar putih telah
menyambar pinggang dan leher Pandansuri
dari kanan dan kiri!
Pandansuri terkejut melihat datangnya
serangan hebat dan cepat ini. Lekas-lekas dia
menyingkir ke samping lalu menyusupkan satu
tendangan ke arah perut sang perwira.
Permainan pedang Dipa Warsyah hebat sekali
karena begitu serangannya mengenai tempat
kosong, sepasang pedang itu laksana kilat
menderu ke bawah membuat Pandansuri
terpaksa tarik pulang kaki kanannya dan
sewaktu dia melancarkan dua jotosan ganas
ke dada dan ke kepala lawan, kembali'
sepasang pedang membabat ke atas
menggagalkan serangannya!
Panaslah hati si gadis. Dia bersuit nyaring
dan sekali tubuhnya berkelebat lenyaplah dia
dalam jurusjurus serangan yang ganas! Kedua
orang itu berkecamuk dalam pertempuran
yang luar biasa hebatnya!
Meski sang perwira dalam hal tenaga dalam
masih kalah satu tingkat dari Pandansuri
namun dengan permainan sepasang
pedangnya yang hebat luar biasa dia berhasil
memberikan tekanan-tekanan yang berbahaya
pada lawannya! Kalau saja ilmu meringankan
tubuh Pandansuri belum mencapai tingkat
yang lebih tinggi dari sang perwira, niscaya
gadis ini sudah sejak tadi kena celaka
tersambar ujung pedang!
Melihat lawan begitu tangguh dengan hati
memaki Pandansuri mulai keluarkan jurus-
jurus simpanannya yang terlihay. Dipa
Warsyah terkesiap melihat bagaimana
permainan silat si gadis berubah total dan
sukar diduga sasaran yang ditujunya. Dengan
serta merta perwira ini percepat permainan
pedangnya hingga rumah makan itu terbenam
dalam deru sepasang pedang!
"Perwira edan! Makan pukulan selaksa palu
godam ini!" teriak Pandansuri. Tubuhnya
berkelebat dan tahutahu tangan kanannya
menyusup di bawah pedang sebelah kiri Dipa
Warsyah, menderu ke atas mengarah muka
sang perwira!
Meski kagetnya bukan alang kepalang, tapi
perwira ini tidak kehilangan akal. Dengan
sebat pedang di tangan kanannya digerakkan
ke atas! Pandansuri terkejut dan tak
menyangka lawannya akan bergerak sekalap
dan secepat itu. Namun demikian meskipun
pedang datang menyambar gadis ini tidak
takut. Sedikit saja dia merubah gerakan
pukulannya tadi maka lengannya telah
menghantam badan pedang. Pedang itu
bukan saja mental dari tangan kanan Dipa
Warsyah tapi juga patah dua!
Sambil mengirimkan satu tusukan sang
perwira melompat ke samping kiri dan ke luar
dari kalangan pertempuran. Justru ini adalah
kesalahan besar. Dengan memisah jarak
sejauh itu dia memberi kesempatan pada
Pandansuri untuk melepaskan pukulan kuku
api yang ganas! Perwira ini berusaha
mengelak sambil menangkis tapi sia-sia saja.
Tubuhnya sebatas dada ke atas hangus
dilanda lima larik sinar merah kekuningan
yang melesat dari lima kuku jari tangan
kanan Pandansuri!
"Perempuan iblis!" teriak seorang kepala
prajurit yang mengurung rumah makan. Sekali
dia berteriak maka dua puluh prajurit-prajurit
lainnya menyerbu! Rumah makan itupun hiruk
pikuklah.
Tapi hanya sebentar karena setiap kali
Pandansuri berkelebat, setiap kali dia
menjentikkan kelima jari tangannya maka
sekelompok demi sekelompok prajuritprajurit
itu rebah ke lantai tanpa nyawa dan dalam
keadaan tubuh hangus! Akhirnya enam orang
sisa-sisa yang masih hidup segera ambil
langkah seribu!
Rumah makan itu kini penuh dengan
gelimpangan mayat. Suasana yang
mengerikan itu ditambah pula bergidiknya
oleh beberapa orang prajurit yang masih
hidup megap-megap merintih menjelang ajal
sampai! Kursi dan meja centang perenang tak
karuan. Piring-piring dan gelas berhamburan
dimana- mana. Makanan berhamparan! Satu-
satunya meja dan kursi yang tidak berpindah
dari tempatnya ialah yang tadi diduduki oleh
Pandansuri!
Gadis ini melangkah ke kursi, duduk di situ
dan meneguk tuak harum di dalam piala perak
beberapa kali. Di tengah-tengah suasana yang
mengerikan itu dia meneruskan menyantap
hidangannya kembali!
Pandansuri sudah menyelesaikan makannya
dan tengah meneguk tuak sewaktu dari pintu
terdengar suara keras menggetarkan Seantero
ruangan:"Buset ! Ini rumah makan apa tempat
pembantaian manusia? !..Anak gadis Raja
Rencong Dari Utara terkejut dan cepat
berpaling.
"Ah, dia ", kata Pandansuri. Kedua bola
matanya bersinar. Dia merasa geli dan juga
merasa aneh melihat sikap orang diambang
pintu menyaksikan mayat yang malang
melintang dalam rumah makan dengan mata
membeliak, mulut ternganga dan sambil
garuk-garuk kepala! Tiba-tiba orang itu
berpaling kepadanya dan:"Hai kau!" seru
pemuda rambut gondrong.
Dia melangkah melompati mayat-mayat yang
bergelimpangan mendadak dia menghentikan
langkahnya ketika salah seorang dari mayat
mayat itu dikenalnya.
"Ini Dipa Warsyah, perwira pasukan
Kesultanan Deli!" katanya setengah berseru
dan kembali memalingkan kepala pada
Pandansuri. Sambil melangkah ke meja gadis
itu dia bertanya: "Apa yang terjadi di sini?"
"Siapa tanya siapa?!..
"Eh !., si pemuda tertegun. Dua alis matanya
yang tebal naik ke atas lalu sekelumit senyum
tersungging di mulutnya. "Tentu saja aku
bertanya dengan kau saudari, kecuali kalau
mayat-mayat itu masih sanggup diajak
bicara!"
Pandasuri pelototkan matanya. Si pemuda
juga beliakkan sepasang matanya meski
senyum tadi masih belum pupus dari
mulutnya.
"Berlalu dari hadapanku sebelum aku jadi
muak !" bentak Pandansuri.
"Saudari, kau galak sekali! Tidak percuma kau
jadi anaknya Raja Rencong Dari Utara?!…
Pandansuri terkejut.
"Dari mana kau tahu aku anak Raja
Rencong?!"
"Ah kehebatan ayahmu dan kehebatanmu
disampaikan orang dari mulut ke rnuiut.
Dihembuskan angin ke pelbagai penjuru …
Pemuda itu kemudian menyeret sebuah kursi
yang terbalik lalu duduk di hadapan
Pandansuri dengan sikap seenaknya.
"Pemuda lancang! Kalau kau sudah tahu
siapa aku mengapa tidak lekas angkat kaki
dari rumah makan ini?!" Si pemuda tertawa
pelahan.
"Kau tak punya hak mengusirkul Rumah
makan ini bukan milikmu!" Si gadis
mendengus.
"Ka|au begitu berarti akan bertambah satu
mayat lagi di tempat ini!"
Si pemuda yang bukan lain Wiro Sableng si
Pendekar 212 adanya tertawa perlahan.
"Jadi kau rupanya yang telah membunuhi
semua manusia ini!", Wiro gelengkan kepala
dan leletkan lidah. "Dan aku yakin mereka
bukan manusia- manusia berdosa ! Sekalipun
punya salah tapi sangat tak
berperikemanusiaan menjagal mereka seperti
ini !".
"Punya dosa atau tidak, salah atau tidak itu
bukan urusanmu ! Lekas menyingkir dari
hadapanku!"
bentak Pandansuri. "Kecuali kalau mau segera
mampus!".
Kembali Pendekar 212 tertawa. Dia
memandang ke luar lewat pintu rumah makan
lalu berkata:"Seekor binatang jika dilepaskan
dari bahaya besar, mungkin masih bisa
menyatakan terima kasih! Tapi seorang
manusia malah sebaliknya!"
"Keparat ! Kalau tidak mengingat
pertolonganmu tadi siang-siang aku sudah
bunuh kau!", bentak Pandansuri. "Soal
pertolongan yang tak seberapa itu jangan
diungkap-ungkap! Lagi pula siapa yang
engkauminta tolong padamu sewaktu aku
bertempur melawan empat manusia hina dina
itu?!"
"Aku sama sekali bukan bermaksud
mengungkap-ungkap pertolongan kecil itu"
sahut Wiro,"tapi cuma sekedar
membandingkan seorang manusia dengan
seekor binatang., !".
Ejekan ini membuat Pandansuri menjadi
marah sekali.
"Keparat! Kau betul-betul mau mampus
cepat-Cepat !". Pandansuri mengangkat
tangan kanannya.
Lima jadi tangannya siap dijentikkan ke arah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Yang hendak
diserang sebaliknya tenang-tenang saja malah
tersenyumsenyum.
Ketenangan ini membuat Pandansuri menjadi
ragu.
"Eh, kenapa maksudmu tidak diteruskan?
Bukankah kau mau membunuh aku?!" kata
Wiro ketika dilihatnya Pandansuri berada
dalam kebimbangan.
"Setan alas!" maki Pandansuri geram. Sekali
tangan kirinya digerakkan maka meja makan
yang dihadapannya melesat ke arah Wiro
Sableng. Piring mangkuk dan gelas
menyambar lebih dahulu!
"Benar-benar manusia yang tak tahu budi
orang!" damprat Wiro Sableng. Laksana
panah lepas dari busurnya tubuhnya mencelat
ke atas. Piring mangkuk dan gelas lewat di
sampingnya. Begitu meja makan menyusul
datang, tanpa tedeng aling-aling Wiro
Sableng tendangkan kaki kanannya. Meja itu
hancur berantakan. Pecahan-pecahan papan
dan kakikaki meja yang keseluruhannya
berjumlah delapan belas keping langsung
menyerang ke tubuh Pandansuri!
Dengan cekatan gadis ini melompat ke atas
seraya memukulkan tangan kiri ke muka.
Kepingankepingan meja yang menyerangnya
berpelantingan kian ke mari. Wiro kemudian
susulkan dengan satu jotosan ke arah perut si
gadis. Dengan gerakan gesit Pandansuri
berhasil mengelakkan malah di lain kejap dia
berhasil menyambar patahan kaki meja dan
menyerang Wiro Sableng dengan benda itu.
"..wutttt"
Wiro membuang diri ke samping kanan.
Terlambat sedikit saja pasti pipinya kena
disambar ujung kaki meja itu! Melihat
serangan untuk kesekian kali luput lagi maka
Pandansuri berkelebat cepat dan serangan
dahsyatpun bertubi-tubi melanda Pendekar
212 wiro Sableng!
Diam-diam Wiro Sableng memuji kehebatan
ilmu sifat dan kegesitan Pandansuri. Sebelum
dirinya kena didesak, Wiro segera berkelebat
cepat untuk mengimbangi kegesitan lawart.
Lima jurus pertempuran berkecamuk dengan
hebat Kaki meja di tangan Pandansuri
merupakan senjata yang ampuh, menderu kian
ke mari laksana belasan buah banyaknya dan
menyerang dalam gerakan-gerakan yang
sukar diduga. Penasaran sekali, wiro Sableng
keluarkan sebuah jurus silat tangan kosong
yang dipelajarinya dari Tua Gila (Mengenai
siapa adanya Tua Gila harap baca serial Wiro
Sableng yang berjudul: Banjir Darah di
Tambun Tulang). Jurus ini bernama: "ular gila
membelit pohon menarik gendewa"!
Jurus ini sepenuhnya mempergunakan
kecepatan gerakan tangan. Bagi Pandansuri
yang tak bisa melihat kecepatan tangan
lawannya, dan hanya melihat tubuh lawan
berada dalam keadaan tak terlindung segera
hantamkan kaki meja di tangan kanannya
secepat kilat ke arah dada Wiro Sablengi
"Wuutt!"
Kaki kursi itu menderu dan diantara
dahsyatnya deru tersebut Pandansuri
mendengar suara tertawa lawan yang
menjengkelkan hatinya. Tenaga dalamnya
dilipat gandakan hingga dalam satu kejapan
mata lagi akan hancur remuklah dada
Pendekar 212 dilanda kaki meja!
Namun betapa terkejutnya Pandansuri
sewaktu merasakan gerakan tangan kanannya
itu tertahan oleh satu kekuatan yang tak
kelihatan, dan tahutahu kaki meja terlepas
dari genggamannya!.
Bila dia menyurut mundur dan memandang ke
depan dilihatnya Wiro Sableng berdiri
tertawatawa sambil membolang balingkan
kaki meja itu!
"Saudari, kurasa cukup sudah kita main-main.
Sekarang kau dengarlah baik-baik! Sewaktu
melihat kau bertempur melawan empat orang
tokoh silat itu dan berada dalam keadaan
terdesak aku telah membantumu! Tapi setelah
kau lolos dan tahu siapa kau adanya,
nyatalah bahwa aku telah membuat kesalahan
besar! Aku berjanji pada keempat orang itu
untuk menangkap dan menyerahkanmu
kepada mereka.
Nah bagaimana tanggapanmu! Menyerah
baikbaik atau terpaksa kita musti main-main
lagi barang beberapa jurus?!"
"Menyerah diri pada manusia macammu lebih
baik bunuh diri!".
"Ah jangan! Jangan bunuh diri!" tukas Wiro
sambil senyum-senyum. "Kalau kau bunuh
diri kekasihmu tentu akan sedih dan
menangis, lalu mengamuk macam orang gila!
Aku kawatir manusiamanusia tak berdosa
akan jadi korban amukannya!"
"Pemuda sombong kurang ajar! Aku mengadu
jiwa sampai seribu jurus!" teriak Pandansuri
Didahului oleh satu pekikan yang dahsyat
maka gadis ini menyerang hebat sekali.
Gerakannya jauh berbeda dari jurus-jurus
serangan sebelumnya.
Sebelum serangan itu sampai anginnya sudah
menyambar keras!
Wiro tetap berdiri di tempatnya sambil bolang
balingkan kaki meja di tangan kanannya. Dia
terkejut sewaktu merasakan angin serangan
yang tajam menyelusup ke arah barisan
tulang-tulang iga di sisi kanannya! Wiro
Sableng sabatkan kaki meja dengan sigap.
"Buuk"!
Wiro Sableng mengeluh! Kaki meja terlepas
dari tangan kanan sedang tubuhnya terjajar ke
belakang sampai tiga langkah! Ketika
memandang kelengannya sebelah kanan
lengan itu kelihatan bengkak dan merah.
Ternyata tumit kiri Pandansuri telah berhasil
menghantam lengan itu!
"Itu baru lenganmu! Sebentar lagi kepalamu
yang bakal pecah!" Wiro keluarkan suara
bersiul.
"Rupanya kau memang tak boleh dibuat main!
Baik, kau mulailah!" kata Pendekar 212 Wiro
Sableng dan memasang kuda-kuda untuk
menyerang.
Namun sebelum dia bergerak tubuh si gadis
sudah berkelebat dan lenyap! Angin serangan
yang dahsyat menelikung sekujur tubuh Wiro.
Untuk mengimbangi gerakan lawan mau tak
mau pemuda ini kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya dan sesaat kemudian tubuhnya itu
hanya merupakan bayang-bayang putih saja!
Diam-diam Wiro Sableng merasa kagum juga
dengan permainan silat Pandansuri. Saat itu
mereka sudah bertempur sepuluh jurus lebih.
Meski Pandansuri tak berhasil menjatuhkan
serangan kepadanya namun dia sendiri
dipaksa untuk bertahan terus-terusan, sama
sekali tak punya kesempatan untuk balas
menyerang! Ini membuat Wiro Sableng
menjadi penasaran. Beberapa kali totokannya
tak mengenai sasarannya. Kalau saja dia
tidak bermaksud untuk meringkus gadis itu
hidup-hidup, itu lain perkara, dia bisa turun
tangan dengan ganas!
Dalam telikungan serangan yang dahsyat itu
mendadak Wiro Sableng menyaksikan
berkelebatnya sinar merah kekuningan!
Melihat lawan menyerang dengan ilmu
pukulan sakti yang berarti menginginkan
jiwanya maka Wiro Sableng tentu saja tak
mau tinggal diam lagi. Tenaga dalamnya
yang sejak tadi sudah disiapkan secepat kilat
dialirkan ke tangan kanannya. Sesaat
kemudian tangan itupun didorongkan ke
depan. Gerakan Wiro Sableng ini sekaligus
merupakan campuran dari pukulan "benteng
topan melanda samudrra" dan "tameng sakti
menerpa hujan".
Terdengar suara letusan yang dahsyat.
Langitlangit rumah makan hancur hangus
berantakan. Tubuh Pandansuri mencelat
sepuluh langkah, terbanting ke dinding! Wiro
sableng sendiri terhuyung gontai.
Kejutannya bukan olah-olah sewaktu
menyaksikan bagaimana ujung lengan
bajunya mengepul hangus terasa panas dan
perih! Buru-buru pemuda ini merobek ujung
lengan baju itu. Ketika dia memandang ke
jurusan dinding dimana tubuh Pandansuri tadi
terbanding keras, astaga! Gadis itu sudah
lenyap!
Wiro melompat ke pintu depan! Kasip sudah!
Si gadis tak kelihatan lagi! Wiro memaki
dalam hati. Segera pula dia meninggalkan
rumah makan itu.
HARI ITU TANGGAL SATU, saat peresmian
berdirinya Partai Topan Utara. Puluhan
perahu kelihatan menyeberangi Danau Toba
menuju ke pulau besar yang terletak di
tengah- tengah danau. Penumpang-
penumpang perahu-perahu itu ialah tokoh-
tokoh silat dari pelbagai penjuru yang sengaja
datang untuk menghadiri peresmian berdirinya
Partai Topan Utara. Semua mereka ini tiada
menduga bahwa kedatangan mereka itu ke
sana hanya untuk mengantar nyawa karena
Raja Rencong yang berhati sejahat iblis itu
telah berniat untuk menamatkan riwayat
semua tokoh-tokoh silat, tak perduli dari
golongan manapun mereka adanya!
Di Arena Topan Utara yang terletak di bawah
bangunan tua di bukit Toba suasana penuh
sesak oleh para tetamu. Kelihatannya para
tamu itu sudah tak sabar lagi menunggu
kemunculan Raja Rencong Dari Utara. Namun
sampai sedemikian lama sang tuan rumah
masih juga belum muncul. Ini menimbulkan
kegelisahan di kalangan para tamu.
Sementara itu di lereng bukit kelihatan
sekelebatan sosok tubuh manusia. Paras dan
perawakannya tidak dapat diteliti dengan
jelas karena luar biasa cepat larinya. Dalam
tempo yang singkat dia sudah lenyap ke
dalam rimba belantara, meneruskan larinya
dengan melompat dari atas cabang pohon
yang satu ke cabang pohon lainnya hingga
akhirnya dia sampai di hadapan bangunan
tua, satu-satunya bangunan yang terdapat di
Bukit Toba itu. Suasana kelihatan sepi tapi
matanya yang tajam dapat mengetahui bahwa
sebelumnya belasan orang telah memasuki
bangunan itu. Apalagi sebelumnya dia telah
melihat perahu banyak sekali di tepi pantai.
Setelah memandang berkeliling, orang di atas
pohon ini melompat ke bawah dan tanpa
menimbulkan suara dia bergerak ke bagian
belakang bangunan. Berlindung di balik
sebuah runtuhan dinding tembok dia meneliti
bagian belakang bangunan itu dengan cepat
hingga akhirnya pandangannya membentur
serumpun semak belukar lebat di hadapan
sebatang pohon kelapa. Jika saja dia tidak
mendapat penjelasan dari gurunya Si Tua Gila
pasti dia tidak mengetahui bahwa di bawah
rerumpunan semak belukar itu terdapat
sebuah lobang yang merupakan jalan rahasia
menuju ke bagian bawah bangunan tua!
Segera orang ini melompat tanpa suara ke
arah semak belukar, menarik semak belukar
itu ke atas hingga kini kelihatan sebuah
lobang yang sangat kotor dan besarnya hanya
untuk tempat masuk sesosok tubuh manusia.
Tanpa ragu-ragu orang ini masuk ke dalam
lobang itu dan menyeret rumpunan semak-
semak hingga lobang kembali tertutup seperti
sedia kala. Lobang itu ternyata hampir lima
belas tombak dalamnya. Setengah bagian
sebelah atas dari tanah sedang setengah
bagian sebelah bawah dilapisi dengan batu.
Dengan mengandalkan ilmu meringankan
tubuhnya, orang yang masuk ke lobang ini
menyerosot turun tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun! Dia sampai di satu lorong sempit
dan gelap.
Lantai, dinding dan atap lorong yang terbuat
dari batu itu penuh dengan debu tebal.
Agaknya lorong tersebut tak pernah dilalui
orang selama bertahuntahun.
Ditempuhnya lorong itu hingga dia mencapai
sebuah pengkolan. Tepat di pengkolan ini
terdapat dua buah pintu Pengkolan itu sendiri
buntu.
Orang itu menggaruk rambutnya yang
gondrong. Rambut gondrong dan kebiasaan
menggaruk kepala yang tidak gatal bukan lain
dua ciri-ciri khas dari Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212! Dan memang orang yang
menyelinap masuk ini adalah Wiro Sableng!
Dengan penuh hati-hati Wiro mendekati pintu
sebelah kiri. Ternyata pintu itu tidak dikunci.
Dan ketika dibuka, kelihatanlah sebuah
ruangan empat persegi. Di dalam ruangan ini
terdapat sebuah roda besi yang amat besar.
Bagian pusat dari roda besi ini berhubungan
dengan dua puluh helai kawat-kawat halus.
Selanjutnya kawat-kawat halus ini
menyelusup ke bagian atas ruangan tak
diketahui Wiro kemana seterusnya.
"Mungkin sekali ini adalah senjata rahasia"
pikir Wiro Sableng. Ditutupnya pintu itu
kembali lalu bergerak ke pintu yang satu lagi.
Begitu dibuka maka kelihatanlah sebuah
tangga batu pualam yang menuju ke atas. Tak
membuang-buang waktu Wiro segera
melompat dan sampai di sebuah lorong yang
sangat bagus. Dinding-dindingnya penuh
dengan lukisan-lukisan sedang sebagian dari
gang itu tertutup permadani berbunga-bunga.
Pada sisi kiri kanan lorong terdapat masing-
masing sebuah pintu. Pintu yang ketiga
terletak di ujung gang.
Perlahan-lahan dan hati-hati sekali Wiro
Sableng bergerak mendekati kedua pintu di kiri
kanan lorong. Tiba-tiba dia menghentikan
langkahnya. Dari pintu sebelah kanan
terdengar suara orang bercakapcakap.
Seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Suara yang perempuan ini rasa-rasa pernah
didengar Wiro Sableng. Cepat pendekar ini
tempelkan telinganya ke daun pintu untuk
mendengarkan pembicaraan kedua orang di
dalam kamar.
Sementara itu di dalam kamar Raja Rencong
Dari Utara duduk di sebuah kursi besar. Dia
mengenakan pakaian ungu yang baru
bertaburkan mutiara. Di tangan kirinya ada
sebuah piala berisi anggur harum. Setelah
meraba sebentar kumisnya yang tebal hitam
melintang, laki-laki ini bertanya: "Apakah
semua tamu sudah datang?".
Pertanyaannya itu diajukan pada gadis
berbaju ungu yang berdiri di hadapannya,
parasnya cantik jelita dan dia bukan lain
Pandansuri anak Raja Rencong sendiri.
"Sudah", menjawab Pandansuri. "Agaknya
sudah waktunya bagi ayah untuk keluar".
"Yasudah waktunya", kata Raja Rencong pula
dengan tersenyum. Diteguknya anggur dalam
piala.
Tangannya yang memegang piala tiba- tiba
diturunkan dan dia memandang lagi pada
anaknya: "Pemuda rambut gondrong yang
bertempur denganmu di rumah makan Dang
Lariku apa juga kelihatan?".
"Sampai saat terakhir saya mengintai dari
jendela rahasia di Arena Topan Utara dia
tidak kelihatan".
"Panglima Sampono dan ketiga kawannya itu
juga hadir?". Pandansuri mengangguk.
Raja Rencong Dari Utara meletakkan piala
anggur ke atas meja lalu berdiri.
"Segera aku meninggalkan kamar ini, kau
cepat menuju ke kamar pesawat rahasia itu.
Di mimbar telah kupasang sebuah tombol.
Kelak bila tomboi itu kutekan pesawat rahasia
itu akan berbunyi dan detik itu juga kau harus
mencabut dua puluh helai kawat-kawat halus
pada pusat pesawat secara sekaligus!
Kau mengerti tugasmu, Pandansuri?!"
"Mengerti ayah", jawab Si gadis.
Raja Rencong Dari Utara tertawa lalu
berkata:"Sekali kawat-kawat itu terlepas dari
pusat pesawat, lantai Arena Topan Utara akan
ambruk, atau akan runtuh! Semua keparat-
keparat yang ada di situ akan tertimbun
hidup-hidup! Akan mampus!"
"Dan kita ayah dan anak akan menguasai
dunia persilatan di seluruh Pulau Andalas ini!"
"Benar! Benar sekali!" kata Raja Rencong
dengan tertawa gelak-gelak. "Namun
demikian, meski keparat keparat di Arena
Topan Utara itu sudah berada dalam
perangkap kita, segala hal yang tak terduga
mungkin saja terjadi. Agar kau dapat
menjalankan tugas dengan aman, kau
bawalah pedang ini". Raja Rencong Dari Utara
menyerahkan sebilah pedang ke tangan
anaknya. "Senjata ini tidak kalah hebatnya
dengan Rencong Perakmu yang hilang itu.
Pandansuri ".
Pandansuri menerima senjata itu. Kemudian
dilihatnya ayahnya mengeluarkan sehelai
lipatan kertas.
"Sekali lagi kukatakan", ujar Raja Rencong
pula, "segala kemungkinan yang tak diingini
bisa terjadi. Surat ini kuberikan padamu,
anakku. Kelak kau baru boleh membukanya
jika aku menemui ajal secara tak terduga di
Arena Topan Utara nanti.
Jika segala sesuatunya berjalan beres, surat
itu musti kau kembalikan padaku ".
"Ayah, apakah artinya ini?" tanya Pandansuri.
Kata-kata dan surat yang diserahkan ayahnya
itu membuat hatinya tidak enak.
Raja Rencong Dari Utara tertawa perlahan.
ditepuknya bahu Pandansuri. Dibukanya
mulutnya hendak mengatakan sesuatu tapi
mendadak kepalanya dipaling ke pintu kamar.
"Seperti ada seseorang yang tengah mencuri
dengar pembicaraan kita. Pandan "
Pandansuri menoleh ke pintu lalu berkata:"Ah
itu cuma perasaan ayah saja. Siapa orangnya
yang berani menyusup ke sini dari Arena
Topan Utara? Sekali dia memasuki lorong
pertama pasti tubuhnya akan tertambus
senjata-senjata rahasia meski bagaimana pun
tinggi ilmunya!"
Raja Rencong membenarkan hal itu. Namun
kekawatiran belum lenyap dari hatinya.
..menyusup dari Arena Topan Utara memang
tidak mungkin.
Tapi yang aku kawatirkan ialah penyusupan
lewat lobang rahasia di bagian belakang
bangunan tua.
Dari lobang sampai ke lorong dan sampai ke
sini sama sekali tidak dirintangi oleh satu
senjata rahasiapun!"
"Ayah", kata Pandansuri tertawa. "Menurut
keteranganmu satu-satunya manusia yang
mengetahui seluk beluk dan jalan rahasia
masuk ke tempat ini ialah Tua Gila, Dan orang
itu sudah mati belasan tahun yang silam.
Apakah dia mungkin hidup kembali dan
menggerayang ke sini?!"
Raja Rencong Dari Utara merasa malu pada
dirinya sendiri. Namun telinganya yang tajam
itu tadi telah mendengar suara hembusan
nafas tepat.
di belakang daun pintu kamar dimana dia
berada. Melihat ayahnya masih berada dalam
kebimbangan, Pandansuri berkata lagi:
"Kalaupun ada seseorang yang berhasil
masuk ke sini, masakan telinga ayah tak
sanggup mendengar gerakan langkahnya?!"
"Aku belum puas kalau belum menyelidikinya
sendiri" kata Raja Rencong pula. Lalu dengan
cepat melompat ke pintu! * * * DI LUAR
KAMAR SEWAKTU MENDENGAR ucapan Raja
Rencong bahwa dia merasa ada seseorang
yang mendengarkan pembicaraannya maka
Wiro segera maklum cepat atau lambat laki-
laki itu akan segera ke luar untuk menyelidik.
Untuk lari ke ujung lorong yang tadi
dilewatinya terlalu besar risikonya karena
ujung lorong itu jauh sekali. Untuk baku
hantam menempur Raja Rencong dan
Pandansuri baginya bukan halangan.
Sekalipun dia harus pasrahkan nyawa dia bisa
mati dengan rela. Tapi yang paling penting
ialah menyelamatkan jiwa puluhan tokoh-
tokoh sakti yang ada di Arena Topan Utara,
terutama mereka yang dari golongan putih!
Wiro Sableng melangkah cepat ke pintu di
samping kiri. Didorongnya pintu itu tapi
ternyata dikunci. Mendobrak pintu itu akan
menimbulkan suara berisik dan sama saja
dengan memberi tahu terang-terang
kehadirannya di situ pada Raja Rencong!
Wiro berkelebat ke pintu di ujung depan
lorong.
Baru saja dia berdiri di depan pintu itu
mendadak terdengar suara macam nyamuk
mengiang di telinganya.
"Cepatlah masuk anakku".
Wiro terkejut bukan main. Meski tidak tahu
apakah yang bakal ditemui di dalam sana
perangkap yang sangat berbahaya namun
tanpa pikir panjang dalam keadaan kepepet
begitu rupa Wiro Sableng segera mendorong
daun pintu. Pintu itu ternyata tak dikunci.
Wiro cepat masuk ke dalam. Ketika daun
pintu itu tertutup kembali maka daun pintu
dilorong sebelan kanan terbuka. Raja Rencong
Dari Utara ke luar. Matanya meneliti setiap
sudut lorong.
Tak seorangpun yang kelihatan. Namun Raja
Rencong tak yakin bahwa perasaan dan
telinganya telah menipunya. Sekali dia
melompat maka dia sudah sampai di pintu
kamar di ujung lorong dan sekaligus
membuka pintu itu!
Sewaktu Wiro masuk ke dalam' kamar itu satu
pemandangan yang luar biasa membuat dia
sangat terkejut hingga sepasang kakinya
laksana dipakukan ke lantai!
Kamar itu tak seberapa besar. Meski bagian
luarnya kelihatan bagus tapi di dalamnya
hanya merupakan dinding lantai dan atap
batu yang kasar. Seluruh kamar diselimuti
debu. Di beberapa sudut labah-labah telah
membuat sarangnya. Di tengah-tengah kamar
inilah kelihatan duduk seorang laki-laki tua
bermuka biru, berpipi sangat cekung. Tubuh-
nya yang kurus tertutup sehelai jubah biru
yang luar biasa besarnya hingga bagian
bawahnya menutupi hampir seluruh lantai
kamar! Kedua tangan orang tua ini buntung
sebatas siku, salah satu telinganya sumplung.
Pada lehernya terikat sebuah rantai baja yang
ujungnya dipantek dengan sebuah paku besar
ke dinding batu di belakangnya. Sikap orang
tua ini yang memeramkan matanya tak
ubahnya seperti orang
yangtengahbersemedi,"Orang tua, kau siapa?!"
tanya Wiro.
Orang tua itu membuka kedua matanya.
Astaga! Wiro merasa tengkuknya dingin.
Kedua mata itu hanya merupakan sepasang
rongga yang dalam dan mengerikan!
"Anak tolol! Lekas sembunyi dalam jubah di
belakang punggungku!" kata si orang tua.
Wiro Sableng yang sadar akan keadaannya
segera mengikuti perintah si orang tua.
Namun demikian karena dia tiada mengenal
siapa adanya orang tua ini dan bukan
mustahil seorang musuh yang hendak
menjebak maka sambil menyusup ke dalam
'jubah biru yang lebar diam-diam Wiro
siapkan pukulan sinar matahari di tangan kiri
sedang tangan kanan memegang gagang
Kapak Naga Geni 212! '
"Anak, aku bukan musuhmu! Kenapa musti
meraba senjata segala?!", tiba-tiba terdengar
suara mengiang di telinga Wiro Sableng.
Suara orang tua itu!
Orang ini hebat sekali, tentu sakti luar biasa,
pikir Wiro.
Tapi mengapa kedua tangannya buntung dan
matanya buta sedang lehernya dirantai begitu
rupa?
Tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar
bentakan Raja Rencong Dari Utara:
"Tua renta buta! Siapa yang masuk ke sini?!"
Si orang tua menghela nafas dalam lalu
menjawab.
Suaranya kecil sekali seperti suara anak
perempuan.
"Jika aku sampai tidak mengetahui ada
seorang yang masuk ke sini itu bukan karena
ketololanku tapi karena mataku memang tak
melihat. Tapi jika kau yang punya mata dan
telinga tajam sampai tidak mengetahuinya
dan malah bertanya padaku itu adalah satu
ketololan yang tak ada taranya! Apakah kau
lihat ada orang lain di kamar ini?!"
Ejekan itu membuat Raja Rencong Dari Utara
memaki habis-habisan. Memang selain orang
tua itu tak ada siapapun di situ"Apakah kau
sudah memeriksa, Hang Kumbara?" bertanya
si orang tua.
"Tutup mulutmu setan tua!"
engkauDimaki begitu rupa malah si orang tua
tertawa dan menyahuti: "Hari ini hari
peresmian berdirinya Partai Topan Utara
bukan?!"
"Kunyuk peot! Kau tahu apa tentang Partai
Topan Utara!" semprot Raja Rencong.
"Aku memang tidak tahu-tahu apa-apa. Tapi
di balik ketidak tahuan itu aku mendapat
firasat bahwa Partaimu itu akan runtuh
sebelum saat diresmikannya. Dan kau sendiri
akan mampus. Hang Kumbara . . .!
"Ya, aku akan mampus!" jawab Hang Kumbara
alias Raja Rencong Dari Utara. "Tapi sebelum
mampus, untuk yang keseratus kalinya terima
dulu tamparanku ini!".
"Plaak"!
Tamparan yang dilayangkan Raja Rencong
keras luar biasa. Tubuh si orang tua
terhuyung-huyung dirasakan oleh Wiro tapi
tidak roboh. Mulutnya mengucurkan darah!
Wiro Sableng marah sekali melihat orang tua
yang telah tolong menyembunyikan dirinya
diperlakukan begitu rupa. Segera saja dia
hendak melompat ke luar dari balik jubah.
Tapi ditelinganya terdengar suara seperti
ngiangan nyamuk: "Jangan tolol anak!".
Terpaksa Wiro Sableng mendekam terus di
belakang punggung orang tua itu. Kemudian
terdengar pintu kamar ditutupkan, Raja
Rencong telah ke luar.
"Sekarang kau keluarlah!" kata orang tua itu.
Wiro keluar dari balik jubah lalu menjura
hormat: "Terima kasih atas budi
pertolonganmu, orang tua. Harap kau sudi
menerangkan namamu. Kelak di kemudian
hari aku harap bisa membalas budi besarmu
ini . . .! Orang tua itu tertawa.
"Sewaktu mendengar langkahmu di bagian
belakang bangunan tua, sewaktu kudengar
kau mengangkat rerumpunan semak-semak
lalu menyusup turun ke dalam lorong hatiku
gembira. Kukira kau adalah Tua Gila. Tapi
dari suara langkahmu kuketahui kemudian
bahwa kau bukanlah si Tua Gila.
Namun demikian aku yakin kau ada sangkut
paut dengan orang tua itu. Mungkin sekali
kau muridnya.
Betul?!"
Wiro Sableng melengak.
"Aku hanya menerima beberapa jurus ilmu
silat dari Tua Gila. Bagaimana kau bisa tahu
semua gerak gerikku?" tanya Wiro heran.
"Ilmu yang tinggi adalah seribu mata dgn
seribu telinga bagi seseorang", jawab si orang
tua. "Tapi semuanya itu berakhir dalam kesia-
siaan! Buktinya diriku ini!"
"Kenapa kau sampai dirantai begini
rupa?"tanya Wiro.
"Muridku sendiri yang melakukannya" jawab si
orang tua penuh rawan dan penyesalan.
"Muridmu?!" kejut Wiro.
"Kau terkejut?! Tak perlu terkejut atau heran
orang muda. Di dunia ini sekarang penuh
dengan orang-orang sesat dan murtad!".
"Kalau aku boleh bertanya, siapa muridmu
itu?"
"Masakan kau tidak bisa menerka. Hang
Kumbara!"
"Maksudmu Raja Rencong Dari Utara?"
"Itu gelarnya".
"benar-benar terkutuk manusia itu!" geram
Wiro. Sekali digerakkannya- tangan kanannya
membetot maka tanggallah paku di dinding
batu. Dengan cepat Wiro lalu melepaskan
rantai yang mengikat leher orang tua itu.
"Terima kasih anak. Tenaga dalammu luar
biasa sekali. … ".
"Aku cuma punya waktu sedikit, orang tua.
Harap kau sudi memberikan sedikit
keterangan tentang dirimu. Kelak kalau
tugasku selesai aku akan membawamu dari
tempat terkutuk ini!"
"Terima kasih terima kasih! Tak perlu kau
bawa diriku yang sudah pikun cacat dan tak
berharga ini.
Dengar anak, namaku adalah Nyanyuk Amber.
Dulu aku diam di Gunung Singgalang sampai
kedatangannya Hang Kumbara manusia
laknat itu Dia datang mengemis ilmu padaku.
Karena kulihat sifatnya baik dan lagi pula dia
adalah murid kenalan baikku si Datuk Mata
Putih maka aku tak keberatan mewariskan
beberapa ilmu yang hebat kepadanya! Tapi
siapa nyana kalau manusia itu sesungguhnya
sudah sejak lama mendekam maksud jahat
hendak menimbulkan bencana di atas jagat
ini!
Maksudnya mendirikan Topan Utara dan
memaksa orang-orang untuk menghadirinya
adalah bohong belaka!
Sebenarnya dia sengaja untuk menghimpun
seluruh orang-orang pandai di sini lalu
dibunuh secara masai!
Gurunya sendiripun, gurunya yang pertama
sebelum aku yaitu Datuk Mata Putih dia juga
yang membunuhnya!
Benar-benar manusia iblis yang haus darah",
si orang tua yang bernama Nyanyuk Amber
menghela nafas panjang lalu berkata: "Meski
bagaimanapun dibandingkan dengan Datuk
Mata Putih aku masih bernasib lumayan, tidak
dibunuh! Tapi apakah artinya hidup cacat
begini rupa?!".
"Apakah Hang Kumbara juga yang telah
memutus kedua lenganmu?" tanya Wiro.
"Bukan hanya lenganku anak. Bukan hanya
lenganku! Coba kau singkap jubah ini di
bagian kakiku".
Wiro menyingkapkan jubah biru Nyanyuk
Amber.
Astaga, ternyata kedua kaki orang tua itu
sebatas lutut juga telah buntung!
"Hang Kumbara yang melakukannya", desis
Nyanyuk Amber. "Juga kedua mataku ini dia
yang mengorek!"
"Benar-benar laknat terkutuk yang kejam luar
biasa!" kata Wiro geram. "Orang tua, aku
berjanji untuk memecahkan kepalanya demi
membalaskan sakit hatimu. Tapi orang tua
mengapa dia sampai melakukan kekejaman
begini rupa terhadapmu?…
Nyanyuk Amber menghela nafas dalam lalu
menjawab: "Seperti Datuk Mata Putih akupun
datang ke sini untuk menginsyafkan Hang
Kumbara dari kesesatannya! Tapi dengan ilmu
yang kuajarkan kepadanya Hang Kumbara
menyerangku. Tubuhku berhasil ditotoknya.
Kedua tangan dan kakiku dipotong, kedua
mataku dicongkel. Dalam keadaan tubuh
masih tertotok aku diseret ke sini dan leherku
dirantai!"
"Keparat betul manusia itu! Belum pernah aku
menemui manusia sejahat dia. Tapi apa pula
sebabnya dia mempunyai niat jahat untuk
melenyapkan seluruh orang-orang pandai
yang kinf berada di Arena Topan Utara itu?!"
"Panjang kisahnya anak, panjang sekali! Kelak
jika sama-sama ada umur akan kututurkan
padamu.
Sekarang lakukanlah apa yang bisa kau
lakukan untuk menyelamatkan jiwa orang-
orang yang berada di Arena Topan Utara!".
Wiro mengangguk. Sebelum pergi
dilepaskannya totokan di tubuh Nyanyuk
Amber. Si orang tua itu mengucapkan terima
kasih. Tiba-tiba ingat sesuatu.
"Orang tua, kalau sekiranya tak dapat dicegah
penghancuran Arena Topan Utara oleh Raja
Rencong,
mungkin tempat ini turut musnah. Sebaiknya
kuselamatkan dulu kau ke tempat yang
aman!"
"Ah, kau terlalu memikirkan diriku, anak.
Tempat ini cukup jauh dari Arena Topan
Utara, tak akan sampai ambruk. Kau pergilah
cepat sebelum terlambat".
Mendengar ucapan itu maka Wiropun
meninggalkan kamar itu dengan cepat.
ARENA TOPAN UTARA Ruangan ini penuh
sesak oleh manusia. Di Tengah-tengah
terletak sebuah mimbar dan berdiri di
belakang mimbar itu ialah Raja Rencong Dari
Utara!
Matanya yang menyorot memandang ke arah
tamu-tamu yang hadir. Pada dasarnya semua
tamu itu terbagi atas dua golongan yaitu
golongan putih dan golongan hitam. Namun
golongan putih telah terpecah menjadi dua
hingga dengan demikian semua orang pandai
di situ terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan pertama ialah golongan hitam yang
secara mutlak tunduk dan berada di pihak
Raja Rencong Dari Utara. Golongan kedua
ialah golongan putih yang telah ditaklukkan
oleh Raja Rencong dan dipaksa untuk masuk
serta menghadiri peresmian berdirinya Partai
Topan Utara. Baik golongan hitam maupun
golongan putih yang tersebut di atas
semuanya telah masuk perangkap Raja
Rencong, dicekok dengan pil-pil kematian
yang disuruh telan secara paksa oleh Raja
Rencong pada saat mereka menyatakan diri
bersedia masuk ke dalam Partai Topan Utara.
Golongan putih yang kedua ialah mereka yang
sengaja datang ke Bukit Toba bukan untuk
menghadiri peresmian Partai tapi untuk
membalas dendam, untuk membalaskan sakit
hati kawan-kawan mereka yang telah
menemui kematian di tangan Raja Rencong
Dari Utara atau di tangan anaknya!
Raja Rencong sendiri sudah mengetahui jelas
akan golongan-golongan para tamunya.
Dalam hati dia tertawa. Tertawa karena dia
tak perduli siapapun adanya para tamu itu,
apakah dari golongan putih ataupun hitam,
yang jelas mereka semua sudah berada di
tempat itu yang berarti sudah masuk ke
dalam perangkap mautnya! Raja Rencong
melirik ke sebuah tombol merah yang terletak
di kayu mimbar dekat tangan kanannya!
Sekali dia menekan tombol ini maka tubuhnya
akan melesat ke atas, ke luar dari ruangan
tersebut lewat sebuah celah yang terbuka
secara otomatis sedang pada detik itu pula
lantai Arena Topan Utara akan longsor ke
bawah, atap runtuh! Begitu semua orang
tertimbun hidup-hidup maka seluruh Arena
Topan Utara akan meledak hingga jangan
diharapkan satu nyawapun bisa selamat dari
tempat itu!
Setelah memandang berkeliling. maka Raja
Rencong Dari Utarapun membuka suara:
"Saudara-saudara sekalian, pertama sekali
aku Raja Rencong Dari Utara, mengucapkan
banyak terima kasih atas kedatangan
saudara-saudara. Beserta dengan ucapan
terima Kasih itu aku sampaikan pula
permohonan maaf karena mungkin
penyambutan dan layanan terhadap saudara-
saudara kurang memuaskan dan juga maaf
karena peresmian berdirinya Partai Topan
Utara ini tidak disertai upacara dan pesta
besar-besaran!
Saudara-saudara sekalian, dalam mendirikan
Partai Topan Utara ini aku sama sekali tidak
melihat kepada asal usul saudara-saudara
atau menilai golongan mana adanya saudara.
Bagiku, jika Saudarasaudara sudah mau
datang dan hadir di sini maka berarti
saudara-saudara semua sudah masuk
menjadi anggota Partai Topan Utara!"
Ucapan ini membuat tokoh-tokoh silat
golongan putih yang datang untuk menuntut
balas kematian kawankawan mereka menjadi
gelisah. Dan di antara kegelisahan itu maka
melesatlah ke atas Arena empat sosok tubuh.
Mereka adalah panglima Sampono, Datuk Nan
Sabatang, Lembu Ampel dan Sebrang Lor.
Sementara tiga orang kawannya berdiri
berjejer maka Panglima Sampono maju ke
hadapan mimbar.
Suasana di Arena menjadi sesunyi di
pekuburan!
"Manusia-manusia tak tahu aturan!" bentak
Raja Rencong marah sekali. "Perbuatanmu
naik ke depan mimbar merupakan penghinaan
besar bagi semua anggota Partai yang hadir
di sinil".
"Raja Rencong!" menyahut Panglima
Sampono.
"Kami berempat ke sini bukan untuk masuk
Partaimu tapi untuk minta pertanggungan
jawab atas kematian sobat-sobat kami tokoh-
tokoh silat golongan putih!"
"Kalau begitu berarti kalian ingin segera
menyusul mereka!" tukas Raja Rencong. Dia
berpaling ke Arena sebelah timur dan berseru:
"Empat Tombak Sakti! Lenyapkan pengacau-
pengacau ini!"
Baru saja seruan Raja Rencong berakhir maka
melompatlah empat orang berpakaian ringkas
hitam.
Tampang-tampang mereka galak buas dan
mengerikan!
Dalam kejap itu pula empat buah tombak
menderu ke arah kepala Panglima Sampono
dan ketiga kawannya!
Pertempuran antara Empat Tombak Sakti
melawan Panglima Sampono, Datuk Nan
Sabatang, Sebrang Lor dan Lembu Ampel
berjalan seru sekali.
Kedua belah pihak agaknya berimbangan.
Seranganserangan datang silih berganti!
Namun walau bagaimanapun seimbangnya
satu pertempuran, pada suatu saat tertentu
pasti salah satu pihak akan menjadi
pecundang!
Setelah bertempur hebat selama lima belas
jurus maka korban pertamapun robohlah.
Korban pertama ini orang ketiga dari Empat
Tombak Sakti, meregang nyawa di ujung
pedang Sebrang Lor!
Panglima Sampono kemudian berhasil pula
merobohkan orang kedua dari Empat tombak
Sakti hingga dengan bertempur kini adalah
Datuk Nan Sabatang dan Lembu Ampel
melawan orang ke satu dan ke empat! Tingkat
kepandaian Datuk Nan Sabatang dan Lembu
Ampel hanya sedikit lebih rendah dari
Panglima Sampono maka setelah lima jurus
lagi berlalu kedua orang terakhir dari Empat
Tombak Sakti itupun menemui ajalnya pula.
Raja Rencong Dari Utara marah luar biasa.
"Tongkat Baja Hijau! Majulah untuk
menghancurkan empat bangsat-bangsat
rendah ini!"
Sekelebat sosok tubuh berpakaian hijau
melesat ke atas Arena. Orang ini berbadan
tinggi langsing.
Tubuhnya agak bungkuk dan usianya sudah
lanjut.
Di tangan kanannya ada sebuah tongkat yang
hampir sebetis besarnya. Tongkat ini terbuat
dari baja asli dan dilapisi racun hijau yang
dahsyat!
"Lekas lenyapkan mereka Tongkat Baja Hijau!"
kata Raja Rencong.
Tongkat Baja Hijau tertawa mengekeh.
Tongkat bajanya diketuk-ketukkan ke lantai
Arena. Hebat sekali, semua orang merasa
bagaimana lantai yang mereka injak jadi
bergetar! Panglima Sampono dan kawan-
kawan segera maklum bahwa manusia
berjubah hijau ini tinggi sekali ilmunya dan
senjata di tangannya sangat berbahaya.
"Tak usah kawatir Raja Rencong", kata
Tongkat Baja Hijau. "Manusia-manusia
macam kunyuk-kunyuk ini mudah saja
dibereskan!". Lalu dia menyapu paras
keempat orang di hadapannya dan bertanya:
"Hai, kalian mau maju satu-satu atau
berempat sekaligus?
Bagusnya berempat saja biar cepat
kubereskan!"
Merah paras keempat tokoh itu. Panglima
Sampono bergerak tapi Sebrang Lor
mendahuluinya melompat ke hadapan
Tongkat Baja Hijau.
"Tongkat Baja Hijau! Setahuku dulu kau
adalah seorang tokoh golongan putih!
Sungguh disayangkan di samping sesat kau
juga mau-mauan masuk menjadi
bergundalnya Raja Rencong, murid murtad si
pembunuh guru itu! Kau mulailah Mari kita
bertempur sampai ratusan jurus!" Tongkat
Baja Hijau mengekeh.
"Jika aku tak salah lihat, kau adalah manusia
yang bernama Sebrang Lor. Tempatmu jauh di
tanah Malaka. Aneh juga kalau kau sampai
nyasar ke sini! Orang Malaka jangan jual
lagak di sini, kau tahu hanya namamu saja
yang kembali ke negerimu!"
Habis berkata begitu Tongkat Baja Hijau
menyerbu ke muka. Sinar hijau menderu dari
tongkat mustikanya.
Sebrang Lor segera pula kiblatkan pedang
berkeluknya.
Maka pecahlan pertempuran yang hebat! Tapi
kehebatan itu segera berubah menjadi satu
pertempuran yang tidak seimbang! Serangan-
serangan tongkat hijau datang mencurah
laksana hujan. Dalam jurus keempat senjata
itu menderu ke bahu Sebrang Lor tanpa bisa
ditangkis dan dikelit! Sebrang Lor menjerit!
Tubuhnya terguling-guling ke luar Arena,
nyawanya lepas!
"Keparat, aku lawanmu!" teriak Datuk Nan
Sabatang menggeledek! Tubuhnya berkelebat
dan keris biru meluncur dahsyat ke arah
tenggorokan Tongkat Baja Hijau!
"Jangan omong besar Datuk!" ejek Tongkat
Baja Hijau. Sekali tongkatnya disapukan
Datuk Nan Sabatang tersurut sampai lima
langkah! "Ha…ha! Aku muak bertempur satu
lawan satu! Ayo Panglima dan Lembu Ampel,
kalian berdua majulah!" Sambil menyerang
Datuk Nan Sabatang, Tongkat Baja Hijau
sekaligus melancarkan serangan pada
Panglima Sampono dan Lembu Ampel!
Mulamula kedua orang ini tak mau ikut turun
ke dalam kalangan pertempuran. Tapi karena
diserang terus terusan mau tak mau akhirnya
kedua orang ini turun juga ke gelanggang!
Bagi orang-orang yang ada di situ nama
Panglima Sampono dan kawan-kawannya
adalah nama-nama besar. Namun sewaktu
melihat bagaimana dengan seorang diri Si
Tongkat Baja Hijau berhasil mendesak ketiga
lawannya maka diam-diam semua orang
memuji kehebatan Si Tongkat Baja Hijau!
Dalam jurus ke sepuluh terdengar pekik Datuk
Nan Sabatang! Tubuhnya mencelat mental.
Kepalapecah karena tongkat lawan' bersarang
tepat di kepalanya!
"Tongkat Baja Hijau, yang dua lainnya segera
saja dibereskan cepat-cepat!" berseru Raja
Rencong.
"Jangan kawatir Raja Rencong jawab Tongkat
Baja Hijau. Didahului oleh satu bentakan yang
menggelegar Si Tongkat Baja Hijau
mengeluarkan satu jurus yang lihay luar
biasa! Tokoh-tokoh silat golongan putih yang
hadir di situ terkesiap dan cemas.
Serangan lawan yang hebat tak mungkin
dikelit atau ditangkis karena tongkat baja
yang dahsyat itu hanya tinggal sejengkal saja
lagi dari kepala Panglima Sampono dan
Lembu Ampel!
Dalam detik yang tegang itu tiba-tiba
berkelebat satu bayangan putih! Satu
gelombang angin yang bukan kira-kira
dahsyatnya menderu laksana topan menggila!
Beberapa tokoh silat yang berada di tepi
Arena merasa tubuh mereka tergetar oleh
sambaran angin itu dan tahu-tahu terdengar
pekik Si Tongkat Hijau! Orang dan tongkatnya
mencelat sampai menghantam dinding Arena.
Begitu jatuh nyawanya sudah lepas dengan
muka hancur memar. Di tengah Arena semua
mata menyaksikan berdirinya seorang pemuda
berambut gondrong dengan senyum di
bibirnya!
"Pemuda gondrong! Kau siapa?!" bentak Raja
Rencong.
"Siapa aku bukan urusanmu.- Terlebih dulu
perkenankan aku bicara!".
"Keparat! Kau terlalu berani mampus!"
damprat Raja Rencong. Dia berpaling ke
kanan dan berseru:
"Sepasang Pengemis Gila bunuh pemuda ini!"
lalu sambil berpaling ke kiri: "Datuk Arak
Sakti musnahkan Panglima Sampono dan
"Lembu Ampel!"
Dari Arena sebelati kanan melesat dua orang
berambut acak-acakan dan berpakaian kotor
bertambal-tambal. Mereka inilah Sepasang
Pengemis Gila. Keduanya sambil berteriak-
teriak tak karuan langsung menyerang
Pendekar 212 Wiro Sableng!
Dikejap yang sama dari samping kiri
melompat pula seorang berpakaian merah,
dari mulutnya menyembur arak yang
menyerang ke seluruh jalan darah di tubuh
Panglima Sampono dan Lembu Ampel!
Kedua orang ini terkejut dan cepat-cepat
memukul ke depan. Namun di saat itu
terjadilah satu peristiwa yang membuat
semua orang kaget dan kagum luar biasa!
Tiga jeritan terdengar susul menyusul! Tiga
tubuh mencelat mental dan terbanting ke
dinding lalu roboh di antara orang banyak!
Apakah yang telah terjadi?!
Sewaktu Sepasang Pengemis Gila dengan
berteriakteriak melompat menyerang Wiro dan
sewaktu Datuk Arak Sakti menggempur
Panglima Sampono dan Lembu Ampel,
Pendekar 212 Wiro Sableng mendorongkan
kedua telapak tangannya ke arah orang-orang
yang menyerang itu. Dua pukulan yang
dilancarkannya bukan lain pukulan "dewa
topan menggusur gunung" yang dipelajari
Wiro Sableng dari Tua Gila. Pukulan yang luar
biasa hebatnya itu ,mana sanggup diterima
oleh Sepasang Pengemis Gila dan -Datuk Arak
Sakti Tak ampun lagi ketiganya terlempar dan
mati!
Baiktokoh-tokoh golongan hitam maupun
golongan putih sama-sama leletkan lidah
melihat kehebatan si pemuda.
Di lain pihak mata Raja Rencong terbeliak
besar-besar.
Dua pukulan yang dilepaskan pemuda rambut
gondrong itu adalah pukulan "dewa topan
menggusur gunung".
Dan setahunya hanya satu orang yang
memiliki ilmu pukulan dahsyat itu yakni Tua
Gila! Tapi si pemuda telah melancarkan ilmu
pukulan itu tadi yang berarti dia punya
sangkut paut dengan Tua Gila! Rasa kecut
membuat dingin tengkuk Si Raja Rencong,
Inilah untuk pertama kalinya dia merasa
ngeri! Tua Gila sudah lama didengarnya
meninggal, dan seumur hayatnya tak pernah
punya murid. Tapi bagaimana sekarang ada
seorang pemuda memiliki ilmu pukulan Tua
Gila?
Apakah Tua Gila masih hidup dan telah
mengambil seorang murid? Dan yang lebih
mengawatirkannya lagi apakah Tua Gila juga
berada di dalam ruangan itu?
Dan untuk pertama kalinya Raja Rencong
ingat akan kecurigaannya sewaktu berada di
kamar bersama Pandansuri tadi. Jika betul
pemuda rambut gondrong itu murid Tua Gila,
pastilah dia telah menyelusup lewat jalan
rahasia di bagian belakang bangunan tua.
Tapi dimana dia bersembunyi sewaktu seluruh
tempat diselidikinya tadi?
Raja Rencong Dari Utara tak mau berpikir
berpanjang-panjang. Saat itu sudah tiba
waktunya untuk menekan tombol merah di
atas mimbar!
Sambil tertawa mengekeh Raja Rencong
menggerakkan jari telunjuknya ke tombol
merah dan berseru; "Manusia-manusia tolol,
kalian semua pergilan ke neraka!". Dan jari
telunjuk itupun ditekan sekuat-kuatnya pada
tombol merah!
Mata Raja Rencong membeliak seperti mau
tanggal dari sarangnya. Parasnya berobah
total, terkejut amat sangat! Sewaktu tombol
ditekan, atap di atas tidak membuka, lantai
Arena Topan Utara tidak ambruk! Seperti tak
percaya akan dirinya sendiri Raja Rencong
menekan lagi tombol merah itu. Lagi, lagi dan
lagi sampai berulang kali! Tetap saja tak satu
pun yang terjadi!
Tiba-tiba didengarnya suara tertawa bergelak.
Ketika dia mengangkat kepala yang tertawa
itu bukan lain si pemuda berambut gondrong
Wiro Sableng!
"Kau heran dan terkejut melihat ruangan ini
tidak amblas, tidak hancur lebur?" Wiro
tertawa lagi gelak-gelak. "Ha ha! Pesawat
rahasia terkutukmu yang hendak membunuh
semua orang yang hadir di sini tidak bisa
berjalan, Raja Rencong!"
Bukan main marahnya Raja Rencong Dari
Utara.
Tanpa menunggu lebih lama lagi segera
sepuluh jari tangannya dijentikkan!
Sepuluh larik sinar merah kekuningan
menderu menyambar Pendekar 212! Wiro
sudah pernah menyaksikan keganasan ilmu
pukulan kuku api yang dimainkan oleh
Pandansuri! Kalau Raja Rencong yang
mengeluarkannya tentu lebih dahsyat lagi!
Karenanya pemuda ini cepat-cepat melompat
ke atas seraya lepaskan pukulan sinar
matahari! Ruangan itu laksana mau pecah
sewaktu pukulan sinar matahari beradu
dengan dahsyatnya dengan pukulan kuku api!
Karena tenaga dalam Wiro dan Raja Rencong
berada dalam tingkat yang sama maka
setelah saling berbentur kedua sinar pukulan
sakti itu melesat ke kiri dan buyar keempat
penjuru! Jerit kematian terdengar di bagian
itu. Sembilan orang tokoh golongan hitam
roboh hangus! Delapan tokoh golongan putih
meregang nyawa! Dengan serta merta kacau
balaulah suasana!
Di antara kekacau balauan itu Wiro berteriak
keras: "Semua tokoh silat yang ada di sini
mari bersama-sama mencincang manusia
biang malapetaka ini. Sebelumnya dia telah
punya rencana untuk mengubur kalian hidup-
hidup di bawah ruangan ini!"
Mendengar teriakan itu tak perduli tokoh silat
golongan manapun laksana air bah serentak
menyerbu Raja Rencong! Raja Rencong adalah
tokoh silat sakti luar biasa. Namun melihat
lebih dari dua puluh jago-jago ternama
menyerbunya ditambah dengan kegugupan,
nyalinya jadi meleleh! Dia segera berkelebat
melarikan diri. Namun lebih cepat dari itu
Wiro Sableng sudah menghadangnya dengan
Kapak Naga Geni 212 siap di tangan!
"Keparat kau kubunuh lebih dulu!" teriak Raja
Rencong.
"Sreet!"
Raja Rencong cabut Rencong Emas maka
sinar kuningpun bertaburlah. Di lain kejap
puluhan senjata berkelebat menggempur Raja
Rencong dan di depan sekali Kapak Naga Geni
212 menderu laksana seribu tawon
mengamuk!
"Trang"!
Rencong Emas dan Kapak Naga Geni 212
beradu.
Bunga api berpercikan! Raja Rencong terkejut
bukan main. Senjata di tangannya hampir
saja terlepas dilanda senjata lawan! Dan rasa
terkejut ini masih belum habis sewaktu
laksana kilat Kapak lawan kembali menderu di
depan hidungnya sementara dari sekelilingnya
menggempur puluhan senjata tajam! Raja
Rencong Dari Utara keluarkan jurus yang
hebat yang dinamakan jurus "sepasang kincir
sakti menghadang bumi". Kedua tangannya
kiri kanan bergerak cepat. Jurus ini bukan
saja merupakan jurus pertahanan yang paling
tangguh dari ilmu silatnya namun sekaligus
juga merupakan jurus serangan yang hebat
luar biasa. Sinar kuning Rencong Emas
bergulung gulung sedang lima jari tangan kiri
tak henti-hentinya dijentikkan melancarkan
ilmu pukulan kuku api! Beberapa orang tokoh
silat tergelimpang disambar pukulan jahat itu!
Namun betapapun hebatnya Raja Rencong
mana mungkin baginya menghadapi tokoh-
tokoh kias wahid yang berjumlah lebih dari
dua puluh orang itu. Apalagi sambaran Kapak
Naga Geni 212 saat itu sudah menelikung
mendesaknya. Angin senjata itu menyakitkan
mata dan memerihkan kulitnya.
Sesaat kemudian terdengar jeritan Raja
Rencong ! Kuping kanannya putus dibabat
Kapak Naga Geni 212. Racun yang hebat dari
senjata itu mulai mempengaruhi dirinya.
Raja Rencong cepat menutup jalan darah
penting dibeberapa Bagian tubuh lalu dengan
sisa kekuatan mengamuk membabat ke arah
salah seorang tokoh putih diantaranya Lembu
Ampel yang kena sambaran Rencong Emas.
Akan tetapi itu tidak lama karena begitu
Pendekar 212 Wiro Sableng menyusup dibalik
serangan Raja Rencong, Kapak Naga Geni 212
berhasil membabat putus lengan kiri tokoh
silat durjana itu ! Tidak sampai disitu saja,
sewaktu jerit kesakitan Raja Rencong belum
sirna Kapak Naga Geni 212 mengaung
dahsyat dan "crass"! Darah muncrat
membasahi pakaian beberapa orang tokoh
silat. Raja Rencong dari Utara terhuyung
huyung dengan kepala hampir tebelah. Dalam
keadaan begitu rupa dia harus menerima
tusukan dan sabetan senjata tajam lainnya
sehingga tubuhnya tak beda dengan daging
yang dicincang cincang.
Sewaktu tubuh yang hancur dari Raja Rencong
menggeletak di Arena Topan Utara, Pendekar
212 Wiro Sableng sudah melompat pergi dari
ruangan itu.
Sesungguhnya apakah yang telah terjadi
sehingga ketika Raja Rencong menekan
tombol merah, Arena Topan Utara tidak
amblas ke bawah?
Seperti telah dituturkan di atas, sehabis
meninggalkan Nyanyuk Amber, Wiro Sableng
segera pergi ke kamar di mana senjata
rahasia penghancur itu berada. Karena di sini
sudah berada Pandansuri maka dengan
sendirinya pecahlah pertempuran. Kalau
sewaktu di rumah makan Dang Lariku, Wiro
Sableng masih bisa main-main melayani
gadis ini maka kini menghadapi keselamatan
puluhan jiwa tokoh-tokoh sakti yang berada
di Arena Topan Utara, Wiro tidak bisa main-
main lagi. Meski senyum cengar cengir tetap
tersungging di mulutnya namun Wiro
menempur habis-habisan.
Pandansuri hingga dalam tempo tiga jurus
akhirnya dia berhasil menotok jalan darah di
tubuh si gadis. Dari sini Wiro langsung
menuju Arena Topan Utara dan terjadilah
kelanjutan sebagaimana yang dituturkan di
atas.
Kini Pendekar 212 Wiro Sableng kembali ke
kamar pesawat rahasia itu. Pandansuri duduk
tersandar ke dinding dekat pintu masih dalam
tubuh tertotok.
"Saudari, hukuman yang setimpal telah jatuh
atas diri ayahmu ".
"Maksudmu kau telah membunuh ayahku?!"
"Aku dan tokoh-tokoh silat yang ada di Arena
Topan Utara!" sahut Wiro Sableng.
"Keparat! Lepaskan totokanku! Mari kita
bertempur sampai seribu jurus!" Wiro Sableng
tertawa.
"Apakah kau masih belum melihat jalan
terang menuju kehidupan yang baik? Atau
mungkin kau mau menerima nasib seperti
ayahmu? Sekali aku beritahu pada orang-
orang itu bahwa kau berada di sini, pasti kau
akan mati secara mengenaskan!".
"Silahkan kau beri tahu! Aku tidak takut!"
jawab Pandansuri ketus. Wiro tertawa.
"Kau keras kepala tapi kuhargai nyalimu
saudari.
Dan aku tidak sepengecut yang kau duga
untuk memberitahukan kau pada orang-orang
itu!". Pemuda ini melangkah mendekat.
"Sebelum pergi aku ingin melihat wajahmu
dulu, saudari."
"Keparat kalau kau berani……………….".
Tapi tangan Wiro Sableng sudah bergerak
menarik kerudung ungu yang menutupi wajah
Pandansuri.
Begitu kerudung terbuka terkejutlah Wiro
Sableng."Ah, kiranya parasmu cantik sekali
saudari."
memuji Wiro sejujurnya. "Tapi sayang aku tak
bisa lama-lama menikmati kecantikan
parasmu. Aku harus pergi dari sini bersama
Nyanyuk Amber.
Selamat tinggal ".
"Saudara tunggu dulu!" seru Pandansuri.
"Lepaskan dulu totokanku".
"Dan setelah bebas kau akan menyerangku?"
ejek Wiro.
"Aku berjanji untuk tidak melakukan apa-apa
kecuali hanya untuk membaca sepucuk surat.
Selesai membaca kau boleh menotok aku
kembali!
Membunuhpun aku tak keberatan!"
"Heh, surat katamu? Surat apa? Surat dari
pacarmu?" Wiro melihat kesungguhan di paras
si gadis.
"Baik aku percaya ucapanmu", kata Wiro pula
lalu melepaskan totokan di tubuh Pandansuri
dan berdiri di ambang pintu kamar pesawat
rahasia menjaga segala kemungkinan yang
ada sementara Pandansuri mengeluarkan
sehelai surat dari balik pakaiannya.
Surat ini adalah surat yang diberikan Raja
Rencong kepadanya. Dibukanya lipatan surat
lalu dibacanya: Pandansuri,
Kalau aku sudah mati maka itulah saatnya
aku memberitahukan rahasia besar tentang dirimu melalui surat ini. Sebenarnya kau bukan anak kandungku tapi seorang anak angkat . Jelasnya kau kuculik dari orang tuamu sejak kau masih kecil.
Ayahmu Kepala kampong Pasirp utih.
Kembalilah Padanya dan tempuhlah jalan hidup yang
baik. Raja Rencong Wiro Sableng terkejut sewaktu melihat tetesan-tetesan air mata membasahi pipi Pandansuri Sedang surat yang dibacanya terlepas dan jatuh Ke lantai.
Wiro mengambil surat itu dan membacanya.
Dilipatnya surat itu kembali seraya menghela napas Panjang.
"Sekarang jelas bagimu bahwa kau berasal Dari orang baik baik. Karenanya musti kembali ke jalan Baik baik ", kata Wiro Sableng. Dikembalikannya Surat yang dipegangnya pada Pandansuri dan Berkata lagi. " Aku tak akan menotok tubuhmu Kembali. Apa yang kau lakukan terserah padamu.
Selamat tinggal " "Saudara, kau hendak meninggalkan Danau Toba ini ?"
"Ya, menyeberang bersama-sama Nyanyuk Amber".
"Keberatan kalau aku ikut bersama kalian?".
"Ah justru itulah yang aku harapkan" jawab Pendekar 212 seraya senyum dan mengedipkan mata kirinya. Dan Pandansuri tidak membantah sama sekali sewaktu Wiro Sableng memegang tangannya dan melangkah bersama-sama menuju kamar Nyanyuk Amber.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar